Beberapa perempuan pendukung film Jenglot Pantai Selatan kesurupan. Persoalannya hanya sepele……. Pada 22 Desember 2010 lalu, saya mendapat telpon dari sahabat yang sedang syuting film JENGLOT PANTAI SELATAN di Pantai Sawarna, Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Melalui ponselnya, Buanergis Muryono, demikian namanya, mengaku mendapat amanah dari penghuni gaib Goa Langir yang harus disampaikan kepada publik.
“Mas, mohon datang ke lokasi syuting. Ada amanah yang harus disampaikan,” kata Mas Yono, sapaan akrabnya.
Undangan semacam itu bukan pertama kali. Aktor senior yang banyak terlibat dalam film horror ini, sering mengajak saya ke lokasi syuting di daerah. Tentu saja saya memanfaatkanya untuk menelusuri nuansa mistis daerah yang dikunjungi.
Selanjutnya, saya berangkat dari Jakarta pada 23 Desember menuju lokasi yang terkenal dengan pantainya yang indah itu. Sekitar pukul 22.00 WIB, tiba di Kampung Cibeas, Desa Sawarna.
Saya menemui Mas Yono di lokasi syuting. Sebuah pulau kecil (delta) di tepi Pantai Sawarna. Dia memberi isyarat kepada saya agar melakukan meditasi. Saya faham apa yang dimaksudkannya.
Uluk salam, tegur sapa atau kulo nuwun (bhs. Jawa) merupakan kebiasaan yang selalu saya lakukan jika mengunjungi daerah yang kental nuansa mistisnya.
Menyapa para penghuni gaib yang berada di suatu daerah bukan hal sulit. Apalagi jika kita memanfaatkan daerah tersebut untuk suatu kepentingan tertentu. Sebagai sesama makhluk Tuhan, wajarlah menyapa makhluk yang hidup di alam berbeda.
Tidak lama kemudian, kegiatan syuting berhenti. Semua pemain dan kru beristirahat di penginapan yang disediakan.
Goa Langir
Kawasan Desa Sawarna memiliki rangkaian pegunungan karst (gamping) yang memiliki banyak goa (caves). Beberapa goa tersebut adalah Goa Langir, Goa Lauk dan Goa Lalay. Selain syuting di pulau kecil, Goa Langir juga menjadi lokasi syuting yang jaraknya berdekatan.
Dua hari sebelum saya tiba di lokasi, terjadi kegaduhan saat syuting di Goa Langir. Ada sekitar 7 pemain film perempuan kesurupan. Tentu saja suasana kacau dan menakutkan.
“Peristiwa itu terjadi lantaran mereka tidak faham tata krama dalam mengunjungi tempat wingit. Seolah tempat tersebut hanya goa kosong tak berpenghuni. Padahal ada komunitas di dalamnya,” demikian kata Mas Yono.
Menurutnya, sosok gaib yang menghuni Goa Langir adalah Ki Ageng Langir, isteri dan anaknya, demikian kata Mas Yono.
“Bagaimana sebenarnya sosok Ki Ageng Langir,” tanya saya.
“Ki Ageng Langir lembut dan tenang. Dia tergolong sosok yang suka membantu orang. Dia mengaku huniannya diusik manusia secara tidak wajar. Mestinya harus ijin dan kulo nuwun dulu, “ jawab Mas Yono.
“Sebaliknya, sifat anaknya keras dan pemarah. Jika ada yang mengusik tempatnya, dia tidak segan-segan mengganggunya. Khususnya mereka yang tidak punya tata krama. Itulah sebabnya, ketika ada beberapa orang yang meremehkan tempatnya, dia marah hingga orang yang meremehkannya itu kesurupan,“ lanjutnya.
Selanjutnya Mas Yono mengatakan, Ki Ageng Langir memilih Goa Langir lantaran ingin menyepi dan menjauh dari keramaian kota tempat tinggal sebelumnya. Dia juga menghindar dari intrik kekuasaan dimana dia berdiam sebelumnya.
Tujuan menetap di tepi pantai yang sepi itu adalah untuk ketenangan dirinya. Dia lalu mengajak isteri dan anak angkatnya menuju Goa Langir, di tepi Pantai Sawarna. Di tempat itulah Ki Ageng Langir bersama keluarganya menjalani hidup baru bersama masyarakat sekitar hingga akhir hayatnya.
Mas Yono mengungkapkan, sebenarnya Goa Langir sangat cocok dijadikan tempat menyepi. Khususnya bagi mereka yang ingin mengetahui jati diri (
sedulur papat limo pancer). Namun sejauh ini tempat itu tergolong berbahaya, terutama jika terjadi pasang laut. Air yang masuk dapat merendam mulut Goa. Jika tidak berhati-hati dapat membahayakan jiwa.
