Kalina
Moderator
Ouattara Ultimatum Gbagbo, Potensi Konflik Membesar
Pantai Gading menghadapi ancaman konflik terbuka setelah jangka waktu yang ditetapkan Alassane Ouattara terhadap Laurent Gbagbo untuk turun dari kursi presiden diabaikan. Oattara telah menetapkan malam tahun baru sebagai batas akhir Gbagbo bisa menduduki kursi presiden negara Afrika Barat itu.
Tekanan terhadap Gbagbo semakin membesar dengan adanya seruan dari organisasi regional Afrika Barat (ECOWAS) agar Gbagbo turun. Presiden Nigera Goodluck Jonathan mengatakan ECOWAS akan segera memutuskan langkah-langkah selanjutnya untuk membantu mencari jalan keluar atas masalah di Pantai Gading.
Presiden Jonathan mengatakan ECOWAS akan memutuskan langkah-langkah untuk dilakukan selanjutnya, sesuai dengan situasi yang berkembang di negara tersebut. ECOWAS sendiri mendapatkan laporan secara berkala dari utusan mereka di negara yang sempat ditimpa perang saudara di awal dekade 2000an.
Gbagbo melakukan klaim secara sepihak kemenangan dirinya di pemilihan umum presiden Pantai Gading bulan lalu. Dirinya telah bersumpah tidak akan menyerah terhadap tekanan yang terus dilakukan Ouattara. Rivalnya ini telah diakui kalangan internasional sebagai pemenang pemilihan umum Pantai Gading yang sesungguhnya.
Dua negara besar, Amerika Serikat dan Inggris juga telah mengatakan inilah saatnya Gbagbo mundur. Jangka waktu bagi Gbagbo untuk mundur yang ditetapkan oleh pihak Ouattara ditetapkan setelah Pejabat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang hak asasi manusia Navi Pillay mengaku telah menerima laporan soal "munculnya" dua kuburan massal di tengah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Jika Gbagbo mundur sebelum tahun baru, dia tidak perlu khawatir. Dia dapat mundur denngan tenang," ujar Perdana Menteri dari pihak Ouattara, Guillaume Soro.
Di lain pihak, Gbagbo mengatakan kepada rakyat di negerinya dia tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada Ouattara. "Kami tidak akan menyerah," cetus Gbagbo seperti disitat AFP pada Minggu (2/1/2011).
![Yi4Lnc1iLf.jpg](http://i.okezone.com/content/2011/01/02/18/409511/Yi4Lnc1iLf.jpg)
Pantai Gading menghadapi ancaman konflik terbuka setelah jangka waktu yang ditetapkan Alassane Ouattara terhadap Laurent Gbagbo untuk turun dari kursi presiden diabaikan. Oattara telah menetapkan malam tahun baru sebagai batas akhir Gbagbo bisa menduduki kursi presiden negara Afrika Barat itu.
Tekanan terhadap Gbagbo semakin membesar dengan adanya seruan dari organisasi regional Afrika Barat (ECOWAS) agar Gbagbo turun. Presiden Nigera Goodluck Jonathan mengatakan ECOWAS akan segera memutuskan langkah-langkah selanjutnya untuk membantu mencari jalan keluar atas masalah di Pantai Gading.
Presiden Jonathan mengatakan ECOWAS akan memutuskan langkah-langkah untuk dilakukan selanjutnya, sesuai dengan situasi yang berkembang di negara tersebut. ECOWAS sendiri mendapatkan laporan secara berkala dari utusan mereka di negara yang sempat ditimpa perang saudara di awal dekade 2000an.
Gbagbo melakukan klaim secara sepihak kemenangan dirinya di pemilihan umum presiden Pantai Gading bulan lalu. Dirinya telah bersumpah tidak akan menyerah terhadap tekanan yang terus dilakukan Ouattara. Rivalnya ini telah diakui kalangan internasional sebagai pemenang pemilihan umum Pantai Gading yang sesungguhnya.
Dua negara besar, Amerika Serikat dan Inggris juga telah mengatakan inilah saatnya Gbagbo mundur. Jangka waktu bagi Gbagbo untuk mundur yang ditetapkan oleh pihak Ouattara ditetapkan setelah Pejabat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang hak asasi manusia Navi Pillay mengaku telah menerima laporan soal "munculnya" dua kuburan massal di tengah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Jika Gbagbo mundur sebelum tahun baru, dia tidak perlu khawatir. Dia dapat mundur denngan tenang," ujar Perdana Menteri dari pihak Ouattara, Guillaume Soro.
Di lain pihak, Gbagbo mengatakan kepada rakyat di negerinya dia tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada Ouattara. "Kami tidak akan menyerah," cetus Gbagbo seperti disitat AFP pada Minggu (2/1/2011).
Last edited by a moderator: