nurcahyo
New member
KESULITAN MENDAPATKAN DAGING HALAL DAN BEJANA SUCI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya seorang pelajar dari Somalia. Saya belajar di negeri Cina. Saya menghadapi banyak masalah dalam soal makanan secara umum dan untuk mendapatkan daging halal secara khusus. Diantara kesulitan-kesulitan itu misalnya.
[1]. Sebelum pergi ke Cina, saya mendengar bahwa hewan-hewan yang disembelih atau lebih tepatnya dibunuh oleh orang-orang kafir, tidak boleh dimakan oleh seorang muslim. Di perguruan tinggi, kami memiliki sebuah restoran kecil khusus bagi kaum muslimin. Di situ juga ada daging. Namun saya sendiri tidak yakin kalau hewan itu disembelih menurut cara yang Islami, saya masih ragu dalam hal ini. Perlu diketahui bahwa teman-teman saya tidak merasa ragu seperti saya dan tetap memakannya. Apakah mereka melakukan yang benar, atau telah melakukan yang haram ?
[2]. Berkaitan dengan tempat makanan atau bejana makanan, tidak ada pembedaan antara tempat makanan kaum muslimin dengan non muslim. Apa yang harus saya lakukan menghadapi segala hal itu ?
Jawaban
Tidak boleh memakan sembelihan orang-orang kafir selain Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani, baik mereka itu Majusi, Paganis, Komunis atau orang – orang kafir lain, dan juga makanan yang bercampur dengan sembelihan mereka kuah dan sejenisnya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memperbolehkan bagi kita memakan makanan orang-orang kafir selain Ahli Kitab, berdasarkan firman Allah.
“Artinya ada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka ….” [Al-Ma’idah : 5]
Makanan mereka, artinya sembelihan mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas dan yang lainnya. Adapun buah-buahan dan sejenisnya, tidak menjadi masalah, karena tidak termasuk katagori makanan yang diharamkan. Sementara makanan kaum muslimin juga halal bagi sesama muslim atau bagi non muslim, karena mereka betul-betul muslim, dalam arti tidak beribadah kepada selain Allah, tidak beribadah kepada para Nabi, para wali, para penghuni kubur dan yang lainnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Adapun tempat makanan seyogyanya kaum muslimin memiliki tempat-tempat makanan sendiri, tidak dipakai bersama orang-orang kafir, karena mereka menggunakannya untuk makanan mereka, untuk minuman keras dan sejenisnya. Kalau tidak ada, juru masak kaum muslimin harus mencuci bejana-bejana yang biasa digunakan oleh orang-orang kafir, baru kemudian digunakan untuk tempat makanan kaum muslimin, berdasarkan riwayat shahih dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum makan dengan menggunakan tempat makanan kaum musyrikin. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Jangan kalian gunakan untuk makan, kecuali bila tidak ada yang lain, cucilah terlebih dahulu, baru gunakan untuk tempat makanan kalian”
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya seorang pelajar dari Somalia. Saya belajar di negeri Cina. Saya menghadapi banyak masalah dalam soal makanan secara umum dan untuk mendapatkan daging halal secara khusus. Diantara kesulitan-kesulitan itu misalnya.
[1]. Sebelum pergi ke Cina, saya mendengar bahwa hewan-hewan yang disembelih atau lebih tepatnya dibunuh oleh orang-orang kafir, tidak boleh dimakan oleh seorang muslim. Di perguruan tinggi, kami memiliki sebuah restoran kecil khusus bagi kaum muslimin. Di situ juga ada daging. Namun saya sendiri tidak yakin kalau hewan itu disembelih menurut cara yang Islami, saya masih ragu dalam hal ini. Perlu diketahui bahwa teman-teman saya tidak merasa ragu seperti saya dan tetap memakannya. Apakah mereka melakukan yang benar, atau telah melakukan yang haram ?
[2]. Berkaitan dengan tempat makanan atau bejana makanan, tidak ada pembedaan antara tempat makanan kaum muslimin dengan non muslim. Apa yang harus saya lakukan menghadapi segala hal itu ?
Jawaban
Tidak boleh memakan sembelihan orang-orang kafir selain Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani, baik mereka itu Majusi, Paganis, Komunis atau orang – orang kafir lain, dan juga makanan yang bercampur dengan sembelihan mereka kuah dan sejenisnya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memperbolehkan bagi kita memakan makanan orang-orang kafir selain Ahli Kitab, berdasarkan firman Allah.
“Artinya ada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka ….” [Al-Ma’idah : 5]
Makanan mereka, artinya sembelihan mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas dan yang lainnya. Adapun buah-buahan dan sejenisnya, tidak menjadi masalah, karena tidak termasuk katagori makanan yang diharamkan. Sementara makanan kaum muslimin juga halal bagi sesama muslim atau bagi non muslim, karena mereka betul-betul muslim, dalam arti tidak beribadah kepada selain Allah, tidak beribadah kepada para Nabi, para wali, para penghuni kubur dan yang lainnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Adapun tempat makanan seyogyanya kaum muslimin memiliki tempat-tempat makanan sendiri, tidak dipakai bersama orang-orang kafir, karena mereka menggunakannya untuk makanan mereka, untuk minuman keras dan sejenisnya. Kalau tidak ada, juru masak kaum muslimin harus mencuci bejana-bejana yang biasa digunakan oleh orang-orang kafir, baru kemudian digunakan untuk tempat makanan kaum muslimin, berdasarkan riwayat shahih dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum makan dengan menggunakan tempat makanan kaum musyrikin. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Jangan kalian gunakan untuk makan, kecuali bila tidak ada yang lain, cucilah terlebih dahulu, baru gunakan untuk tempat makanan kalian”
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Last edited: