Tarsius adalah binatang unik dan langka, termasuk jenis hewan primata primitif (Prosimii) dari famili Tarsidae yakni jenis primata endemik Indonesia. Sulawesi memiliki luas 187.882 km² dan merupakan pulau terbesar dan terpenting di daerah biogeografi “Wallacea“.
Primata kecil ini sering disebut sebagai monyet terkecil di dunia ini dapat ditemukan di pulau Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Daerah biogeografi Wallacea meliputi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau lain yang berada di antara garis Wallacea di sebelah barat dan garis Lydekker di sebelah timur.
Di dunia, sedikitnya terdapat 9 jenis Tarsius, 2 jenis berada di Filipina sedangkan 7 jenis terdapat di Indonesia, khususnya pulau Sulawesi. Ditinjau dari sejarah geologinya, pulau Sulawesi sangat menarik, karenya diduga di masa lampau pulau ini tidak pernah bersatu dengan daratan manapun.
Jenis Tarsius yang terdapat di Indonesia yang paling dikenal adalah jenis Tarsius Tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu) dan Tarsius Pumilus (Tarsius kerdil, Krabuku kecil atau Pygmy tarsier). Kesemua jenis tarsius ini termasuk binatang langka dan dilindungi.
Keadaan terisolasi dalam kurun waktu yang lama memungkinkan terjadinya evolusi pada berbagai spesies, sehingga pulau Sulawesi mempunyai tingkat endemisitas yang tinggi.
Nama Tarsius diambil berdasarkan ciri fisik tubuhnya yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki yang membuatnya mampu melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya.
Selain itu, Sulawesi merupakan pulau yang memiliki keanekaragaman hayati yang beragam, kekayaan ini meliputi keanekaragaman flora dan fauna endemik yang tidak dijumpai di daerah lain di Indonesia. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang.
Adapun tingkat endemisitas yang tinggi terjadi pada kelompok Mamalia. Dari 127 jenis hewan menyusui yang terdapat di Sulawesi, 61% di antaranya bersifat endemik. Adapun tingkat endemisitas yang tinggi terjadi pada kelompok Mamalia. Dari 127 jenis hewan menyusui yang terdapat di Sulawesi, 61% di antaranya bersifat endemik.
Salah satu spesies endemik yang terdapat di Pulau Sulawesi yaitu tarsius yang setiap spesiesnya tersebar secara endemik di pulau Sulawesi dari Kepulauan Sangihe di sebelah utara, hingga Pulau Selayar. Bahkan Tarsius pumilus atau Pygmy tersier yang merupakan jenis tarsius terkecil hanya memiliki panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram.
Panjang ekornya antara 197-205 milimeter. Karenanya Tarsius disebut sebagai primata mungil. Genus ini berasal dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Tarsius dikenal dengan sebutan binatang hantu, yang hidup nokturnal atau aktif di malam hari, dengan bentuk wajah seperti monyet kecil bermata merah, besar dan bulat yang digunakan untuk melihat pada malam hari.
Ciri-ciri fisik tarsius yang unik lainnya adalah ukuran matanya yang sangat besar. Ukuran mata Tarsius lebih besar ketimbang ukuran otaknya. Tarsius tergolong dalam satwa yang dilindungi berdasarkan berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999.
Ukuran matanya yang besar ini sangat bermanfaat bagi makhluk nokturnal (melakukan aktifitas pada malam hari), sehingga mampu melihat dengan tajam dalam kegelapan malam. Satwa ini termasuk Appendiks II dalamConvention on International Trade in Endangered Species (CITES 2003) dan termasuk vulnerable dalam Red List yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature.
Tarsius juga memiliki kepala yang unik karena mampu berputar hingga 180 derajat ke kanan dan ke kiri seperti burung hantu. Keunikan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN. Babul) terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep Sulawesi Selatan adalah sebagian besar kawasannya merupakan ekosistem hutan bukit kapur (limestone forest) yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi dan endemik.
Telinga satwa langka ini pun mampu digerak-gerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon dengan lompatan hingga sejauh 3 meter.
Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah. Di Indonesia, habitat Tarsius adalah di hutan-hutan Sulawesi, salah satunya di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Di sini wisatawan secara mudah dan teratur bisa menikmati satwa unik di dunia itu. Di kawasan ini, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” dalam bahasa Indonesia. Karena masyarakat setempat melihatnya lebih mirip tikus daripada kera.
