izma
New member
Aku terbangun mendengar suara gaduh dikamarku, kulihat Rini dan Viona berebutan botol baygon yang sepertinya sudah kadalwarsa. Mataku yang sepertinya masih enggan untuk difungsikan terpaksa melihat kejadian itu seperti melihat anak kecil yang sedang berebutan permen. Aku bingung melihat tingkah mereka, kulihat Viona menangis dan sepertinya sangat menginginkan botol baygon itu, sedang Rini sendiri begitu gigih mempertahankannya. Aku menarik nafas panjang, tidak peduli dengan apa yang terjadi sama mereka, apalagi aku baru mengenal mereka, terutama Viona, walaupun aku seruangan dengannya tapi aku belum mengenalnnya lebih jauh. Aku hanya tahu dia sewaktu dikerjain abis-abisan sama senior gara-gara membawa alat make-up ke Kampus saat orientasi kampus.
Belakangan kutahu kalau ternyata semua itu terjadi karena cinta. Yah itulah yang Viona bilang saat aku mulai akrab dengannya. Aku juga tidak tahu berawal dari mana persahabatan kami. Mungkin karena kami memang tinggal bareng disalah satu rumah kontrakan di Jl. Raya pendidikan hingga memungkinkan semua itu terjadi. Aku salut sekaligus heran dengan dirinya, gadis lugu, polos dan manja itu ternyata begitu bodoh dan gampang terpengaruh, itulah fikiranku saat itu. Tapi sekali lagi Viona bilang itu karena cinta. Cinta yang membuatnya rela melakukan apa pun untuk kekasihnya termasuk minum baygon beberapa waktu lalu.
Aku semakin heran dan saat itu sepertinya menganggap Viona seperti orang strees, tapi karena kekuatan cinta yang ia miliki dalam dirinya membuatku terpaksa mengakuinya bahwa ia adalah wanita yang tegar. Meski aku terus berfikir kalau hal yang dia lakukan itu salah.
Namun aku selalu mencoba menghilangkan fikiran itu tapi cinta yang diagung-agungkan Viona itu sepertinya telah melewati kesadaran manusia untuk berfikir jernih. Cinta itu adalah bagaimana kita menyikapi perasaan yang kita miliki terhadapnya, bukan malah menginginkan hal yang tidak-tidak terhadap orang yang kita sayangi. Menginginkan dia melakukan apa yang kita inginkan mesti itu membahayakan dirinya.
Apa yang dirasakan Viona adalah perasaan yang tidak bisa aku terka, haruskah aku jatuh cinta seperti cinta yang dirasakannya sekarang baru aku tahu arti cinta yang dianutnya. Tapi ternyata tidak karena aku hanya menganggap cinta sebagai sebuah permainan, permainan yang pada awalnya akan terasa seru tapi pada akhirnya hanya akan menimbulkan kebosanan.
Cinta itu menimbulkan kepedihan, meski sebenarnya cinta mampu menyembuhkan kepedihan tapi sebenarnya cinta itu sendiri adalah kepedihan. Viona menatapku aneh saat aku mengatakan hal itu padanya. Aku tahu apa yang dia fikirkan, tapi pasti dia enggan mengatakannya padaku, dia terlalu menjaga perasaanku, maka kujelaskan padannya bahwa aku tidak perlu jatuh cinta seperti dirinya untuk bisa memahami perasaannya. Aku hanya mencoba meyakinkannya bahwa sebenarnnya cinta itu tidak abadi. Aku hanya ingin dia menghargai hidupnya, hanya itu!!!
Kulihat Viona, sepertinya air mata beningnya udah siap membasahi pipinya yang mungil. Fikiranku kembali berfungsi, inilah wanita tahunya hanya menangis, menangis dan menangis, meski sebenarnya aku begitu iba melihatnya.
“Kamu g’ akan pernah bisa ngerti Mey, karena perasaan kita beda. Sampai kapan pun kamu g’ akan pernah bisa ngerti itu! Kamu tahu Mey, dia adalah laki-laki yang paling aku sayang sampai kapan pun. Aku juga tidak tahu mengapa aku begitu menyayanginya, tapi itulah perasaanku Mey, aku tak akan pernah bisa membohongi hatiku.”
