bukansensasi
New member
Centroone.com - Tak puas dengan penertiban minimarket oleh Satpol PP Kota Surabaya yang mendapat dukungan Komisi A dan C DPRD Surabaya, kini Komisi B kembali bersuara. Komisi yang membidangi masalah perekonomian ini meminta kepada Satpol PP Surabaya untuk menertibkan juga sejumlah pasar tradisional yang tak berizin.
Pasalnya, Komisi B menuding jika penertiban yang dilakukan Satpol PP melanggar Perda tentang Penataan Toko Swalayan, karena minimarket melakukan pelanggaran HO (izin gangguan). Bagi Komisi B, jika penertiban itu karena HO, maka banyak pasar tradisional yang tak ber-HO.
Beberapa kalangan menilai, serangan komisi ini terhadap pasar tradisional justru memicu anggaran jika Komisi B sangat proinvestor dengan modal besar. Khususnya pemilik minimarket. Bahkan ada dugaan, Komisi B sudah ‘masuk angin’.
Ketua Komisi B Mazlan Mansur, menyebabkan jika acuan hukum yang dipakai untuk penertiban minimarket tak berizin adalah Perda 7/2009 tentang IMB dan Perda 4/2010 tentang Izin Gangguan namun bukan Perda 8/2014 tentang pengaturan toko modern, maka banyak pasar tradisional yang terkena imbasnya.
“Surat perintah penertiban itu tak menyebut toko swalayan atau modern. Setahu saya hanya menyebut masalah HO. Jika soal HO maka jangan hanya diberlakukan untuk minimarket saja, harusnya juga yang lain seperti restoran, hotel, dan RHU lainnya,” ucapnya.
Sekretaris Komisi B Eddi Rachmat, meminta Satpol PP tak saja menertibkan minimarket, tapi tempat usaha lain. Tempat usaha lain itu termasuk juga pasar tradisional. Pasalnya ada juga pengelola pasar tradisional yang tak ber-HO mengeluhkan penertiban itu, sementara pasar lain yang juga tak ber-HO, dibiarkan.
“Kita mendukung penertiban yang dilakukan Satpol PP untuk menegakan Perda, tapi jangan tebang pilih. Jangan hanya minimarket yang jadi sorotan, lantas ditertibkan. Sementara tempat usaha lain dengan pelanggaran sama dibiarkan,” ujar Eddi.
Pasalnya, Komisi B menuding jika penertiban yang dilakukan Satpol PP melanggar Perda tentang Penataan Toko Swalayan, karena minimarket melakukan pelanggaran HO (izin gangguan). Bagi Komisi B, jika penertiban itu karena HO, maka banyak pasar tradisional yang tak ber-HO.
Beberapa kalangan menilai, serangan komisi ini terhadap pasar tradisional justru memicu anggaran jika Komisi B sangat proinvestor dengan modal besar. Khususnya pemilik minimarket. Bahkan ada dugaan, Komisi B sudah ‘masuk angin’.
Ketua Komisi B Mazlan Mansur, menyebabkan jika acuan hukum yang dipakai untuk penertiban minimarket tak berizin adalah Perda 7/2009 tentang IMB dan Perda 4/2010 tentang Izin Gangguan namun bukan Perda 8/2014 tentang pengaturan toko modern, maka banyak pasar tradisional yang terkena imbasnya.
“Surat perintah penertiban itu tak menyebut toko swalayan atau modern. Setahu saya hanya menyebut masalah HO. Jika soal HO maka jangan hanya diberlakukan untuk minimarket saja, harusnya juga yang lain seperti restoran, hotel, dan RHU lainnya,” ucapnya.
Sekretaris Komisi B Eddi Rachmat, meminta Satpol PP tak saja menertibkan minimarket, tapi tempat usaha lain. Tempat usaha lain itu termasuk juga pasar tradisional. Pasalnya ada juga pengelola pasar tradisional yang tak ber-HO mengeluhkan penertiban itu, sementara pasar lain yang juga tak ber-HO, dibiarkan.
“Kita mendukung penertiban yang dilakukan Satpol PP untuk menegakan Perda, tapi jangan tebang pilih. Jangan hanya minimarket yang jadi sorotan, lantas ditertibkan. Sementara tempat usaha lain dengan pelanggaran sama dibiarkan,” ujar Eddi.