Ketika Backpacker Mengemis Demi 'Hidup'

spirit

Mod
1_turis1.jpg

Meningkatnya trend traveling sejalan dengan semakin banyaknya turis backpacker. Fenomena yang terjadi, tak sedikit yang mengemis agar bisa terus traveling.

Adalah 'beg-packers', plesetan dari gabungan kata beggar (pengemis - red) dan backpackers. Secara teknis, beg-packers merujuk pada traveler barat yang bepergian dengan bujet di bawah standar dan berakhir mengemis di destinasi tujuan demi kelangsungan kegiatan traveling. Antara pelit atau nekat.

Dikumpulkan detikTravel dari berbagai sumber, keberadaan para beg-packers ini pun semakin sering dijumpai di sejumlah negara di Asia Tenggara seperti diberitakan media News Australia.

Contohnya seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan Hong Kong, sejumlah negara pelarian para beg-packers. Dengan mata telanjang, para beg-packers ini mudah dijumpai di pusat keramaian kota.

Tidak tanggung-tanggung, mereka pun dengan terang-terangan meminta uang dari masyarakat lokal hingga traveler yang melintas. Ada yang cuma modal kertas bertuliskan spidol, ada juga yang mengamen dengan alat musik listrik.

Tujuannya pun cuma satu, mengumpulkan uang untuk membiayai perjalanan mereka berikutnya. Segala cara pun dihalalkan, termasuk menjual barang hingga mengemis.

Tentunya hal itu menjadi sesuatu yang kontras, mengingat traveling bisa dikategorikan sebagai suatu kegiatan yang mungkin cukup mewah di sejumlah negara berkembang. Namun lain halnya di negara maju.

Padahal, sejumlah negara di Asia Tenggara juga memberlakukan aturan ketat di imigrasi hingga syarat bekerja lewat working visa. Siapa pun yang masuk ke suatu negara sebagai turis, tentu tidak diperbolehkan bekerja atau mencari uang di negara tersebut.

Contohnya seperti di Singapura, salah satu negara yang mulai menjadi tujuan para kaum beg-packers. Liburan ke Singapura, jangan heran kalau Anda melihat turis asing yang mengamen hingga mencari uang dengan menjual kartu pos dan lainnya. Lantas keberadaan mereka juga mengundang reaksi dari masyarakat setempat.

"Ini adalah kali pertama saya melihat hal seperti itu, dan itu membuat saya bingung," ujar masyarakat lokal Singapura, Maisarah Abu Samah pada media France 24 Observers.

Sementara masyarakat lokal sibuk bekerja untuk membeli makanan atau membayar uang sekolah, para kaum beg-packers ini malah mengemis uang agar bisa traveling. Jadi mana yang lebih patut dikasihani?

Tidak hanya di Singapura, Bangkok di Thailand pun menjadi salah satu destinasi favorit para beg-packers. Salah satu pengguna Twitter dengan akun @ImSoloTraveller juga sempat memposting beberapa foto beg-packers yang ia temui di jalanan.

1_turis2.jpg

Namun tidak hanya memposting foto, caption bernada ejekan juga tertulis di bawah fotonya. Katanya kurang lebih seperti ini, turis asing miskin, cuma ada di #Bangkok #Thailand.

Selain mengemis di jalanan, tak sedikit juga para beg-packers yang mencari tambahan pundi-pundi uang dengan mengajar Bahasa Inggris dan menjual karya seni dadakan. Semua dilakukan untuk bertahan hidup dan agar bisa terus traveling.

Menindaklanjuti fenomena yang tengah berkembang itu, Pemerintah Thailand pun menerapkan aturan baru bagi pari wisatawan. Barang siapa tidak dapat menunjukkan jumlah uang minimal (20 ribu Baht atau Rp 7,9 juta) di imigrasi, tidak akan diperbolehkan masuk ke Thailand.

Ya, semoga saja trend serupa tidak terjadi di Indonesia.


sumber
 
Back
Top