Administrator
Administrator
Kursi tengah di deretan paling depan di ruang konferensi pers Gedung Putih tak ada yang menduduki. Sitting Buddha, julukan bagi Helen Thomas, rupanya tak hadir hari itu.
Padahal, kursi itu sudah menjadi semacam tempat keramat bagi wartawan lain jika menghadiri konferensi persidangan Presiden AS. Sang legenda Gedung Putih itu telah mengundurkan diri dari dunia jurnalistik dua hari lalu.
Perempuan berusia 89 tahun ini adalah jurnalis kawakan yang menjadi saksi sejarah meliput di Gedung Putih sejak John F Kennedy terpilih jadi presiden. Lahir pada 4 Agustus 1920 di Winchester, Kentucky, AS, Helen menjalani profesi ini selama 67 tahun.
Orang tuanya, Mary dan George Thomas, adalah imigran asal Lebanon. Ia dibesarkan dalam keluarga Katolik Ortodoks di Detroit, Michigan. Ia belajar sastra lnggris di Wayne University dan lulus pada 1942.
Serangan tentara Israel ke armada kapal bantuan kemanusiaan Gaza, rupanya berimbas pada karier panjang Helen. Pada 27 Mei lalu, ia membuat pernyataan bahwa Israel harus segera keluar dari Palestina. “Mereka jelas dijajah, dan itu tanah mereka, Israel harus keluar dari sana,” kecam Helen.
“Mereka bisa kembali ke Jerman, Polandia, AS atau di mana saja,” tambahnya menjawab pertanyaan seseorang mengenal di mana warga Israel harus tinggal. Rupanya, komentar itu direkam dan diunggah di situs.
Banyak pihak mengecamnya, termasuk Gedung Putih. Juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, menyebut komentar Helen sebagai “ofensif dan tercela”. Kontroversi ini membuatnya dicoret dan pengisi ceramah di SMA Walt Whitman di Bethesda, Maryland.
Penulis Craig Crawford, yang bekerja sama dengan Helen saat menulis buku Listen Up Mr. President: Everything You Always Wanted Your President to Know and Do yang diterbitkan tahun lalu, menyatakan tak lagi bersedia bekerja sama dengannya untuk menulis buku lain.
Asosiasi Koresponden Gedung Putih menyatakan, ucapan Helen tak dapat dibela. Bahkan, sebelum ia mengumumkan akan pensiun, sempat ada pembicaraan apakah Helen layak duduk di kursi depan ruang konferensi pers di Sayap Barat.
Helen pun meminta maaf atas ucapannya. “Saya sangat menyesal atas komentar saya pekan lalu tentang Israel dan Palestina. Pernyataan itu tak mencerminkan keyakinan saya bahwa perdamaian akan datang ke Timur Tengah hanya jika semua pihak mengakui perlu saling menghormati dan toleransi. Semoga hari itu segera datang,” demikian pernyataan yang ditulis Helen.
Pernyataan itu menutup karier panjangnya sebagai jurnalis. Ia terakhir bekerja untuk Hearst News Service. Awal kariernya sebagai wartawan dimulai di Washington Daily News, yang kini sudah tak terbit.
Pada 1943, ia bergabung dengan United Press International (UPI) sebagai reporter radio untuk program yang ditujukan bagi perempuan dan dibayar 24 dolar AS.
Pada 1955, Ia meliput berbagai instansi pemerintah, seperti Badan Intelijen Federal (FBI), Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Ia pun didapuk sebagai presiden Women’s National Press Club pada 1959-1960.
Di kalangan sesama jurnalis dan narasumber, Helen dikenal sebagai wartawan yang gigih dan banyak maunya. Helen menjadi satu-satunya wartawan cetak yang mengikuti Presiden Richard Nixon pada perjalanan historisnya ke Cina pada f972. Ia pun mengikuti presiden AS lainnya setelah Nixon, ke berbagai belahan dunia, termasuk meliput KTT Ekonomi sejak 1975.
Saking terkenalnya di kalangan narasumber, saat pendiri USA Today, Al Neuharth, mewawancarai pimpinan Kuba, Fidel Castro, Al bertanya apakah perbedaan demokrasi di Kuba dan di AS. Castro menjawab, “Saya tak perlu menjawab pertanyaan Helen Thomas.”
Dua pekan lalu, Helen bertanya kepada Presiden Barack Obama. “Pak Presiden, kapan Anda keluar dari Afghanistan? Mengapa Anda meneruskan aksi pembunuhan dan menyebabkan korban tewas di sana? Apa alasan sebenarnya? Dan, jangan beri kami alasan Bush (Bushism), "Jika kita tak ke sana, merekalah yang akan kemari,” tanya Helen.
