dendyputra
New member
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan penghapusan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 Tentang Larangan Penodaan Agama. Meski sependapat UU tersebut tetap berlaku, akan tapi hakim konstitusi Harjono mempunyai logika berpikir yang berbeda dengan 7 hakim konstitusi lainya. Harjono berpendapat bahwa MK tidak dapat melakukan pengujian secara formal terhadap UU tersebut karena sebelum UUD 1945 diubah, tidak dikenal pengujian formal terhadap UU.)
Sebagaimana diketahui, beberapa bulan yang lalu, tujuh lembaga swadaya masyarakat dan empat tokoh nasional meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan larangan penafsiran agama-agama yang dianut di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Ketentuan tersebut dinilai melanggar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Keinginan Uji Materi (Judicial Review) Peraturan Presiden No.1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No. 5/1969 yang tentu saja menimbulkan pro kontra.>8@
Ketujuh LSM itu adalah Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.>%|
Mereka didukung oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm), Musdah Mulia, Dawam Raharjo, dan KH Maman Imanul Haq.=p=
Mereka mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 1 UU tersebut yang berbunyi, ”Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatannya”.
Selain itu, pemohon juga mempersoalkan Pasal 2 Ayat (1) dan (2), Pasal 3, serta Pasal 4a yang mengatur ancaman pidana atas pelanggaran Pasal 1. Disebutkan, pelanggaran pidana diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun.|
Lebih lanjut dia menilai yang dilindungi uu ini adalah pokok ajaran agama yang ada ada di Indonesia dari adanya tafsir yang menyimpang dan kegiatan yang menyerupai atau aspek ritual dari ajaran agama.
>8~
“Di samping itu, UU ini juga melindungi agama dari permusuhan dan penghinaan yang dilakukan seseorang dengan cara yang dirumuskan dalam pasal 156a huruf a KUHP. Yaitu delik idiologi yang keberadannya tidak secara langsung melindungi agama," tegasnya.:finger:
Dalam putusan MK ini 1 hakim mengajukan dissenting opinion (pendapat beda simpulan beda) yaitu Maria Farida Indarti. Putusan tersebut dibacakan selama 4,5 jam dari pukul 14.00 hingga 18.30 WIB.
Sebagaimana diketahui, beberapa bulan yang lalu, tujuh lembaga swadaya masyarakat dan empat tokoh nasional meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan larangan penafsiran agama-agama yang dianut di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Ketentuan tersebut dinilai melanggar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Keinginan Uji Materi (Judicial Review) Peraturan Presiden No.1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No. 5/1969 yang tentu saja menimbulkan pro kontra.>8@
Ketujuh LSM itu adalah Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.>%|
Mereka didukung oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm), Musdah Mulia, Dawam Raharjo, dan KH Maman Imanul Haq.=p=
Mereka mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 1 UU tersebut yang berbunyi, ”Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatannya”.
Selain itu, pemohon juga mempersoalkan Pasal 2 Ayat (1) dan (2), Pasal 3, serta Pasal 4a yang mengatur ancaman pidana atas pelanggaran Pasal 1. Disebutkan, pelanggaran pidana diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun.|
Lebih lanjut dia menilai yang dilindungi uu ini adalah pokok ajaran agama yang ada ada di Indonesia dari adanya tafsir yang menyimpang dan kegiatan yang menyerupai atau aspek ritual dari ajaran agama.
>8~
“Di samping itu, UU ini juga melindungi agama dari permusuhan dan penghinaan yang dilakukan seseorang dengan cara yang dirumuskan dalam pasal 156a huruf a KUHP. Yaitu delik idiologi yang keberadannya tidak secara langsung melindungi agama," tegasnya.:finger:
Dalam putusan MK ini 1 hakim mengajukan dissenting opinion (pendapat beda simpulan beda) yaitu Maria Farida Indarti. Putusan tersebut dibacakan selama 4,5 jam dari pukul 14.00 hingga 18.30 WIB.