Ketika Popularitas membunuh karakter

lala_lulu

New member
Akhir-akhir ini kehidupan pribadi selebritas sepasang kekasih Luna Maya dan Ariel menjadi sorotan tajam media massa dan perbincangan sehari-hari di masyarakat kita. Tampaknya tak ada lagi ruang privasi bagi mereka berdua. Berita tentang keberadaan mereka akan selalu dijadikan topik menarik yang dipresentasikan di media massa dan dunia virtual. Walaupun belum tentu sebagai pelaku kasus yang ditudingkan kepada mereka, dampak sosial yang dihadapi terkesan cukup berat. Ini terlihat dari “ketidaknyamanan” mereka berdua ketika dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan sehubungan dengan kasus yang menimpa mereka. Mereka berusaha menghindar dari sorotan langsung lensa kamera para wartawan media massa.

Kasus yang dikaitkan dengan sepasang kekasih selebritas ini sebenarnya bukanlah hal baru dan satu-satunya yang mencuat di media massa. Kasus ini pernah juga terjadi pada tokoh politik serta selebritas lain di Indonesia. Kasus semacam ini (yakni kasus yang berkaitan dengan perilaku seksual individu atau sepasang kekasih) akan dengan mudah dan cepat sekali

beredar melalui media internet dan media massa. Hal ini antara lain dikarenakan faktor “popularitas” para selebritas dan tokoh. Keterkenalan mereka inilah yang dijadikan “lahan subur” bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Siapakah mereka yang berperan sebagai pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut? Mereka adalah pengedar foto ataupun video perilaku seksual.

Secara logika normal, mereka yang tidak bertanggung jawab ini tentu adalah orang-orang yang berada di luar diri selebritas yang “terintimidasi”.Tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia apabila pelaku sendiri (tokoh atau selebritas terkait) yang sengaja mengedarkan gambar atau video perilaku privasi mereka ke ranah publik. Pihak yang tidak bertanggung jawab ini bisa dikategorikan sebagai pihak “pembunuh karakter”.

Proses pembunuhan karakter berlangsung terhadap individu atau mereka yang “ditampilkan” sebagai pelaku. Bagi para selebritas atau tokoh terkenal di masyarakat, proses pembunuhan karakter ini berdampak pada kehidupan sosial mereka. Secara sosiologis, mereka akan mengalami alienasi, yakni sebuah keterasingan sosial dan keluarga, kelompok sosial, dan komunitas di mana mereka adalah anggota atau bagian dari keluarga, kelompok, dan komunitasnya. Mereka akan berusaha menghindar dari kehidupan dan pergaulan sosial sehari-hari mereka agar tidak terstigma negatif karena kasus ini akan berdampak pada citra diri dan harga diri tokoh atau selebritas. Mereka akan menghindari dengan penggemar fans-nya. Mereka tidak siap dan tidak mau menerima hujatan-hujatan dan fans mereka yang berbalik arah mencemoohkan mereka.

Secara ekonomi, kasus yang mereka alami ini dapat berpengaruh pada memudarnya popularitas dan berkurangnya pendapatan mereka. Hal ini akan berdampak pula pada pendapatan keluarga yang dinafkahi serta teman-teman seprofesi yang terkait dengan produktivitas mereka. Bahkan bisa saja mereka juga menghindar dari pertemuan dengan anggota keluarga dan kerabat dekat mereka,

Biasanya,yang paling terkena dampak negatif dan kasus-kasus semacam ini adalah anggota keluarga terdekat (seperti‘ibu’ orang tua, pasangan hidup, atau anak-anaknya bagi mereka yang sudah menikah dan punya anak). Anggota keluarga terdekat inilah yang akan merasa malu dengan aib yang menimpa keluarga mereka.

Bagi para tokoh dan selebritas, kepopularitasan mereka dibangun atau dikonstruksi dengan proses kerja keras (sebuah achievement) dan memakan waktu yang tidak singkat. Mereka capai popularitas dengan usaha dan proses belajar untuk selalu meningkatkan kemampuan, keahlian, keterampilan, Syarat-syarat untuk mencapai sebuah popularitas mereka penuhi.

Tidak sedikit di antara mereka yang mengalami berbagai pengorbanan (individu maupun keluarga). Kepopuleran mereka ditayangkan media massa sebagai sosialisasi gaya hidup kelas sosial menengah dan atas di masyarakat. Cara berbusana dengan mengenakan merek-merek terkenal, berpenampilan trendi, dan pola rekreasi mereka ditularkan sebagai sebuah “imej kelas” bergengsi. Kehadiran mereka dalam acara-acara terkait dengan pemasaran produksi barang yang didukung oleh sponsor-sponsor perusahaan senantiasa ramai dikunjungi oleh para penggemar. Akhirnya, kepopuleran mereka menjadikan para selebritas ini sebagai tokoh idola penggemarnya yang kebanyakan seusia dengan mereka, berada pada kalangan usia muda, yaitu kalangan usia produktif.

Sebagai tokoh idola, biasanya apa yang dilakukan atau ditampilkan oleh tokoh tersebut akan mudah ditiru oleh pemujanya. Pemuja sering berperan imitasi dari tokoh yang diidolakannya. Secara ideal dan sosiologis, dalam sebuah bangsa, kalangan usia produktif ini adalah tulang punggung negara. Sebagai tulang punggung negara tentu ada harapan bangsa untuk menjadikan kaum muda ini berakhlak mulia, bermonal baik, serta berbudi pekerti santun dan beradab.

Kasus yang sedang heboh akhir-akhir ini sekaligus dapat mengguncang proses sosialisasi kaum muda di Indonesia sebagai golongan usia produktif yang seyogianya beradab. Oleh kanena itu diperlukan kesungguhan pihak kepolisian dan aparat yang berwenang untuk menyelesaikan kasus ini secara hukum agar tidak muncul kasus-kasus serupa di masa yang akan datang.



Sumber : Sindo
 
Back
Top