Aku tersenyum mendengar penuturan Viona, dalam hati aku membenarkannya. Mungkin memeng aku tak bisa mengerti karena aku memang belum pernah jatuh cinta sepertinya. Jatuh cinta yang memang sengaja aku hindari untuk tidak merasakannya karena aku takut, takut menghadapinya. Sebenarnya bukan aku hanya belum siap merasakannya. Itulah aku, terlalu sulit menghadapi kenyataan tentang cinta yang kebanyakan orang senangi, tapi aku tak memungkiri kalau sebenarnya tiap saat cinta itu datang menghampiri jiwaku tapi aku belum sepenuhnya menerima kehadirannya.
“Mey!!! Viona kembali memanggilku. Kamu belum tahu kan kalau sebenarnya aku yang salah, salah karena telah menduakannya, salah karena telah menghianati cintanya yang begitu tulus, salah karena…”
Viona menggantung ucapannya, sepertinya ia sudah kehabisan kata-kata untuk menguraikan perasaannya. Aku menghela nafas, kembali kupandanginya dan aku tahu dia sedang menangis meski ia menutupi wajahnya.
Aku tersenyum melihat Viona yang menurutku bersifat kekanak-kanakan. Aku tidak tahu kata-kata apalagi yang bisa aku ucapkan untuk menghibur hatinya. Kubiarkan ia menangis selama ia mau, nantinya juga akan berhenti dengan sendirinya.
“Na…sahutku kemudian, Kamu tahu kenapa aku tidak mau jatuh cinta seperti dirimu? itu karena aku tidak mau hidup diatas kungkungan aturan yang berujung, aku tidak mau hidup sia-sia dengan mengharap cinta yang belum pasti milik kita. Na,,,kamu harus tahu cinta itu hanyalah sebuah ilusi, janganlah kamu mau diperbudak olehnya. Berfikirlahlah dari sekarang Na, masa depan kamu belum tentu bersama kekasihmu itu, janganlah engkau memberikan cintamu 100% untuknya, nantinya juga kamu bakalan sakit sendiri jika tidak bersamanya. Bukannya aku menginginkan kamu pisah dengannya…tidak!!! aku malah senang bila nanti kamu bisa bersamanya, tapi aku hanya ingin kamu tidak terlalu berharap lebih, siapa yang bisa mengukur hati seseorang.”
Viona terdiam, aku tidak tahu arti diamnya itu apa, tapi kubiarkan dia bergelayut dalam fikirannya. Aku tidak berharap Viona termakan oleh perkataanku, aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, aku hanya menginginkan agar Viona terbuka sedikit fikirannya. Yah aku tahu, kalau aku juga tidak boleh memfonis cinta Viona aneh, karena sesuai yang dikatakannya bahwa aku tak bisa merasakannya. Bukan tidak bisa merasakannya, tapi belum merasakannya, begitulah lebih tepatnya.
“Sepi bukan berarti hilang, diam bukan berarti marah, jauh bukan berarti putus karena antara kita ada satu ikatan yang tak mudah dilupakan yaitu CINTA. Itulah kata-kata yang diucapkan Doni saat dia pertama kali pergi karena tugas Negara Mey, aku tahu dia begitu mencintaiku, makanya aku merasa sangat bersalah telah menyia-nyiakan cintanya. Mey…lanjut Viona kemudian, sebenarnya aku ingin sepertimu, hidup bebas tanpa aturan, pacaran dengan santai, enjoy menjalani hidup tapi…sayangnya aku hanya menginginkannya tapi tidak bisa menjalaninya. Karena aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, hidupku terasa hambar jika tak ada aturan darinya. Aku juga sadar koq Mey, kalau sebenarnya aku belum memiliki dirinya sepenuhnya, begitu pun dia dan seperti yang kamu bilang cintanya belum pasti untuk aku miliki, tapi apa salahnya berharap. Aku memang terlalu bodoh ya Mey! Tapi itu kan karena cinta!!!
