andree_erlangga
New member
Efektivitas demokrasi akan sulit tercapai jika dalam sebuah sistem politik dipenuhi oleh banyak partai politik. Karena itu, jumlah parpol harus disederhanakan agar sistem presidensial semakin kuat dan menghemat biaya politik.
"Sistem presidensial sulit dibangun selama kita menganut sistem multipartai," kata Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti kepada Suara Karya di Jakarta, Jumat.
Meskipun jumlah parpol disederhanakan, UU Pemilu juga harus adil dalam mengakomodasi partai politik baru. Misalnya dengan memberikan batasan perolehan suara pemilu (electoral threshold) bagi parpol lama, tapi di sisi lain masih membuka pendaftaran bagi partai baru.
Ramlan menambahkan, penyederhanaan parpol bisa dilakukan--selain dengan pembatasan electoral threshold--juga dengan menggabung partai-partai yang memiliki ideologi sama. "Jika sistem politik dengan banyak partai tetap kita pertahankan, padahal ideologinya tak berbeda jauh, maka yang terjadi adalah banyak konflik di pemerintahan maupun di parlemen," ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Padang Saldi Isra berpendapat, sistem pemilu yang baik untuk penguatan pemerintah harus berkorelasi dengan sistem pemerintahan. Karena itu, menurut dia, harus terjadi penyederhanaan jumlah parpol secara lebih adil.
Saldi menilai, saat ini masih ada sikap ambivalensi. Di satu sisi ada keinginan menyederhanakan jumlah parpol. Tetapi di sisi lain terbuka peluang pembentukan partai baru. "Sikap mendua seperti ini menjadi faktor penghambat penerapan sistem presidensial," katanya.
Penguatan sistem pemerintahan juga menuntut adanya jarak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden, paling tidak selama dua tahun. "Kenapa harus dua tahun? Agar partai-partai cukup waktu untuk melakukan konsolidasi dan juga untuk mengetahui apakah partai-partai yang berhasil menempatkan wakilnya di DPR masih kredibel atau tidak dalam pemilu presiden," kata Saldi.
Dia juga mengatakan agar kualitas DPR menjadi baik, maka kewenangan parpol harus dikurangi dalam menentukan penempatan wakil mereka di parlemen. Dengan kata lain, hanya mereka yang mendapatkan suara terbanyak yang boleh duduk di parlemen. "Dengan demikian, sistem nomor urut dapat dihilangkan," katanya.
Menurut Saldi, penghilangan sistem nomor urut juga dapat mengurangi ketegangan di dalam partai, menghindari kompetisi tidak sehat, dan menghilangkan like and dislike di tubuh partai.
sumber : Suara Karya Online
"Sistem presidensial sulit dibangun selama kita menganut sistem multipartai," kata Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti kepada Suara Karya di Jakarta, Jumat.
Meskipun jumlah parpol disederhanakan, UU Pemilu juga harus adil dalam mengakomodasi partai politik baru. Misalnya dengan memberikan batasan perolehan suara pemilu (electoral threshold) bagi parpol lama, tapi di sisi lain masih membuka pendaftaran bagi partai baru.
Ramlan menambahkan, penyederhanaan parpol bisa dilakukan--selain dengan pembatasan electoral threshold--juga dengan menggabung partai-partai yang memiliki ideologi sama. "Jika sistem politik dengan banyak partai tetap kita pertahankan, padahal ideologinya tak berbeda jauh, maka yang terjadi adalah banyak konflik di pemerintahan maupun di parlemen," ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Padang Saldi Isra berpendapat, sistem pemilu yang baik untuk penguatan pemerintah harus berkorelasi dengan sistem pemerintahan. Karena itu, menurut dia, harus terjadi penyederhanaan jumlah parpol secara lebih adil.
Saldi menilai, saat ini masih ada sikap ambivalensi. Di satu sisi ada keinginan menyederhanakan jumlah parpol. Tetapi di sisi lain terbuka peluang pembentukan partai baru. "Sikap mendua seperti ini menjadi faktor penghambat penerapan sistem presidensial," katanya.
Penguatan sistem pemerintahan juga menuntut adanya jarak antara pemilu legislatif dan pemilu presiden, paling tidak selama dua tahun. "Kenapa harus dua tahun? Agar partai-partai cukup waktu untuk melakukan konsolidasi dan juga untuk mengetahui apakah partai-partai yang berhasil menempatkan wakilnya di DPR masih kredibel atau tidak dalam pemilu presiden," kata Saldi.
Dia juga mengatakan agar kualitas DPR menjadi baik, maka kewenangan parpol harus dikurangi dalam menentukan penempatan wakil mereka di parlemen. Dengan kata lain, hanya mereka yang mendapatkan suara terbanyak yang boleh duduk di parlemen. "Dengan demikian, sistem nomor urut dapat dihilangkan," katanya.
Menurut Saldi, penghilangan sistem nomor urut juga dapat mengurangi ketegangan di dalam partai, menghindari kompetisi tidak sehat, dan menghilangkan like and dislike di tubuh partai.
sumber : Suara Karya Online