nurcahyo
New member
Kiai Idris Keberatan Embel-embel NU di Belakang PKNU
Kapanlagi.com - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo KH Idris Marzuqi masih keberatan dengan embel-embel NU di belakang nama Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang sudah telanjur didaftarkan oleh Ketua DPP PKB versi Muktamar Surabaya Choirul Anam pasca kasasi MA.
"Kalau bisa pertemuan di (Ponpes) Langitan besok sudah final, termasuk bagaimana agar huruf NU yang berada di belakang nama PKNU dihilangkan," ujar salah satu anggota ulama khosh itu di Kediri, Jawa Timur, Senin (20/11).
Sejak pertemuan di Ponpes Al Falah Putri, Ploso, Kediri pada 10 November lalu, dia sudah mengingatkan agar tidak membawa-bawa nama NU dalam partai baru nanti, meskipun NU dalam PKNU bukan berarti Nahdlatul Ulama.
"Cobalah keberatan sejumlah pengurus NU baik di pusat maupun di daerah itu kita tampung karena mereka ini yang merumuskan NU untuk tidak berpolitik," ujarnya.
Walau begitu dia sudah sedikit melunak dengan menyetujui pembentukan partai baru asalkan ada kesepakatan dari semua ulama, meskipun dia sendiri meragukan kehadiran partai baru itu akan diterima masyarakat luas.
"Kalau semua sepakat, Insya Allah kami akan total memperjuangkan partai baru ini tanpa harus meninggalkan pondok dan santri," katanya meyakinkan.
Dalam pertemuan di Ploso, Kiai Idris sempat mengungkapkan pernyataan tidak setuju dengan pembentukan partai baru itu karena dinilainya kurang layak jual.
Meski pada akhirnya kiai diarahkan untuk menyetujui pembentukan PKNU dalam pertemuan di Ploso, namun belum ada kesepakatan tertulis secara tegas.
Sehingga para ulama khosh itu membentuk Tim 17 untuk berunding kembali di Ponpes Langitan, Tuban, Selasa (21/11) besok.
Agenda utama pertemuan besok adalah untuk menentukan apakah jadi membentuk partai baru atau tidak. Selain itu dibahas pula apakah tetap menggunakan nama PKNU atau yang lain.
Setelah partai baru lahir, maka ulama khosh akan bermuktamar sekaligus juga membubarkan DPP PKB versi Muktamar Surabaya dengan Ketua Umum Choirul Anam dan Ketua Dewan Syuriah KH Abdurrahman Chudlori.
Kapanlagi.com - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo KH Idris Marzuqi masih keberatan dengan embel-embel NU di belakang nama Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang sudah telanjur didaftarkan oleh Ketua DPP PKB versi Muktamar Surabaya Choirul Anam pasca kasasi MA.
"Kalau bisa pertemuan di (Ponpes) Langitan besok sudah final, termasuk bagaimana agar huruf NU yang berada di belakang nama PKNU dihilangkan," ujar salah satu anggota ulama khosh itu di Kediri, Jawa Timur, Senin (20/11).
Sejak pertemuan di Ponpes Al Falah Putri, Ploso, Kediri pada 10 November lalu, dia sudah mengingatkan agar tidak membawa-bawa nama NU dalam partai baru nanti, meskipun NU dalam PKNU bukan berarti Nahdlatul Ulama.
"Cobalah keberatan sejumlah pengurus NU baik di pusat maupun di daerah itu kita tampung karena mereka ini yang merumuskan NU untuk tidak berpolitik," ujarnya.
Walau begitu dia sudah sedikit melunak dengan menyetujui pembentukan partai baru asalkan ada kesepakatan dari semua ulama, meskipun dia sendiri meragukan kehadiran partai baru itu akan diterima masyarakat luas.
"Kalau semua sepakat, Insya Allah kami akan total memperjuangkan partai baru ini tanpa harus meninggalkan pondok dan santri," katanya meyakinkan.
Dalam pertemuan di Ploso, Kiai Idris sempat mengungkapkan pernyataan tidak setuju dengan pembentukan partai baru itu karena dinilainya kurang layak jual.
Meski pada akhirnya kiai diarahkan untuk menyetujui pembentukan PKNU dalam pertemuan di Ploso, namun belum ada kesepakatan tertulis secara tegas.
Sehingga para ulama khosh itu membentuk Tim 17 untuk berunding kembali di Ponpes Langitan, Tuban, Selasa (21/11) besok.
Agenda utama pertemuan besok adalah untuk menentukan apakah jadi membentuk partai baru atau tidak. Selain itu dibahas pula apakah tetap menggunakan nama PKNU atau yang lain.
Setelah partai baru lahir, maka ulama khosh akan bermuktamar sekaligus juga membubarkan DPP PKB versi Muktamar Surabaya dengan Ketua Umum Choirul Anam dan Ketua Dewan Syuriah KH Abdurrahman Chudlori.