spirit
Mod
Kebijakan baru WhatsApp yang mewajibkan 2 miliar lebih penggunanya untuk membagikan data pribadi mereka ke Facebook paling lambat 8 Februari 2021 viral dan terus menjadi bahan perbincangan.
Disebutkan sebagai konsekuensi bagi pengguna yang tidak menyetujui kebijakan privasi itu maka mereka tidak akan dapat lagi menggunakan aplikasi WhatsApp.
Tetapi CNN Indonesia (9/1/2021) menulis bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk pengguna di luar Eropa saja sedangkan pengguna di Eropa tidak dipaksa untuk berbagi data. Seperti di Irlandia misalnya, praktek berbagi data tetap seperti kebijakan lama.
Pertanyaannya adalah apa perbedaan pengguna di Eropa dan di luar Eropa. Mengapa di luar Eropa harus dan di Eropa tidak? Bukankah hal seperti ini merupakan bentuk diskriminasi yang seakan-akan menomorduakan pengguna di luar Eropa?
Saya tidak mau berpolemik lebih jauh mengenai dasar, maksud dan tujuan dari WhatsApp membuat kebijakan tersebut. Dan saya juga tidak mau menyalahkan WhatsApp atas kebijakan barunya ini karena itu hak prerogatifnyanya sebagai pemilik aplikasi.
Tetapi jika ada kata "pemaksaan" yang mengatakan "harus" maka saya juga punya hak untuk tidak setuju. Jika memang "harus" maka saya juga lebih baik meninggalkan WhatsApp dan beralih ke aplikasi perpesanan lain.
Yang jelas "pemaksaan" membuat saya merasa tidak nyaman dan kehilangan kemerdekaan. Karena hal ini menyangkut data pribadi yang rentan dengan kebocoran dan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Ini bukan zaman batu. Dan saya pikir di zaman teknologi super canggih seperti sekarang ini persaingan sudah sangat terbuka lebar. Tidak ada yang bisa memonopoli atau memaksakan produknya. Ada banyak pilihan, kita hanya tinggal memilih sesuai dengan kepentingan, selera dan kemampuan kantong kita.
Masih ingat BBM atau BlackBerry Messenger yang sempat heboh karena sangat digandrungi penggunanya sekitar tahun 2013-2015? Tetapi bagaimana nasibnya sekarang? Sudah berakhir bukan? Dan bagaimana "nasib" pemiliknya?
Itu menandakan bahwa tidak ada sesuatu yang abadi Dan seharusnya WhatsApp juga belajar dari hal tersebut. Okelah sekarang WhatsApp sangat populer dengan pengguna 2 milyar lebih, tetapi apakah pengguna tidak mungkin beralih ke aplikasi lain?
Ada banyak aplikasi perpesanan yang menunggu dengan tangan terbuka. Seperti aplikasi Telegram yang sekarang sedang naik daun dan aplikasi Line yang sempat terlupakan. Dan saya pikir masih akan ada lagi muncul aplikasi perpesanan lain yang lebih baik dari yang ada sekarang ini.
Tetapi menurut dugaan saya, kebijakan baru ini hanya akal-akalan saja agar WhatsApp kembali viral dan terus menjadi bahan perbincangan ditengah-tengah semakin menaiknya pengguna aplikasi Telegram.
Karena sekitar 2 tahun lalu juga ramai pesan berantai di WhatsApp yang mewajibkan penggunanya membagikan sebuah pesan kepada minimal 10 pengguna lainnya. Tujuannya agar pengguna tetap dapat menikmati WhatsApp gratis dan jika tidak akan dikenakan biaya dengan tarif tertentu untuk setiap pesan.
Saya tidak tahu darimana sumber pesan berantai tersebut, apakah benar-benar dari WhatsApp atau bukan. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah WhatsApp selama ini memang gratis?
Jawabannya jelas tidak. Pengguna tidak dapat menggunakan WhatsApp tanpa kuota. Dan itu menandakan bahwa WhatsApp tidak gratis. Sebagai aplikasi jelas pasti ada hitung-hitungannya dengan provider internet.
Kita tunggu saja nanti setelah 8 Februari 2021, apakah WhatsApp benar-benar berani menerapkan kebijakan barunya tersebut. Jika memang benar-benar dilakukan, maaf saja saya akan beralih ke Telegram dan jika Anda ingin menghubungi saya, mari kita berbagi kontak.
Jika kelak Telegram juga membuat kebijakan yang sama, saya akan beralih berkirim surat lewat kantor pos. Dan jika kantor pos juga menerapkan kebijakan yang sama, saya akan beralih menggunakan merpati pos. Saya lebih yakin dengan merpati karena "Merpati tak pernah ingkar janji". (RS)