Dipi76
New member
Siswa SMAN 6 Diliburkan, Ujian Tertunda
Tri Wahono | Selasa, 20 September 2011 | 00:19 WIB
Polisi melepaskan tembakan peringatan untuk
menghalau siswa SMAN 6 saat berhadapan dengan wartawan
di depan SMAN 6, Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
Kejadian ini bermula saat sejumlah wartawan melakukan
aksi protes berkaitan dengan kasus perampasan kamera video
salah satu wartawan Trans 7 saat meliput tawuran sekolah tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com — Buntut kericuhan antara kelompok siswa SMAN 6 Jakarta Selatan dan wartawan, Senin (19/9/2011) siang, membuat kegiatan belajar-mengajar terganggu. Ujian awal (UWAL) semester gasal yang seharusnya masih berlangsung dua hari terpaksa ditunda. Para siswa pun sementara diserahkan kepada orangtua murid (OTM).
"Yth OTM Kls X, XI, XII mohon pantau putra/putri Ibu/Bapak untuk belajar di rumah tanggal 20 s/d 24 September 2011. Tgl 26/9/2011 masuk untuk UWAL kembali sesuai jadwal tgl 20-21/9/2011. Kasus dengan wartawan sudah ditangani Kapolres Jaksel dan instansi terkait. Mohon para siswa tidak datang ke sekolah s/d tanggal 25/9/2011," demikian pengumuman yang dimuat di situs web resmi SMAN 6 Jakarta.
Kericuhan siang tadi berawal dari kasus penganiayaan wartawan Trans7, Oktaviardi pada Jumat (16/9/2011). Saat itu, Okta dikeroyok siswa SMA lantaran mengambil gambar tawuran di luar areal SMAN 6 Jakarta. Para siswa pun menyita rekaman kaset dari Okta.
Atas tindakan ini, puluhan wartawan menggelar aksi damai memprotes tindakan represif tersebut di depan SMAN 6 Jakarta di wilayah Bulungan, Jakarta Selatan, siang tadi. Saat itu sudah sempat dilakukan mediasi antara perwakilan wartawan serta pihak sekolah dan polisi. Entah siapa yang memulai, ratusan siswa bentrok dengan puluhan wartawan yang ada di lokasi tersebut. Polisi sempat tak bisa melerai sehingga beberapa orang menjadi korban, baik wartawan maupun siswa.
===========
Ini Pemicu Bentrok Versi Siswa SMA 6
Laksono Hari W | Senin, 19 September 2011 | 21:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrok antara wartawan dan pelajar SMA Negeri 6 di Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011), dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan kedua belah pihak. Para siswa menilai wartawan bertindak tanpa etika.
Dalam tulisan di blog pribadinya, siswi kelas XII SMAN 6 Mahakam, Indraswari Pangestu, menuturkan latar belakang kemarahan siswa-siswi SMAN 6 terhadap wartawan yang melakukan aksi damai di sekolah tersebut pada Senin pagi tadi. Ia mengatakan, bentrok itu terjadi karena siswa tak senang melihat seorang yang memanjat gedung sekolah.
"Woi, ngapain lo di sana!" kata Indraswari yang ditulisnya dalam blognya. Mendengar hal itu, kata Indraswari, para guru dan polisi pun meminta agar wartawan tersebut turun dari atas bangunan.
Namun, wartawan itu justru balik mengancam. "Jangan bicara soal etika kepada saya! Awas kamu, saya bisa menuntut!" ujar Indraswari mengutip perkataan wartawan tersebut kepadanya.
Tak hanya itu, Indraswari mengatakan bahwa siswa marah tatkala wartawan mengerumuni siswa yang hendak mengambil sepeda motor dan meninggalkan sekolah. Salah satu siswa terpaksa menjatuhkan kendaraannya dan masuk kembali ke dalam sekolah.
"Setelah itu muncul beberapa kericuhan kecil lagi. Kamera tertuju pada gerbang kami dan meliput kami semua. Banyak dari para wartawan yang memprovokasi para guru," sebut Indraswari.
Kericuhan pun akhirnya berlangsung di hadapan para aparat kepolisian yang berjaga-jaga di tempat tersebut. Tembakan peringatan dari polisi tak dihiraukan. Korban luka berjatuhan dari kedua belah pihak.
Hingga kini Kepolisian Resor Jakarta Selatan masih menyelidiki penyebab kejadian tersebut. Wartawan yang terluka telah melaporkan kasus tersebut kepada Polres Jakarta Selatan. Kepala Polres Jaksel Imam Sugianto mengatakan, pihak SMA Negeri 6 juga berencana melaporkan balik.
===============
Pengeroyokan Wartawan
Guru SMA 6: Jangan Salahkan Kami!
Indra Akuntono | Inggried | Selasa, 20 September 2011 | 09:19 WIB
Sejumlah wartawan terdesak saat bentrok dengan siswa SMAN 6,
di depan SMAN 6, Bulungan , Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
Kejadian ini bermula saat sejumlah wartawan dari media cetak
maupun elektronik melakukan aksi protes berkaitan dengan kasus
perampasan kamera video salah satu wartawan Trans 7.
JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMAN 6 Jakarta, Nani Darmawan, mengatakan, pihaknya tak mau disalahkan terkait aksi pengeroyokan kepada para wartawan yang diduga kuat dilakukan oleh sejumlah siswanya, Senin (19/9/2011) siang, di depan SMAN 6, Jakarta Selatan. Menurut dia, aksi pengeroyokan itu terjadi karena ada pihak yang memicunya.
Nani mengatakan, pemicu yang dimaksudnya bisa berupa kata-kata atau perilaku kurang baik yang diucapkan salah seorang wartawan sehingga memancing emosi para siswanya.
"Tidak mungkin ada pengeroyokan jika tidak ada asap. Barangkali begitu, ada pesan yang penyampaiannya kurang baik, saya rasa itu pemicunya," kata Nani saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/9/2011) malam.
Nani, yang juga Ketua Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) DKI Jakarta ini, mengungkapkan, para siswanya menjadi sangat emosional karena merasa harga dirinya terusik.
"Ada seorang siswa yang saya lihat dari televisi, saya kenal dia bukan anak yang bermasalah. Namun, karena mungkin sudah pada ambang kesabaran, jangan salahkan kami jika kejadian itu terjadi," ujarnya.
Ia juga menilai, setiap terjadi tawuran antara SMA 6 dan SMA 70, pihaknya selalu dituding sebagai pemicunya. "Saya dan kami semua heran, mengapa yang diberitakan selalu sekolah kami, sedangkan sekolah sebelah tidak," katanya.
Pihak sekolah, kata dia, selalu mengingatkan para siswanya agar menjaga nama baik SMAN 6. Namun, diakuinya, hal tersebut tidak serta-merta dapat membendung emosi para siswa.
"Saya tidak bisa menahan emosi anak-anak. Tawuran yang selama ini terjadi dengan sekolah sebelah seperti diatur dan ada buktinya. Isu lain mungkin saja karena ini lokasi bisnis dan mungkin ada kepentingan politik," ujar Nani.
"Tolong jangan mudah menghakimi. Tolong dibalik juga pertanyaannya, mengapa siswa-siswa kami melakukan aksi tersebut. Pekerjaan ya pekerjaan, tetapi bukankah keselamatan diri adalah segalanya," tuturnya.
Peristiwa pengeroyokan yang terjadi pada Senin telah menyebabkan sejumlah wartawan mengalami luka-luka. Aksi kekerasan oleh para siswa sendiri telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Pada hari ini, aktivitas belajar di SMA 6 juga diliburkan selama beberapa hari.
Kompas
-dipi-
Tri Wahono | Selasa, 20 September 2011 | 00:19 WIB
Polisi melepaskan tembakan peringatan untuk
menghalau siswa SMAN 6 saat berhadapan dengan wartawan
di depan SMAN 6, Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
Kejadian ini bermula saat sejumlah wartawan melakukan
aksi protes berkaitan dengan kasus perampasan kamera video
salah satu wartawan Trans 7 saat meliput tawuran sekolah tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com — Buntut kericuhan antara kelompok siswa SMAN 6 Jakarta Selatan dan wartawan, Senin (19/9/2011) siang, membuat kegiatan belajar-mengajar terganggu. Ujian awal (UWAL) semester gasal yang seharusnya masih berlangsung dua hari terpaksa ditunda. Para siswa pun sementara diserahkan kepada orangtua murid (OTM).
"Yth OTM Kls X, XI, XII mohon pantau putra/putri Ibu/Bapak untuk belajar di rumah tanggal 20 s/d 24 September 2011. Tgl 26/9/2011 masuk untuk UWAL kembali sesuai jadwal tgl 20-21/9/2011. Kasus dengan wartawan sudah ditangani Kapolres Jaksel dan instansi terkait. Mohon para siswa tidak datang ke sekolah s/d tanggal 25/9/2011," demikian pengumuman yang dimuat di situs web resmi SMAN 6 Jakarta.
Kericuhan siang tadi berawal dari kasus penganiayaan wartawan Trans7, Oktaviardi pada Jumat (16/9/2011). Saat itu, Okta dikeroyok siswa SMA lantaran mengambil gambar tawuran di luar areal SMAN 6 Jakarta. Para siswa pun menyita rekaman kaset dari Okta.
Atas tindakan ini, puluhan wartawan menggelar aksi damai memprotes tindakan represif tersebut di depan SMAN 6 Jakarta di wilayah Bulungan, Jakarta Selatan, siang tadi. Saat itu sudah sempat dilakukan mediasi antara perwakilan wartawan serta pihak sekolah dan polisi. Entah siapa yang memulai, ratusan siswa bentrok dengan puluhan wartawan yang ada di lokasi tersebut. Polisi sempat tak bisa melerai sehingga beberapa orang menjadi korban, baik wartawan maupun siswa.
===========
Ini Pemicu Bentrok Versi Siswa SMA 6
Laksono Hari W | Senin, 19 September 2011 | 21:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrok antara wartawan dan pelajar SMA Negeri 6 di Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011), dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan kedua belah pihak. Para siswa menilai wartawan bertindak tanpa etika.
