Dipi76
New member
Dugaan Pencurian
Karena Voucher Rp 10.000, Anak SMP Dibui
Penulis: Riana Afifah | Editor: Hertanto Soebijoto
Senin, 4 April 2011 | 11:51 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang siswa sekolah menengah pertama, Deli Suhandi (14), kini meringkuk di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Dia dituduh mencuri sebuah voucher perdana telepon selular senilai Rp 10.000. Deli dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
"Benar, Deli diancam tujuh tahun penjara karena dituduh mencuri voucher perdana. Tapi sampai sekarang tidak ada barang bukti yang bisa ditunjukkan oleh polisi," ujar kuasa hukum Deli Suhandi, Hendra Supriatna saat konferensi pers di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PHBI) Jakarta, Senin (4/4/2011).
Dia juga menambahkan kliennya sudah ditahan selama tiga minggu sejak hari Senin (11/3/2011) hingga saat ini. Awalnya, Deli ditahan di Polsek Johar Baru selama empat hari dan setelah itu dipindahkan ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
"Sudah sekitar tiga minggu klien saya ditahan. Dia bahkan tidak bisa ikut ujian tengah semester," ujar Hendra.
Menurut Hendra, kasus Deli ini dapat menjadi rujukan tentang adanya kontradiksi penegakan hukum. Padahal berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum, seharusnya asas restoratife justice dijalankan.
Restoratife justice sendiri berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Jika merujuk dari SKB, kasus Deli tidak perlu berujung ke pengadilan. Selain itu, klien saya juga rugi karena dugaan tindakan ini. Dia tidak bisa sekolah dan ujian," ungkap Hendra.
Sampai sejauh ini, tim PHBI Jakarta dan kuasa hukum Deli terus mengusahakan upaya penangguhan penahanan terhadap Deli. Sebelumnya, upaya permohonan ini ditolak oleh Polsek Johar Baru yang mengakibatkan Deli gagal ikut ujian tengah semester.
==============
Dugaan Pencurian
Deli Suhandi Terancam Putus Sekolah
Penulis: Riana Afifah | Editor: Hertanto Soebijoto
Senin, 4 April 2011 | 12:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Deli Suhandi (14), tersangka pencurian voucher kartu perdana senilai Rp 10.000, terancam putus sekolah. Lantaran dugaan pencurian ini, dia kini meringkuk di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur sejak tiga minggu lalu.
"Deli masih kelas dua SMP dan karena ditahan dia tidak bisa ikut ujian. Dengan begini, dia bisa terancam putus sekolah," ujar Kuasa hukum Deli Suhandi, Hendra Supriatna ketika konferensi pers di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, Senin (4/4/2011).
Pihak PBHI dan kuasa hukum Deli sudah sempat mengajukan upaya permohonan penangguhan penahanan ke Polsek Johar Baru, tapi ditolak. Alasan penangguhan diajukan oleh kuasa hukum karena kliennya harus mengikuti ujian tengah semester.
"Kami sudah ajukan permohonan penahanan tapi ditolak. Polisi takut nanti klien saya akan melarikan diri kalau tidak ditahan. Mau melarikan diri ke mana, klien saya itu orang nggak punya dan masih anak sekolah," tutur Hendra.
Dia juga mengatakan, seharusnya kasus Deli diselesaikan secara kekeluargaan mengingat kliennya masih anak-anak. Hal itu juga tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan anak berhadapan dengan hukum yang ditangani oleh enam pimpinan lembaga negara.
"Klien saya masa depannya terancam hanya karena dituduh mencuri voucher sepuluh ribu yang buktinya juga tidak ada. Sedangkan koruptor-koruptor bebas melenggang saja tidak ditahan, padahal statusnya terdakwa dan masih dalam proses peradilan," ujar Hendra.
