zackysetya
New member
Membicarakan masalah korupsi di Indonesia memang tak ada habisnya. Hampir setiap hari pasti ada kasus korupsi. Kasus korupsi ini makin merajalela di berbagai daerah dan tingkatan. Kondisi korupsi di Indonesia masuk dalam kategori kronis dari waktu ke waktu. Menanggapi maraknya kasus korupsi ini, pemerintah berusaha membentuk lembaga pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada tahun 2003. Namun sebenarnya pemberantasan korupsi di Indonesia telah berjalan cukup lama, bahkan nyaris setua umur negara ini. Berbagai upaya represif dilakukan terhadap para pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan korupsi. Sudah tidak terhitung telah berapa banyak pejabat negara yang merasakan getirnya hidup di hotel prodeo. Namun mereka tidak kapok-kapok juga.
Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di negara ini yaitu: (i) Operasi Militer tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak tahun 1987, (v) Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) tahun 1999, dan (vi) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) tahun 2005.
Kebijakan pencegahan juga telah diupayakan oleh pemerintah. Peningkatan transparansi dari penyelenggara negara telah menjadi perhatian pemerintah bahkan sejak tahun 1957. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1957 melalui Kepres No. 48/1957 menetapkan Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi. Salah satu aspek penting dalam peraturan tersebut adalah membentuk suatu unit kerja yang bertugas menilik harta benda setiap orang yang disangka, didakwa atau sepatutnya disangka melakukan korupsi, termasuk harta benda suami, istri, anak atau badan/institusi yang diurus oleh orang tersebut. Pada masa orde baru, lahir Keppres No. 52/1970 tentang Pendaftaran Kekayaan Pribadi Pejabat Negara/Pegawai Negeri/ABRI. Di orde reformasi dengan adanya UU no. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih KKN dibentuklah Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Dalam tugasnya KPKPN berhasil meletakkan landasan yang baik bagi mekanisme pelaporan kekayaan penyelenggara negara secara komprehensif.
Sayangnya, berbagai kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada tersebut tidak membawa Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Praktek korupsi masih saja membudaya dengan kuatnya di berbagai kalangan pejabat. Berdasarkan kondisi dimana Indonesia tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia, tentunya ada beberapa hal yang kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Tidak berjalannya program-program pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini lebih banyak dikarenakan dasar hukum untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam pemberantasan korupsi tidak kuat.
Selain itu ada faktor lain mengapa kebijakan itu gagal. Diantaranya yaitu: program pemberantasan korupsi tidak dilakukan secara sistematis dan terintegrasi, sebagian lembaga yang dibentuk tidak punya mandat atau tidak melakukan program pencegahan, masyarakat mempunyai persepsi bahwa lembaga anti korupsi yang dibentuk berafiliasi kepada golongan/partai tertentu sehingga masyarakat tidak mempercayai keberhasilan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi, lembaga yang dibentuk hanya menjalankan tugas dengan benar pada tahun pertama dan kedua, dan setelah itu menjadi lembaga pemberantas korupsi yang korup dan akhirnya dibubarkan.
Meski program-program pemerintah dalam usaha memberantas korupsi belum bisa membawa kemajuan yang berarti bagi bangsa ini, namun usaha tersebut perlu kita hargai. Pada dasarnya, usaha memberantas korupsi merupakan kerjasama antara pemerintah, aparat publik, dan masyarakat. Dan intinya adalah pada kesadaran diri masing-masing, khususnya aparat publik. Sebab tak ada gunanya membentuk berbagai program dan lembaga pemberantasan korupsi jika orang-orang yang ada di dalamnya pun pada akhirnya melakukan korupsi. Semua akan sia-sia saja. Hingga saat ini, KPK yang menjadi harapan masyarakat agar menjadi lembaga pemberantas korupsi yang bersih dan jujur pun mulai carut marut. Dalam berbagai kasus belakangan ini, KPK terkesan lambat sehingga korupsi masih saja merajalela. Entah kapan negara tercinta ini bisa bebas dari korupsi. Atau setidaknya menjadi negara dengan tingkat korupsi yang rendah.
Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di negara ini yaitu: (i) Operasi Militer tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak tahun 1987, (v) Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) tahun 1999, dan (vi) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) tahun 2005.
Kebijakan pencegahan juga telah diupayakan oleh pemerintah. Peningkatan transparansi dari penyelenggara negara telah menjadi perhatian pemerintah bahkan sejak tahun 1957. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1957 melalui Kepres No. 48/1957 menetapkan Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi. Salah satu aspek penting dalam peraturan tersebut adalah membentuk suatu unit kerja yang bertugas menilik harta benda setiap orang yang disangka, didakwa atau sepatutnya disangka melakukan korupsi, termasuk harta benda suami, istri, anak atau badan/institusi yang diurus oleh orang tersebut. Pada masa orde baru, lahir Keppres No. 52/1970 tentang Pendaftaran Kekayaan Pribadi Pejabat Negara/Pegawai Negeri/ABRI. Di orde reformasi dengan adanya UU no. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih KKN dibentuklah Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Dalam tugasnya KPKPN berhasil meletakkan landasan yang baik bagi mekanisme pelaporan kekayaan penyelenggara negara secara komprehensif.
Sayangnya, berbagai kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada tersebut tidak membawa Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Praktek korupsi masih saja membudaya dengan kuatnya di berbagai kalangan pejabat. Berdasarkan kondisi dimana Indonesia tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia, tentunya ada beberapa hal yang kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Tidak berjalannya program-program pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini lebih banyak dikarenakan dasar hukum untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam pemberantasan korupsi tidak kuat.
Selain itu ada faktor lain mengapa kebijakan itu gagal. Diantaranya yaitu: program pemberantasan korupsi tidak dilakukan secara sistematis dan terintegrasi, sebagian lembaga yang dibentuk tidak punya mandat atau tidak melakukan program pencegahan, masyarakat mempunyai persepsi bahwa lembaga anti korupsi yang dibentuk berafiliasi kepada golongan/partai tertentu sehingga masyarakat tidak mempercayai keberhasilan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi, lembaga yang dibentuk hanya menjalankan tugas dengan benar pada tahun pertama dan kedua, dan setelah itu menjadi lembaga pemberantas korupsi yang korup dan akhirnya dibubarkan.
Meski program-program pemerintah dalam usaha memberantas korupsi belum bisa membawa kemajuan yang berarti bagi bangsa ini, namun usaha tersebut perlu kita hargai. Pada dasarnya, usaha memberantas korupsi merupakan kerjasama antara pemerintah, aparat publik, dan masyarakat. Dan intinya adalah pada kesadaran diri masing-masing, khususnya aparat publik. Sebab tak ada gunanya membentuk berbagai program dan lembaga pemberantasan korupsi jika orang-orang yang ada di dalamnya pun pada akhirnya melakukan korupsi. Semua akan sia-sia saja. Hingga saat ini, KPK yang menjadi harapan masyarakat agar menjadi lembaga pemberantas korupsi yang bersih dan jujur pun mulai carut marut. Dalam berbagai kasus belakangan ini, KPK terkesan lambat sehingga korupsi masih saja merajalela. Entah kapan negara tercinta ini bisa bebas dari korupsi. Atau setidaknya menjadi negara dengan tingkat korupsi yang rendah.