Aku tersenyum mendengar kata-kata Viona, kata-kata cinta itu selalu saja dia jadikan alasan untuk menang. Tapi tak apalah kalau memang itu bisa membuatnya tersenyum, maka tak akan kugubris lagi cinta anehnya. Akan kubiarkan dia tetap bersendawa dengan pemikirannya dan berharap agar nantinya ia tak marasakan adanya kekecewaan dalam hidupnya.
Belakangan kutahu kalau ternyata semua itu terjadi karena cinta. Yah itulah yang Viona bilang saat aku mulai akrab dengannya. Aku juga tidak tahu berawal dari mana persahabatan kami. Mungkin karena kami memang tinggal bareng disalah satu rumah kontrakan di Jl. Raya pendidikan hingga memungkinkan semua itu terjadi. Aku salut sekaligus heran dengan dirinya, gadis lugu, polos dan manja itu ternyata begitu bodoh dan gampang terpengaruh, itulah fikiranku saat itu. Tapi sekali lagi Viona bilang itu karena cinta. Cinta yang membuatnya rela melakukan apa pun untuk kekasihnya termasuk minum baygon beberapa waktu lalu.
Aku semakin heran dan saat itu sepertinya menganggap Viona seperti orang strees, tapi karena kekuatan cinta yang ia miliki dalam dirinya membuatku terpaksa mengakuinya bahwa ia adalah wanita yang tegar. Meski aku terus berfikir kalau hal yang dia lakukan itu salah.
Namun aku selalu mencoba menghilangkan fikiran itu tapi cinta yang diagung-agungkan Viona itu sepertinya telah melewati kesadaran manusia untuk berfikir jernih. Cinta itu adalah bagaimana kita menyikapi perasaan yang kita miliki terhadapnya, bukan malah menginginkan hal yang tidak-tidak terhadap orang yang kita sayangi. Menginginkan dia melakukan apa yang kita inginkan mesti itu membahayakan dirinya.
Apa yang dirasakan Viona adalah perasaan yang tidak bisa aku terka, haruskah aku jatuh cinta seperti cinta yang dirasakannya sekarang baru aku tahu arti cinta yang dianutnya. Tapi ternyata tidak karena aku hanya menganggap cinta sebagai sebuah permainan, permainan yang pada awalnya akan terasa seru tapi pada akhirnya hanya akan menimbulkan kebosanan.
Cinta itu menimbulkan kepedihan, meski sebenarnya cinta mampu menyembuhkan kepedihan tapi sebenarnya cinta itu sendiri adalah kepedihan. Viona menatapku aneh saat aku mengatakan hal itu padanya. Aku tahu apa yang dia fikirkan, tapi pasti dia enggan mengatakannya padaku, dia terlalu menjaga perasaanku, maka kujelaskan padannya bahwa aku tidak perlu jatuh cinta seperti dirinya untuk bisa memahami perasaannya. Aku hanya mencoba meyakinkannya bahwa sebenarnnya cinta itu tidak abadi. Aku hanya ingin dia menghargai hidupnya, hanya itu!!!
Kulihat Viona, sepertinya air mata beningnya udah siap membasahi pipinya yang mungil. Fikiranku kembali berfungsi, inilah wanita tahunya hanya menangis, menangis dan menangis, meski sebenarnya aku begitu iba melihatnya.
“Kamu g’ akan pernah bisa ngerti Mey, karena perasaan kita beda. Sampai kapan pun kamu g’ akan pernah bisa ngerti itu! Kamu tahu Mey, dia adalah laki-laki yang paling aku sayang sampai kapan pun. Aku juga tidak tahu mengapa aku begitu menyayanginya, tapi itulah perasaanku Mey, aku tak akan pernah bisa membohongi hatiku.”