Deli Suhandi (14), siswa kelas dua SMP Islam Al-Jihad, dituduh mencuri voucher kartu perdana telepon selular senilai Rp 10.000 saat terjadi tawuran antarwarga di kawasan Johar Baru. Polisi menangkapnya pada hari Jumat (11/3/2011), sehari setelah kejadian. Atas dasar tuduhan tersebut, Deli dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sumber: Kompas
-dipi-
Karena Voucher Rp 10.000, Anak SMP Dibui
Penulis: Riana Afifah | Editor: Hertanto Soebijoto
Senin, 4 April 2011 | 11:51 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang siswa sekolah menengah pertama, Deli Suhandi (14), kini meringkuk di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Dia dituduh mencuri sebuah voucher perdana telepon selular senilai Rp 10.000. Deli dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
"Benar, Deli diancam tujuh tahun penjara karena dituduh mencuri voucher perdana. Tapi sampai sekarang tidak ada barang bukti yang bisa ditunjukkan oleh polisi," ujar kuasa hukum Deli Suhandi, Hendra Supriatna saat konferensi pers di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PHBI) Jakarta, Senin (4/4/2011).
Dia juga menambahkan kliennya sudah ditahan selama tiga minggu sejak hari Senin (11/3/2011) hingga saat ini. Awalnya, Deli ditahan di Polsek Johar Baru selama empat hari dan setelah itu dipindahkan ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
"Sudah sekitar tiga minggu klien saya ditahan. Dia bahkan tidak bisa ikut ujian tengah semester," ujar Hendra.
Menurut Hendra, kasus Deli ini dapat menjadi rujukan tentang adanya kontradiksi penegakan hukum. Padahal berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum, seharusnya asas restoratife justice dijalankan.
Restoratife justice sendiri berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Jika merujuk dari SKB, kasus Deli tidak perlu berujung ke pengadilan. Selain itu, klien saya juga rugi karena dugaan tindakan ini. Dia tidak bisa sekolah dan ujian," ungkap Hendra.
Sampai sejauh ini, tim PHBI Jakarta dan kuasa hukum Deli terus mengusahakan upaya penangguhan penahanan terhadap Deli. Sebelumnya, upaya permohonan ini ditolak oleh Polsek Johar Baru yang mengakibatkan Deli gagal ikut ujian tengah semester.
==============
Dugaan Pencurian
Deli Suhandi Terancam Putus Sekolah
Penulis: Riana Afifah | Editor: Hertanto Soebijoto
Senin, 4 April 2011 | 12:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Deli Suhandi (14), tersangka pencurian voucher kartu perdana senilai Rp 10.000, terancam putus sekolah. Lantaran dugaan pencurian ini, dia kini meringkuk di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur sejak tiga minggu lalu.
"Deli masih kelas dua SMP dan karena ditahan dia tidak bisa ikut ujian. Dengan begini, dia bisa terancam putus sekolah," ujar Kuasa hukum Deli Suhandi, Hendra Supriatna ketika konferensi pers di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, Senin (4/4/2011).
Pihak PBHI dan kuasa hukum Deli sudah sempat mengajukan upaya permohonan penangguhan penahanan ke Polsek Johar Baru, tapi ditolak. Alasan penangguhan diajukan oleh kuasa hukum karena kliennya harus mengikuti ujian tengah semester.
"Kami sudah ajukan permohonan penahanan tapi ditolak. Polisi takut nanti klien saya akan melarikan diri kalau tidak ditahan. Mau melarikan diri ke mana, klien saya itu orang nggak punya dan masih anak sekolah," tutur Hendra.
Dia juga mengatakan, seharusnya kasus Deli diselesaikan secara kekeluargaan mengingat kliennya masih anak-anak. Hal itu juga tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan anak berhadapan dengan hukum yang ditangani oleh enam pimpinan lembaga negara.
"Klien saya masa depannya terancam hanya karena dituduh mencuri voucher sepuluh ribu yang buktinya juga tidak ada. Sedangkan koruptor-koruptor bebas melenggang saja tidak ditahan, padahal statusnya terdakwa dan masih dalam proses peradilan," ujar Hendra.
Deli Suhandi (14), siswa kelas dua SMP Islam Al-Jihad, dituduh mencuri voucher kartu perdana telepon selular senilai Rp 10.000 saat terjadi tawuran antarwarga di kawasan Johar Baru. Polisi menangkapnya pada hari Jumat (11/3/2011), sehari setelah kejadian. Atas dasar tuduhan tersebut, Deli dikenakan Pasal 363 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sumber: Kompas
-dipi-