Sumber : Republika
Padahal, kursi itu sudah menjadi semacam tempat keramat bagi wartawan lain jika menghadiri konferensi persidangan Presiden AS. Sang legenda Gedung Putih itu telah mengundurkan diri dari dunia jurnalistik dua hari lalu.
Perempuan berusia 89 tahun ini adalah jurnalis kawakan yang menjadi saksi sejarah meliput di Gedung Putih sejak John F Kennedy terpilih jadi presiden. Lahir pada 4 Agustus 1920 di Winchester, Kentucky, AS, Helen menjalani profesi ini selama 67 tahun.
Orang tuanya, Mary dan George Thomas, adalah imigran asal Lebanon. Ia dibesarkan dalam keluarga Katolik Ortodoks di Detroit, Michigan. Ia belajar sastra lnggris di Wayne University dan lulus pada 1942.
Serangan tentara Israel ke armada kapal bantuan kemanusiaan Gaza, rupanya berimbas pada karier panjang Helen. Pada 27 Mei lalu, ia membuat pernyataan bahwa Israel harus segera keluar dari Palestina. “Mereka jelas dijajah, dan itu tanah mereka, Israel harus keluar dari sana,” kecam Helen.
“Mereka bisa kembali ke Jerman, Polandia, AS atau di mana saja,” tambahnya menjawab pertanyaan seseorang mengenal di mana warga Israel harus tinggal. Rupanya, komentar itu direkam dan diunggah di situs.
Banyak pihak mengecamnya, termasuk Gedung Putih. Juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, menyebut komentar Helen sebagai “ofensif dan tercela”. Kontroversi ini membuatnya dicoret dan pengisi ceramah di SMA Walt Whitman di Bethesda, Maryland.
Penulis Craig Crawford, yang bekerja sama dengan Helen saat menulis buku Listen Up Mr. President: Everything You Always Wanted Your President to Know and Do yang diterbitkan tahun lalu, menyatakan tak lagi bersedia bekerja sama dengannya untuk menulis buku lain.
Asosiasi Koresponden Gedung Putih menyatakan, ucapan Helen tak dapat dibela. Bahkan, sebelum ia mengumumkan akan pensiun, sempat ada pembicaraan apakah Helen layak duduk di kursi depan ruang konferensi pers di Sayap Barat.
Helen pun meminta maaf atas ucapannya. “Saya sangat menyesal atas komentar saya pekan lalu tentang Israel dan Palestina. Pernyataan itu tak mencerminkan keyakinan saya bahwa perdamaian akan datang ke Timur Tengah hanya jika semua pihak mengakui perlu saling menghormati dan toleransi. Semoga hari itu segera datang,” demikian pernyataan yang ditulis Helen.
Pernyataan itu menutup karier panjangnya sebagai jurnalis. Ia terakhir bekerja untuk Hearst News Service. Awal kariernya sebagai wartawan dimulai di Washington Daily News, yang kini sudah tak terbit.
Pada 1943, ia bergabung dengan United Press International (UPI) sebagai reporter radio untuk program yang ditujukan bagi perempuan dan dibayar 24 dolar AS.
Pada 1955, Ia meliput berbagai instansi pemerintah, seperti Badan Intelijen Federal (FBI), Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Ia pun didapuk sebagai presiden Women’s National Press Club pada 1959-1960.
Di kalangan sesama jurnalis dan narasumber, Helen dikenal sebagai wartawan yang gigih dan banyak maunya. Helen menjadi satu-satunya wartawan cetak yang mengikuti Presiden Richard Nixon pada perjalanan historisnya ke Cina pada f972. Ia pun mengikuti presiden AS lainnya setelah Nixon, ke berbagai belahan dunia, termasuk meliput KTT Ekonomi sejak 1975.
Saking terkenalnya di kalangan narasumber, saat pendiri USA Today, Al Neuharth, mewawancarai pimpinan Kuba, Fidel Castro, Al bertanya apakah perbedaan demokrasi di Kuba dan di AS. Castro menjawab, “Saya tak perlu menjawab pertanyaan Helen Thomas.”
Dua pekan lalu, Helen bertanya kepada Presiden Barack Obama. “Pak Presiden, kapan Anda keluar dari Afghanistan? Mengapa Anda meneruskan aksi pembunuhan dan menyebabkan korban tewas di sana? Apa alasan sebenarnya? Dan, jangan beri kami alasan Bush (Bushism), "Jika kita tak ke sana, merekalah yang akan kemari,” tanya Helen.
Sumber : Republika