“Apa sebenarnya amanah yang hendak disampaikan Ki Ageng Langir?” tanya saya.
Mas Yono mengemukakan bahwa setelah dirinya berhasil menyembuhkan para perempuan yang kesurupan itu, dirinya sempat berdialog panjang dengan Ki Ageng Langir.
“Masyarakat desa ini kurang peduli dengan lingkungan sekitar, khususnya tempat-tempat wingit. Mereka memanfaatkan pantai dan goa untuk kepentingan wisata tanpa memerhatikan kebersihan,” ujar pria pemilik Sanggar Mariska ini. Sanggar akting yang khusus mendidik para calon aktor dan aktris ini telah memiliki 20 cabang di Jakarta dan sekitarnya.
Selanjutnya dikatakan, sampah-sampah bekas para pengunjung berserakan di dalam goa tanpa ada yang membersihkan. Termasuk mereka yang membuat coretan-coretan di dinding goa. Bahkan tepi pantai sering dijadikan tempat mesum kaum muda.
“Ki Ageng Langir berpesan agar huniannya dihormati dengan sewajarnya. Tidak perlu dengan menyediakan sesajen atau ubo rampe. Cukuplah dengan membersihkan sampah yang berserakan,”kilahnya tanpa mau mengungkapkan amanah yang lainnya.
Menurutnya, amanah lainnya hanya khusus untuk tokoh-tokoh warga setempat. Bukan untuk konsumsi publik.
Ketika saya mengemukakan rencana hendak ke Goa Langir, dia berkata,“ Mudah-mudahan kamu dapat mengambil gambar. Sebab saya tidak diizinkan memotret Goa Langir,”ujarnya mengutip pesan Ki Ageng Langir.
Foto Gagal
Kisah Ki Ageng Langir membangkitkan minat saya untuk melihat langsung Goa Langir. Tentu percuma saja datang jauh-jauh hanya mengumpulkan cerita tanpa melihat lokasi yang dimaksud.
Kemudian saya mendekati seorang pria warga setempat untuk mengantarkan ke Goa Langir. Meski tampak jelas ada rasa kekhawatiran. Maklumlah, pria itu tahu benar aroma mistik goa tersebut. Apalagi baru saja terjadi peristiwa kesurupan yang menimpa para pemain film.
“Boleh saya tahu tujuan Anda?” Tanya pria itu. Nada suaranya menunjukkan keraguan memenuhi keinginan saya.
“Saya hanya ingin mengambil gambar Goa Langir. Jika memungkinkan, saya juga hendak masuk ke dalamnya,” Jawab saya.
Pria itu tampak diam memikirkan sesuatu. Sementara saya menatap matanya untuk meyakinkannya.
“Insya Allah tidak akan terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Kami datang dengan niat baik hendak menulis cerita daerah ini dan tidak bermaksud lain,” ujar saya bernada serius.
Pukul 15.30 WIB, saya bersama pria itu berjalan menyusuri pantai menuju Goa Langir. Dalam amatan saya, memang terdapat banyak goa di sisi tebing terjal tepi pantai. Goa Langir hanya salah satu saja dari goa-goa yang ada.
Beberapa saat kemudian, saya tiba di depan Goa Langir. Saya pun mengeluarkan kamera digital yang berada di dalam tas. Sebelum memotret, saya hening sejenak minta izin memotret.
Tentu saja foto-foto tergolong vital dalam perjalanan ini. Data yang diperoleh kurang mendukung jika tidak disertai dokumentasi gambar. Namun, pada saat memotret, sempat terdengar bisikan halus,”…cukup, cukup.”
Tampaknya suara itu dari sosok gaib putra Ki Ageng Langir. Tetapi saya tidak terlalu peduli. Bagaimanapun dokumentasi harus tetap dilakukan. Sementara pria tua yang mengantarkan saya mulai gelisah.
Setelah mengambil beberapa gambar, saya pun meninggalkan lokasi tersebut. Pemotretan itu melengkapi perjalanan di Pantai Sawarna. Setelah sebelumnya mengambil gambar di Tanjung Layar dan sekitarnya.
Selanjutnya saya mengambil gambar kegiatan syuting film Jenglot Pantai Selatan arahan Rizal Mantovani. Film yang dibintangi Debby Ayu, Wichita, Zidni Adam dan lain-lain ini, tampaknya cukup menarik. Terutama sosok jenglot yang orisinil dan berbeda dengan gambaran umum kita tentang jenglot.
Ketika saya kembali ke Jakarta, terjadi keanehan. Semua foto Goa Langir dan keindahan Pantai Sawarna utuh sempurna. Sedangkan foto yang berkaitan dengan syuting tidak ada sama sekali. Inilah pengalaman pertama saya mengalami gangguan dalam hal dokumentasi.
BaNi MusTajaB