mozilla_solo1
New member
Kekeliruan orang yang takut mempelajari qadar karena khawatir tergelincir
Syaikh Utsaimin ditanya:
Fadilatus Syaikh ditanya tentang orang yang tidak suka mempelajari aqidah, khususnya masalah qadar karena takut tergelincir
Syaikh Utsaimin ditanya:
Fadilatus Syaikh ditanya tentang orang yang tidak suka mempelajari aqidah, khususnya masalah qadar karena takut tergelincir
Jawaban:
Masalah ini seperti masalah-masalah penting lainnya yang mesti dipahami dengan benar oleh manusia tentang agama dan dunianya, harus dibicarakan dan memohon pertolongan kepada Allah tabaraka wata'ala untuk mempelajari dan mengetahuinya sehingga kebenaran jelas baginya. Karena tidak boleh dia berada dalam keragu-raguan dalam masalah yang penting ini. Adapun masalah-masalah yang tidak begitu penting bagi agamanya seandainya diakhirkan dan tidak khawatir menjadi penyebab terjadinya penyimpangan, maka tidak mengapa mengakhirkannya selama yang lainnya lebih penting dari hal ini. Dan masalah qadar termasuk masalah penting yang wajib diketahui oleh seorang hamba secara sempurna sehingga dia bisa sampai kepada keyakinan dalam masalah ini.
Sebenarnya dalam masalah ini -alhamdulillah- tidak ada hal yang samar. Yang memberatkan dalam mempelajari aqidah bagi kebanyakan orang bahwa mereka amat disayangkan lebih menekankan aspek bagaimana daripada aspek mengapa. Setiap orang akan ditanya tentang amalnya dengan dua kata tanya, mengapa dan bagaimana. Mengapa engkau melakukan ini? Ini adalah ikhlas. Dan Bagaimana engkau melakukan ini? Ini adalah mutaba'ah (mengikuti) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kebanyakan manusia sekarang lebih sibuk dengan jawaban bagaimana dan lalai dari jawaban mengapa. Oleh karena itu engkau banyak menemukan mereka tidak banyak memperhatikan aspek ikhlas sedangkan dalam aspek mutaba'ah (mengikuti Rasul) mereka begitu semangat hingga mendetil. Maka orang-orang sekarang lebih memperhatikan aspek ini dan melalaikan aspek yang lebih penting, yaitu aspek `aqidah, ikhlas, dan tauhid.
Oleh karena itu engkau dapati sebagian manusia dalam perkara-perkara agama banyak menanyakan perkara yang amat ringan sekali sedangkan hatinya tertuju kepada dunia dan lalai dari Allah secara mutlak, baik ketika jual beli, berkendaraan, tempat tinggal, dan berpakaian. Bahkan terkadang sebagian orang menjadi hamba bagi dunia tanpa disadarinya, terkadang dia menyekutukan Allah di dunia tanpa disadari, karena -amat disayangkan- dia tidak mementingkan aspek tauhid dan aspek aqidah. Hal seperti ini tidak hanya terjadi di kalangan orang awam saja , tetapi juga di kalangan sebagian penuntut ilmu, dan ini berbahaya.
Sebagaimana halnya jika hanya memfokuskan kepada aqidah saja tanpa amal yang oleh syari'at dijadikan sebagai pelindung dan hal ini pun, juga salah. Karena kita sering mendengar di radio dan kita membaca di koran memfokuskan bahwa agama ini hanya aqidah yang bersih saja, dan ungkapan lainnya yang senada dengan itu. Sebenarnya hal ini dikhawatirkan akan menjadi pintu yang akan dimasuki oleh orang lain dalam menghalalkan sebagian yang haram dengan alasan bahwa aqidahnya sudah selamat. Tetapi dua hal ini haruslah diperhatikan agar bisa menjawab dengan benar atas pertanyaan kenapa dan bagaimana.