Gambar ada di sini gan, gak bisa masukinnya.. hehe..
Primata kecil ini sering disebut sebagai monyet terkecil di dunia ini dapat ditemukan di pulau Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Daerah biogeografi Wallacea meliputi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau lain yang berada di antara garis Wallacea di sebelah barat dan garis Lydekker di sebelah timur.
Di dunia, sedikitnya terdapat 9 jenis Tarsius, 2 jenis berada di Filipina sedangkan 7 jenis terdapat di Indonesia, khususnya pulau Sulawesi. Ditinjau dari sejarah geologinya, pulau Sulawesi sangat menarik, karenya diduga di masa lampau pulau ini tidak pernah bersatu dengan daratan manapun.
Jenis Tarsius yang terdapat di Indonesia yang paling dikenal adalah jenis Tarsius Tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu) dan Tarsius Pumilus (Tarsius kerdil, Krabuku kecil atau Pygmy tarsier). Kesemua jenis tarsius ini termasuk binatang langka dan dilindungi.
Keadaan terisolasi dalam kurun waktu yang lama memungkinkan terjadinya evolusi pada berbagai spesies, sehingga pulau Sulawesi mempunyai tingkat endemisitas yang tinggi.
Nama Tarsius diambil berdasarkan ciri fisik tubuhnya yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki yang membuatnya mampu melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya.
Selain itu, Sulawesi merupakan pulau yang memiliki keanekaragaman hayati yang beragam, kekayaan ini meliputi keanekaragaman flora dan fauna endemik yang tidak dijumpai di daerah lain di Indonesia. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang.
Adapun tingkat endemisitas yang tinggi terjadi pada kelompok Mamalia. Dari 127 jenis hewan menyusui yang terdapat di Sulawesi, 61% di antaranya bersifat endemik. Adapun tingkat endemisitas yang tinggi terjadi pada kelompok Mamalia. Dari 127 jenis hewan menyusui yang terdapat di Sulawesi, 61% di antaranya bersifat endemik.
Salah satu spesies endemik yang terdapat di Pulau Sulawesi yaitu tarsius yang setiap spesiesnya tersebar secara endemik di pulau Sulawesi dari Kepulauan Sangihe di sebelah utara, hingga Pulau Selayar. Bahkan Tarsius pumilus atau Pygmy tersier yang merupakan jenis tarsius terkecil hanya memiliki panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram.
Panjang ekornya antara 197-205 milimeter. Karenanya Tarsius disebut sebagai primata mungil. Genus ini berasal dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Tarsius dikenal dengan sebutan binatang hantu, yang hidup nokturnal atau aktif di malam hari, dengan bentuk wajah seperti monyet kecil bermata merah, besar dan bulat yang digunakan untuk melihat pada malam hari.
Ciri-ciri fisik tarsius yang unik lainnya adalah ukuran matanya yang sangat besar. Ukuran mata Tarsius lebih besar ketimbang ukuran otaknya. Tarsius tergolong dalam satwa yang dilindungi berdasarkan berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999.
Ukuran matanya yang besar ini sangat bermanfaat bagi makhluk nokturnal (melakukan aktifitas pada malam hari), sehingga mampu melihat dengan tajam dalam kegelapan malam. Satwa ini termasuk Appendiks II dalamConvention on International Trade in Endangered Species (CITES 2003) dan termasuk vulnerable dalam Red List yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature.
Tarsius juga memiliki kepala yang unik karena mampu berputar hingga 180 derajat ke kanan dan ke kiri seperti burung hantu. Keunikan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN. Babul) terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep Sulawesi Selatan adalah sebagian besar kawasannya merupakan ekosistem hutan bukit kapur (limestone forest) yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi dan endemik.
Telinga satwa langka ini pun mampu digerak-gerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon dengan lompatan hingga sejauh 3 meter.
Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah. Di Indonesia, habitat Tarsius adalah di hutan-hutan Sulawesi, salah satunya di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Di sini wisatawan secara mudah dan teratur bisa menikmati satwa unik di dunia itu. Di kawasan ini, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” dalam bahasa Indonesia. Karena masyarakat setempat melihatnya lebih mirip tikus daripada kera.
Gambar ada di sini gan, gak bisa masukinnya.. hehe..