Aku tersenyum mendengar penuturan Viona, dalam hati aku membenarkannya. Mungkin memeng aku tak bisa mengerti karena aku memang belum pernah jatuh cinta sepertinya. Jatuh cinta yang memang sengaja aku hindari untuk tidak merasakannya karena aku takut, takut menghadapinya. Sebenarnya bukan aku hanya belum siap merasakannya. Itulah aku, terlalu sulit menghadapi kenyataan tentang cinta yang kebanyakan orang senangi, tapi aku tak memungkiri kalau sebenarnya tiap saat cinta itu datang menghampiri jiwaku tapi aku belum sepenuhnya menerima kehadirannya.
“Mey!!! Viona kembali memanggilku. Kamu belum tahu kan kalau sebenarnya aku yang salah, salah karena telah menduakannya, salah karena telah menghianati cintanya yang begitu tulus, salah karena…”
Viona menggantung ucapannya, sepertinya ia sudah kehabisan kata-kata untuk menguraikan perasaannya. Aku menghela nafas, kembali kupandanginya dan aku tahu dia sedang menangis meski ia menutupi wajahnya.
Aku tersenyum melihat Viona yang menurutku bersifat kekanak-kanakan. Aku tidak tahu kata-kata apalagi yang bisa aku ucapkan untuk menghibur hatinya. Kubiarkan ia menangis selama ia mau, nantinya juga akan berhenti dengan sendirinya.
“Na…sahutku kemudian, Kamu tahu kenapa aku tidak mau jatuh cinta seperti dirimu? itu karena aku tidak mau hidup diatas kungkungan aturan yang berujung, aku tidak mau hidup sia-sia dengan mengharap cinta yang belum pasti milik kita. Na,,,kamu harus tahu cinta itu hanyalah sebuah ilusi, janganlah kamu mau diperbudak olehnya. Berfikirlahlah dari sekarang Na, masa depan kamu belum tentu bersama kekasihmu itu, janganlah engkau memberikan cintamu 100% untuknya, nantinya juga kamu bakalan sakit sendiri jika tidak bersamanya. Bukannya aku menginginkan kamu pisah dengannya…tidak!!! aku malah senang bila nanti kamu bisa bersamanya, tapi aku hanya ingin kamu tidak terlalu berharap lebih, siapa yang bisa mengukur hati seseorang.”
Viona terdiam, aku tidak tahu arti diamnya itu apa, tapi kubiarkan dia bergelayut dalam fikirannya. Aku tidak berharap Viona termakan oleh perkataanku, aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, aku hanya menginginkan agar Viona terbuka sedikit fikirannya. Yah aku tahu, kalau aku juga tidak boleh memfonis cinta Viona aneh, karena sesuai yang dikatakannya bahwa aku tak bisa merasakannya. Bukan tidak bisa merasakannya, tapi belum merasakannya, begitulah lebih tepatnya.
“Sepi bukan berarti hilang, diam bukan berarti marah, jauh bukan berarti putus karena antara kita ada satu ikatan yang tak mudah dilupakan yaitu CINTA. Itulah kata-kata yang diucapkan Doni saat dia pertama kali pergi karena tugas Negara Mey, aku tahu dia begitu mencintaiku, makanya aku merasa sangat bersalah telah menyia-nyiakan cintanya. Mey…lanjut Viona kemudian, sebenarnya aku ingin sepertimu, hidup bebas tanpa aturan, pacaran dengan santai, enjoy menjalani hidup tapi…sayangnya aku hanya menginginkannya tapi tidak bisa menjalaninya. Karena aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, hidupku terasa hambar jika tak ada aturan darinya. Aku juga sadar koq Mey, kalau sebenarnya aku belum memiliki dirinya sepenuhnya, begitu pun dia dan seperti yang kamu bilang cintanya belum pasti untuk aku miliki, tapi apa salahnya berharap. Aku memang terlalu bodoh ya Mey! Tapi itu kan karena cinta!!!
Aku tersenyum mendengar kata-kata Viona, kata-kata cinta itu selalu saja dia jadikan alasan untuk menang. Tapi tak apalah kalau memang itu bisa membuatnya tersenyum, maka tak akan kugubris lagi cinta anehnya. Akan kubiarkan dia tetap bersendawa dengan pemikirannya dan berharap agar nantinya ia tak marasakan adanya kekecewaan dalam hidupnya.