Kesimpulan dari jawaban tersebut bahwa wajib bagi setiap orang untuk mempelajari ilmu tauhid dan aqidah agar dia menjadi orang yang berada di atas bashirah (ilmu) tentang Ilah dan Rabb yang diibadahinya azza wa jalla, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, tentang hukum-hukum kauniyah-Nya (hukum alam), hukum-hukum syari'at-Nya, tentang hikmah-Nya dan rahasia dari syari'at dan ciptaan-Nya sehingga dia tidak menyesatkan dirinya ataupun menyesatkan orang lain.
Ilmu tauhid adalah semulia-mulia ilmu karena kemuliaan materi yang dipelajarinya. Oleh karena itu, para ulama menamakannya dengan sebutan al-Fiq-hul Akbar.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Dia akan membuatnya faham tentang agamanya. (HR. Bukhari Muslim)
Materi awal yang harus dimasuki tentang agama ini adalah ilmu tauhid dan aqidah tetapi wajib pula bagi setiap orang untuk mencari bagaimana mengambil ilmu ini dan dari mana sumber untuk memperolehnya. Maka pertama kali ambillah bagian yang bersih dari ilmu ini dan yang selamat dari berbagai syubhat, kemudian berpindah kepada hal yang kedua yaitu memperhatikan apa yang dijelaskan oleh ilmu ini tentang berbagai kebid'ahan dan syubhat agar dia bisa membantah dan menjelaskannya dari apa yang telah dia ambil dari aqidah yang bersih. Dan hendaklah dia menjadikan sumber pengambilan tentang masalah ini dari Kitabullah dan Sunnah- Rasul-Nya, kemudian dari ucapan para Sahabat kemudian dari penjelasan para imam setelah mereka dari kalangan Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, kemudian dari apa yang telah dikatakan oleh para ulama yang ilmu dan amanahnya telah terpercaya, khususnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim, semoga rahmat dan keridhaan Allah tercurah kepada keduanya dan kepada seluruh kaum muslimin dan imam-imam mereka.
Diambil dari Kitabul Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, edisi terjemah Panduan Lengkap Menuntut Ilmu Penerbit Pustaka Ibnu Katsier
Syaikh Utsaimin ditanya:
Fadilatus Syaikh ditanya tentang orang yang tidak suka mempelajari aqidah, khususnya masalah qadar karena takut tergelincir
Syaikh Utsaimin ditanya:
Fadilatus Syaikh ditanya tentang orang yang tidak suka mempelajari aqidah, khususnya masalah qadar karena takut tergelincir
Jawaban:
Masalah ini seperti masalah-masalah penting lainnya yang mesti dipahami dengan benar oleh manusia tentang agama dan dunianya, harus dibicarakan dan memohon pertolongan kepada Allah tabaraka wata'ala untuk mempelajari dan mengetahuinya sehingga kebenaran jelas baginya. Karena tidak boleh dia berada dalam keragu-raguan dalam masalah yang penting ini. Adapun masalah-masalah yang tidak begitu penting bagi agamanya seandainya diakhirkan dan tidak khawatir menjadi penyebab terjadinya penyimpangan, maka tidak mengapa mengakhirkannya selama yang lainnya lebih penting dari hal ini. Dan masalah qadar termasuk masalah penting yang wajib diketahui oleh seorang hamba secara sempurna sehingga dia bisa sampai kepada keyakinan dalam masalah ini.
Sebenarnya dalam masalah ini -alhamdulillah- tidak ada hal yang samar. Yang memberatkan dalam mempelajari aqidah bagi kebanyakan orang bahwa mereka amat disayangkan lebih menekankan aspek bagaimana daripada aspek mengapa. Setiap orang akan ditanya tentang amalnya dengan dua kata tanya, mengapa dan bagaimana. Mengapa engkau melakukan ini? Ini adalah ikhlas. Dan Bagaimana engkau melakukan ini? Ini adalah mutaba'ah (mengikuti) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kebanyakan manusia sekarang lebih sibuk dengan jawaban bagaimana dan lalai dari jawaban mengapa. Oleh karena itu engkau banyak menemukan mereka tidak banyak memperhatikan aspek ikhlas sedangkan dalam aspek mutaba'ah (mengikuti Rasul) mereka begitu semangat hingga mendetil. Maka orang-orang sekarang lebih memperhatikan aspek ini dan melalaikan aspek yang lebih penting, yaitu aspek `aqidah, ikhlas, dan tauhid.
