"Berkatalah Sarai kepada Abram :'Engkau tahu, Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu ; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh anak?" [ Kejadian 16:2 ]. "sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya?[ I Petrus 3:6 ].
Nama Sara adalah salah satu yang tercatat dalam deretan pahlawan iman Ibrani 11, bersama dengan Habel, Henokh, Nuh dan yang lainnya. Sara adalah isteri dari Abraham, yang mendapat sebutan bapa orang beriman. Jadi, Alkitab memandang Sara sebagai orang yang beriman.
Tetapi, jika kita melihat kekurangan atau kegagalannya, justru terletak pada imannya kepada Tuhan dan firmanNya. Mari kita lihat bagaimana Alkitab mengungkapkan kelemahan Sara dalam hal imannya. Kejadian 16:2 mencatat, "Berkatalah Sarai kepada Abram: 'Engkau tahu, Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu ; mungkin melalui dialah aku dapat memperoleh anak?". Disini kita lihat dengan jelas, respon Sara terhadap janji Tuhan. Pada pasal-pasal sebelumnya, kepada Abraham telah dijanjikan Tuhan keturunan, yaitu yang berasal dari anak kandungnya. Tentu Abrahampun telah menyampaikan janji Tuhan ini kepada Sara. Dan karena Sara adalah isteri Abraham, maka sudah jelas bahwa anak Abraham yang dijanjikan Tuhan, akan lahir dari rahim Sara. Tetapi setelah berlangsung beberapa tahun, sejak janji Tuhan ini diucapkan dan Sara belum juga mengandung, maka Sara mengucapkan perkataan yang bertentangan sama sekali dengan janji Tuhan. Sara berkata bahwa, "?Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak?". Bukan ini saja, tetapi Sara juga mengusulkan sesuatu dari dirinya sendiri, yang hasilnya adalah Ismael. Setelah peristiwa ini, Tuhan menampakkan DiriNya kepada Abraham dan berkata, "?hiduplah dihadapanKu dengan tidak bercela" [ Kej. 17:1 ]. Usulan-usulan serta cara-cara manusiawi, selalu mendatangkan tegoran Tuhan.
Selanjutnya, kita lihat kembali kelemahan Sara dalam hal imannya, yang tercatat dalam Kejadian 18:13, "Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Abraham: 'Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua?". Kembali kita lihat disini kebimbangan Sara terhadap firmanNya. Tetapi, sekalipun Sara memiliki kekurangan dalam hal iman, Alkitab mencatatnya sebagai pahlawan iman. Mengapa?
Kami melihat kekurangan Sara ini tertutupi oleh kelebihannya. Sara adalah seorang isteri yang taat kepada suaminya, bahkan menamai dia tuannya. Rasul Petrus menjadikan perilaku Sara ini sebagai contoh, agar diikuti oleh para isteri, sebagai anak-anaknya [ I Petrus 3:6 ]. Perilaku Sara yang taat pada suaminya ini, nampaknya membuat identitas suaminya sebagai orang beriman, melekat pada dirinya juga, atau setidaknya diperhitungkan Tuhan menjadi identitas dirinya juga. Sara bukanlah isteri yang memiliki "roh independen", yang memiliki kepribadian atau pelayanan atau apapun juga yang terpisah dari suaminya. Sara sangat "melekat" pada suaminya, sehingga identitas suaminya menjadi identitasnya juga.
Semoga para isteri Kristen memiliki juga "roh Sara" ini. Kita tidak dapat membayangkan suatu keluarga, dimana sang isteri memiliki pelayanan sendiri, memiliki arah hidup tersendiri, bahkan menjadi pemimpin keluarga terpisah dari sang suami. Ini tidak berarti isteri lebih rendah dari suami. Tetapi kita harus tetap mempertahankan fungsi dan peran isteri sebagai penolong.
Nama Sara adalah salah satu yang tercatat dalam deretan pahlawan iman Ibrani 11, bersama dengan Habel, Henokh, Nuh dan yang lainnya. Sara adalah isteri dari Abraham, yang mendapat sebutan bapa orang beriman. Jadi, Alkitab memandang Sara sebagai orang yang beriman.
Tetapi, jika kita melihat kekurangan atau kegagalannya, justru terletak pada imannya kepada Tuhan dan firmanNya. Mari kita lihat bagaimana Alkitab mengungkapkan kelemahan Sara dalam hal imannya. Kejadian 16:2 mencatat, "Berkatalah Sarai kepada Abram: 'Engkau tahu, Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu ; mungkin melalui dialah aku dapat memperoleh anak?". Disini kita lihat dengan jelas, respon Sara terhadap janji Tuhan. Pada pasal-pasal sebelumnya, kepada Abraham telah dijanjikan Tuhan keturunan, yaitu yang berasal dari anak kandungnya. Tentu Abrahampun telah menyampaikan janji Tuhan ini kepada Sara. Dan karena Sara adalah isteri Abraham, maka sudah jelas bahwa anak Abraham yang dijanjikan Tuhan, akan lahir dari rahim Sara. Tetapi setelah berlangsung beberapa tahun, sejak janji Tuhan ini diucapkan dan Sara belum juga mengandung, maka Sara mengucapkan perkataan yang bertentangan sama sekali dengan janji Tuhan. Sara berkata bahwa, "?Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak?". Bukan ini saja, tetapi Sara juga mengusulkan sesuatu dari dirinya sendiri, yang hasilnya adalah Ismael. Setelah peristiwa ini, Tuhan menampakkan DiriNya kepada Abraham dan berkata, "?hiduplah dihadapanKu dengan tidak bercela" [ Kej. 17:1 ]. Usulan-usulan serta cara-cara manusiawi, selalu mendatangkan tegoran Tuhan.
Selanjutnya, kita lihat kembali kelemahan Sara dalam hal imannya, yang tercatat dalam Kejadian 18:13, "Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Abraham: 'Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua?". Kembali kita lihat disini kebimbangan Sara terhadap firmanNya. Tetapi, sekalipun Sara memiliki kekurangan dalam hal iman, Alkitab mencatatnya sebagai pahlawan iman. Mengapa?
Kami melihat kekurangan Sara ini tertutupi oleh kelebihannya. Sara adalah seorang isteri yang taat kepada suaminya, bahkan menamai dia tuannya. Rasul Petrus menjadikan perilaku Sara ini sebagai contoh, agar diikuti oleh para isteri, sebagai anak-anaknya [ I Petrus 3:6 ]. Perilaku Sara yang taat pada suaminya ini, nampaknya membuat identitas suaminya sebagai orang beriman, melekat pada dirinya juga, atau setidaknya diperhitungkan Tuhan menjadi identitas dirinya juga. Sara bukanlah isteri yang memiliki "roh independen", yang memiliki kepribadian atau pelayanan atau apapun juga yang terpisah dari suaminya. Sara sangat "melekat" pada suaminya, sehingga identitas suaminya menjadi identitasnya juga.
Semoga para isteri Kristen memiliki juga "roh Sara" ini. Kita tidak dapat membayangkan suatu keluarga, dimana sang isteri memiliki pelayanan sendiri, memiliki arah hidup tersendiri, bahkan menjadi pemimpin keluarga terpisah dari sang suami. Ini tidak berarti isteri lebih rendah dari suami. Tetapi kita harus tetap mempertahankan fungsi dan peran isteri sebagai penolong.