spirit
Mod
“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain.” (HR Muslim no. 2865)
Sahabat, tidak bisa disangkal, dalam pergaulan dengan sesama manusia kita sering bertemu dengan orang-orang yang levelnya lebih rendah dari diri kita, baik secara keilmuan, pengalaman, harta benda, bahkan juga secara pemahaman agama, akhirnya kita tergoda untuk merasa diri lebih baik dari yang lain.
Sayangnya, dalam Islam kita tidak dianjurkan untuk merasa diri lebih baik dari yang lainnya, sekalipun nyata-nyata kita memang tampak lebih superior dibanding sesama.
Misalnya… Jelas-jelas sedekah dan wakaf kita jauh lebih besar di antara yang lain, prestasi keilmuan kita jauh lebih tinggi, jam terbang profesional kita jauh lebih banyak, secara fisik kita jauh lebih kuat atau rupawan, tetap saja Allah dan RasulNya menganjurkan kita untuk rendah hati dan tidak merasa diri lebih baik dari siapapun.
Ada beberapa alasan mengenai hal ini, di antaranya:
1. Pernyataan “Aku lebih baik dari dia!” menyerupai pengakuan Iblis yang membuatnya terhina karena kesombongan
Bukankah dahulunya Iblis merupakan salah satu makhluk Allah yang ahli ibadah? Akan tetapi disebabkan keengganannya mengakui Adam sebagai makhluk yang lebih sempurna darinya, Iblis pun melanggar perintah Allah.
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “AKU LEBIH BAIK DARIPADA DIA (Adam): Engkau menciptakan aku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12)
Jelas bahwa merasa lebih baik dari yang lain merupakan salah satu sifat Iblis yang tak pantas untuk ditiru.
2. Kita tidak tahu derajat kemuliaan kita di hadapan Allah
Bisa saja kita merasa diri lebih baik menurut perhitungan kita sendiri, namun ketahuilah bisa jadi di hadapan Allah perhitungan tersebut tidak berlaku.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbuatan kalian.” (HR. Muslim)
Siapa yang mengetahui isi hati dan nilai perbuatan selain Allah? Maka, berhati-hatilah terjebak perasaan lebih baik, lebih shaleh, lebih taqwa, lebih dermawan, karena kita tak benar-benar tahu derajat kemuliaan kita di hadapan Allah.
3. Merasa lebih baik adalah benih ujub, akar kesombongan
Perasaan bahwa diri kita lebih baik dibandingkan yang lain merupakan benih sifat ujub alias bangga diri yang merupakan akar dari kesombongan. Allah telah menegur hamba-hambaNya yang menyatakan diri suci diakibatkan amal ibadah yang mereka lakukan, bahwa sesungguhnya perasaan tersebut tidak diperkenankan.
“Janganlah menyatakan diri kalian suci! Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (HR. Muslim no. 2142)
4. Merasa diri lebih baik berpotensi melalaikan kita dari dosa-dosa dan aib diri sendiri
Ketika kita merasa lebih baik, artinya kita membandingkan diri dengan orang lain dan kemudian merasa ‘aman’ karena menganggap amalan kitalah yang lebih banyak atau dosa kita lebih sedikit.
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592, shahih secara mauquf).
5. Sifat merasa diri lebih baik dan jauh dari tawadhu’ akan membawa akibat buruk kelak di hari kiamat
Qatadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhu’, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.”
Sahabat, sangat mungkin Allah lebih mencintai orang yang amalannya tidak banyak namun ia merasa dirinya hina, dibandingkan seseorang dengan amalan melimpah namun ia merasa dirinya suci.
Mudah-mudahan kita tak menyepelekan perasaan diri sendiri ‘lebih baik’ dari hamba Allah yang lain, karena begitu banyak keburukan di balik perasaan ini. Wallaahualam.
~tabungwakaf.com