Oleh karena itu engkau dapati sebagian manusia dalam perkara-perkara agama banyak menanyakan perkara yang amat ringan sekali sedangkan hatinya tertuju kepada dunia dan lalai dari Allah secara mutlak, baik ketika jual beli, berkendaraan, tempat tinggal, dan berpakaian. Bahkan terkadang sebagian orang menjadi hamba bagi dunia tanpa disadarinya, terkadang dia menyekutukan Allah di dunia tanpa disadari, karena -amat disayangkan- dia tidak mementingkan aspek tauhid dan aspek aqidah. Hal seperti ini tidak hanya terjadi di kalangan orang awam saja , tetapi juga di kalangan sebagian penuntut ilmu, dan ini berbahaya.
Sebagaimana halnya jika hanya memfokuskan kepada aqidah saja tanpa amal yang oleh syari'at dijadikan sebagai pelindung dan hal ini pun, juga salah. Karena kita sering mendengar di radio dan kita membaca di koran memfokuskan bahwa agama ini hanya aqidah yang bersih saja, dan ungkapan lainnya yang senada dengan itu. Sebenarnya hal ini dikhawatirkan akan menjadi pintu yang akan dimasuki oleh orang lain dalam menghalalkan sebagian yang haram dengan alasan bahwa aqidahnya sudah selamat. Tetapi dua hal ini haruslah diperhatikan agar bisa menjawab dengan benar atas pertanyaan kenapa dan bagaimana.
Kesimpulan dari jawaban tersebut bahwa wajib bagi setiap orang untuk mempelajari ilmu tauhid dan aqidah agar dia menjadi orang yang berada di atas bashirah (ilmu) tentang Ilah dan Rabb yang diibadahinya azza wa jalla, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, tentang hukum-hukum kauniyah-Nya (hukum alam), hukum-hukum syari'at-Nya, tentang hikmah-Nya dan rahasia dari syari'at dan ciptaan-Nya sehingga dia tidak menyesatkan dirinya ataupun menyesatkan orang lain.
Ilmu tauhid adalah semulia-mulia ilmu karena kemuliaan materi yang dipelajarinya. Oleh karena itu, para ulama menamakannya dengan sebutan al-Fiq-hul Akbar.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Dia akan membuatnya faham tentang agamanya. (HR. Bukhari Muslim)
Materi awal yang harus dimasuki tentang agama ini adalah ilmu tauhid dan aqidah tetapi wajib pula bagi setiap orang untuk mencari bagaimana mengambil ilmu ini dan dari mana sumber untuk memperolehnya. Maka pertama kali ambillah bagian yang bersih dari ilmu ini dan yang selamat dari berbagai syubhat, kemudian berpindah kepada hal yang kedua yaitu memperhatikan apa yang dijelaskan oleh ilmu ini tentang berbagai kebid'ahan dan syubhat agar dia bisa membantah dan menjelaskannya dari apa yang telah dia ambil dari aqidah yang bersih. Dan hendaklah dia menjadikan sumber pengambilan tentang masalah ini dari Kitabullah dan Sunnah- Rasul-Nya, kemudian dari ucapan para Sahabat kemudian dari penjelasan para imam setelah mereka dari kalangan Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, kemudian dari apa yang telah dikatakan oleh para ulama yang ilmu dan amanahnya telah terpercaya, khususnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim, semoga rahmat dan keridhaan Allah tercurah kepada keduanya dan kepada seluruh kaum muslimin dan imam-imam mereka.
Diambil dari Kitabul Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, edisi terjemah Panduan Lengkap Menuntut Ilmu Penerbit Pustaka Ibnu Katsier