nurcahyo
New member
KEWAJIBAN DA'I ADALAH BERDAKWAH KEPADA ALLAH WALAUPUN MANUSIA MENCELANYA.
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum orang yang saya dakwahi kepada Allah Azza wa Jalla namun mereka mencela atau memperolok-olok hal tersebut ? Dan apakah boleh saya memutuskan (hubungan) dengan mereka ; karena mereka mengatakan sesungguhnya dakwah anda itu seharusnya untuk keluarga (anda) saja ?
Jawaban.
Sesungguhnya yang wajib atas seorang da'i adalah (tetap) berdakwah walaupun manusia meremehkan atau memperolok-olokannya, karena sesungguhnya rasul paling pertama Nuh 'Alaihi Salam dihina oleh kaumnya, akan tetapi ia mengatakan.
"Artinya : Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)" [Hud : 38]
Dan tidak tersamar lagi semuanya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu ia di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan : "Sesunguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang maukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang" [Al-Muthaffifin : 29-35]
Maka anda wajib mendakwahi mereka walaupun mencela anda, akan tetapi dalam pandangan saya seandainya anda mendakwahi orang seperti mereka satu persatu maka itu akan lebih baik. Artinya anda memegang satu dari mereka secara tersendiri lalu anda mendakwahinya kepada Allah, demikianlah sampai anda memisah-misahkan kesatuan mereka (untuk didakwahi,-pent). Barangkali inilah yang termasuk dalam sikap hikmah.
[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum orang yang saya dakwahi kepada Allah Azza wa Jalla namun mereka mencela atau memperolok-olok hal tersebut ? Dan apakah boleh saya memutuskan (hubungan) dengan mereka ; karena mereka mengatakan sesungguhnya dakwah anda itu seharusnya untuk keluarga (anda) saja ?
Jawaban.
Sesungguhnya yang wajib atas seorang da'i adalah (tetap) berdakwah walaupun manusia meremehkan atau memperolok-olokannya, karena sesungguhnya rasul paling pertama Nuh 'Alaihi Salam dihina oleh kaumnya, akan tetapi ia mengatakan.
"Artinya : Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)" [Hud : 38]
Dan tidak tersamar lagi semuanya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu ia di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan : "Sesunguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang maukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang" [Al-Muthaffifin : 29-35]
Maka anda wajib mendakwahi mereka walaupun mencela anda, akan tetapi dalam pandangan saya seandainya anda mendakwahi orang seperti mereka satu persatu maka itu akan lebih baik. Artinya anda memegang satu dari mereka secara tersendiri lalu anda mendakwahinya kepada Allah, demikianlah sampai anda memisah-misahkan kesatuan mereka (untuk didakwahi,-pent). Barangkali inilah yang termasuk dalam sikap hikmah.
[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]