Dalam tulisan di blog pribadinya, siswi kelas XII SMAN 6 Mahakam, Indraswari Pangestu, menuturkan latar belakang kemarahan siswa-siswi SMAN 6 terhadap wartawan yang melakukan aksi damai di sekolah tersebut pada Senin pagi tadi. Ia mengatakan, bentrok itu terjadi karena siswa tak senang melihat seorang yang memanjat gedung sekolah.
"Woi, ngapain lo di sana!" kata Indraswari yang ditulisnya dalam blognya. Mendengar hal itu, kata Indraswari, para guru dan polisi pun meminta agar wartawan tersebut turun dari atas bangunan.
Namun, wartawan itu justru balik mengancam. "Jangan bicara soal etika kepada saya! Awas kamu, saya bisa menuntut!" ujar Indraswari mengutip perkataan wartawan tersebut kepadanya.
Tak hanya itu, Indraswari mengatakan bahwa siswa marah tatkala wartawan mengerumuni siswa yang hendak mengambil sepeda motor dan meninggalkan sekolah. Salah satu siswa terpaksa menjatuhkan kendaraannya dan masuk kembali ke dalam sekolah.
"Setelah itu muncul beberapa kericuhan kecil lagi. Kamera tertuju pada gerbang kami dan meliput kami semua. Banyak dari para wartawan yang memprovokasi para guru," sebut Indraswari.
Kericuhan pun akhirnya berlangsung di hadapan para aparat kepolisian yang berjaga-jaga di tempat tersebut. Tembakan peringatan dari polisi tak dihiraukan. Korban luka berjatuhan dari kedua belah pihak.
Hingga kini Kepolisian Resor Jakarta Selatan masih menyelidiki penyebab kejadian tersebut. Wartawan yang terluka telah melaporkan kasus tersebut kepada Polres Jakarta Selatan. Kepala Polres Jaksel Imam Sugianto mengatakan, pihak SMA Negeri 6 juga berencana melaporkan balik.
===============
Pengeroyokan Wartawan
Guru SMA 6: Jangan Salahkan Kami!
Indra Akuntono | Inggried | Selasa, 20 September 2011 | 09:19 WIB
Sejumlah wartawan terdesak saat bentrok dengan siswa SMAN 6,
di depan SMAN 6, Bulungan , Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
Kejadian ini bermula saat sejumlah wartawan dari media cetak
maupun elektronik melakukan aksi protes berkaitan dengan kasus
perampasan kamera video salah satu wartawan Trans 7.
JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMAN 6 Jakarta, Nani Darmawan, mengatakan, pihaknya tak mau disalahkan terkait aksi pengeroyokan kepada para wartawan yang diduga kuat dilakukan oleh sejumlah siswanya, Senin (19/9/2011) siang, di depan SMAN 6, Jakarta Selatan. Menurut dia, aksi pengeroyokan itu terjadi karena ada pihak yang memicunya.
Nani mengatakan, pemicu yang dimaksudnya bisa berupa kata-kata atau perilaku kurang baik yang diucapkan salah seorang wartawan sehingga memancing emosi para siswanya.
"Tidak mungkin ada pengeroyokan jika tidak ada asap. Barangkali begitu, ada pesan yang penyampaiannya kurang baik, saya rasa itu pemicunya," kata Nani saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/9/2011) malam.
Nani, yang juga Ketua Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) DKI Jakarta ini, mengungkapkan, para siswanya menjadi sangat emosional karena merasa harga dirinya terusik.
"Ada seorang siswa yang saya lihat dari televisi, saya kenal dia bukan anak yang bermasalah. Namun, karena mungkin sudah pada ambang kesabaran, jangan salahkan kami jika kejadian itu terjadi," ujarnya.
Ia juga menilai, setiap terjadi tawuran antara SMA 6 dan SMA 70, pihaknya selalu dituding sebagai pemicunya. "Saya dan kami semua heran, mengapa yang diberitakan selalu sekolah kami, sedangkan sekolah sebelah tidak," katanya.
Pihak sekolah, kata dia, selalu mengingatkan para siswanya agar menjaga nama baik SMAN 6. Namun, diakuinya, hal tersebut tidak serta-merta dapat membendung emosi para siswa.
"Saya tidak bisa menahan emosi anak-anak. Tawuran yang selama ini terjadi dengan sekolah sebelah seperti diatur dan ada buktinya. Isu lain mungkin saja karena ini lokasi bisnis dan mungkin ada kepentingan politik," ujar Nani.
"Tolong jangan mudah menghakimi. Tolong dibalik juga pertanyaannya, mengapa siswa-siswa kami melakukan aksi tersebut. Pekerjaan ya pekerjaan, tetapi bukankah keselamatan diri adalah segalanya," tuturnya.
Peristiwa pengeroyokan yang terjadi pada Senin telah menyebabkan sejumlah wartawan mengalami luka-luka. Aksi kekerasan oleh para siswa sendiri telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Pada hari ini, aktivitas belajar di SMA 6 juga diliburkan selama beberapa hari.
Kompas
-dipi-