KISAH SEEKOR ANGSA EMAS
Zaman dahulu, ada seorang raja. Namanya Bahuputtaka. Nama ini sesungguhnya berarti “ayah dengan banyak putra”. Ratunya bernama Khema. Keduanya memerintah di Benares. Benares adalah salah satu kota suci di India.
Suatu hari, Ratu Khema, bermimpi tentang angsa emas yang berbicara bagaikan orang bijaksana. Ratu kemudian menyampaikan mimpinya kepada raja dan berkata bahwa dia sangat ingin melihat dan mendengar burung yang demikian indah. Raja selanjutnya meminta banyak keterangan dan disampaikan bahwa burung seperti angsa emas demikian memang ada, tetapi langka dan tidak mudah ditemukan.
Banyak orang menyampaikan kepada raja bahwa akan sangat sulit menemukan jenis angsa ini di kerajaannya. Namun demikian, mereka ada. Maka, raja mengutus banyak pembantunya untuk mencari angsa, yang diperkirakan dekat suatu danau, sangat jauh di suatu tempat.
Mereka juga mengerahkan para pemburu agar mencarinya dan membawanya ke Benares. Banyak orang yang menyarankan kepada raja untuk membuat danau dekat kota sehingga angsa itu akan tertarik, dan akan tinggal di sana.
Pada saat itu, ada banyak angsa yang hidup di Gunung Cittakuta. Rajanya disebut Dhatarattha. Raja angsa Dhatarattha ini seekor burung yang sangat indah, dengan bulu berwarna emas berkilauan. Wah… (Guru bergurau) Dia sedang mengundang masalah!.
Dalam perjalanan waktu, danau yang besar dibuat dekat Benares, dan raja menamakan danau itu Khema, mengikuti nama sang ratu. Pohon-pohon bunga, bunga-bunga, dan berbagai jenis tanaman langka yang cantik ditanam di sekitar danau. Selain itu, bunga teratai, seroja, serta berbagai sayur dan bunga air ditanam di danau itu. Dan setiap hari, banyak orang yang datang dan menyebarkan sedikit jagung serta biji-bijian untuk menarik burung dan sejenisnya.
Kemudian bentara raja, salah satu pembantunya, akan mengumumkan dengan lantang: Raja Benares menyambut semua burung untuk datang dan tinggal dengan damai di danau yang indah ini! Mereka akan dilindungi dari bahaya oleh perintah raja dan orang-orang raja.”
Maka, berita tentang danau ini sampai pada angsa liar di Gunung Cittakuta. Mereka menghadap angsa emas, dan berkata, “Yang mulia! Raja Benares telah membuat danau yang besar dan harum dekat kota. Dia menjamin perlindungan bagi semua burung yang tinggal di sana. Para burung juga akan diberi makan oleh para rimbawan. Mari kita pergi dan lihat tempat macam apa itu. Kita bosan hidup di puncak gunung ini dan harus mencari makanan sendiri.”
Maka, si angsa emas, raja kawanan angsa setuju atas usul mereka. Kemudian dia dan sebagian kawanannya terbang ke arah Benares.
Raja telah memerintahkan para pemburunya untuk mengawasi dengan saksama dari tepi danau. Dia menyuruh mereka segera memasang perangkap bila mereka melihat angsa emas mendekati air. Kepala pemburu mengepung danau dengan orang-orangnya sepanjang siang dan malam, menanti untuk menangkap angsa emas ini.
Suatu subuh dia melihat sekelompok besar angsa dan seekor burung yang lebih besar yang berwarna emas dengan bulu yang berkilauan dalam pancaran cahaya matahari, terbang ke arah danau. Pemburu itu cepat-cepat memasang perangkap di antara bunga teratai dan seroja. Dia tahu bahwa angsa emas, yang menjadi pemimpinnya, akan hinggap terlebih dahulu di air.
Seperti awan putih yang padat, 90.000 angsa melayang turun ke arah danau. Angsa emas menjejak air, dan segera, kakinya terjebak dalam perangkap. Melihat pemimpinnya terperangkap, kawanan angsa terbang berkeliling, membunyikan keadaan bahaya, tetapi tiada yang cukup berani berusaha menyelamatkannya. Mereka naik dan terbang balik ke arah Gunung Cittakuta dengan selamat. Sumukha, kapten kepala angsa ini sendiri tetap bersama rajanya.
Angsa emas kemudian berbalik bertanya kepadanya, dan berkata, “Angsa yang lain telah terbang menjauh, Sumukha! Tanpa ragu, mereka meninggalkan saya. Mengapa engkau menunggu di sini? Pergilah cepat-cepat sementara engkau memiliki kesempatan. Bila tetap di sini, engkau akan ditangkap juga.”
Sumukha, kapten kepala, mungkin pendamping raja angsa, duduk mengapung dengan anggun di air di samping raja, dan menjawab, “Saya tidak akan pernah meninggalkanmu, Angsa Raja. Sekarang bahaya itu makin mendekat, saya akan tetap tinggal, dan baik hidup atau mati di sisimu.”
Saat mereka sedang berbicara, kepala pemburu datang mendekati danau. Sumukha memutuskan untuk berusaha melembutkan hati sang pemburu, dan terbang kepadanya, memohon agar melepaskan angsa emas. Pemburu tertegun oleh keindahan burung emas yang agung, dan bertanya kepadanya, “Seluruh kawanmu telah melarikan diri, angsa mulia. Tidakkah engkau melihat perangkap dari jauh?”
Angsa emas menjawab: “Saat hidup menjelang ajal, dan kematian makin mendekat, tiada guna bergumul melawan takdir; sehingga saya tidak melihat perangkapnya.”
Pemburu sangat terkesan oleh kebijaksanaan angsa emas. Dia bertanya kepada Sumukha, “Dan mengapa engkau juga tetap tinggal di sini? Angsa yang lain sudah tidak terlihat lagi. Engkau bebas, tetapi engkau tetap tinggal di sisi burung mulia ini. Siapakah dia sehingga engkau tidak meninggalkannya sekejap pun?”
Maka, Sumukha menjawab, “ Dia adalah raja saya, sahabat saya, dan kawan saya. Saya tidak akan pernah meninggalkannya walaupun saya mati karenanya.”
Mendengar ini, pemburu berpikir, “Sungguh, ini burung yang berani dan mulia. Bila saya melukai mereka, maka para dewa akan menghukum saya. Apa peduli saya akan penghargaan raja? Saya akan membebaskan mereka.” Dia berkata kepada Sumukha, “Karena engkau siap mati demi persahabatan, maka saya akan membebaskan rajamu. Kemudian pergilah ke mana kalian berdua kehendaki.”
Dengan lembut dia melepaskan kaki angsa emas dari perangkap dan mencuci darahnya dalam air danau yang jernih dan murni. Dia memperbaiki otot dan urat daging yang terpilin, dan dengan ajaib kakinya menjadi utuh kembali. Tiada tanda yang menunjukkan bagian yang terjerat.
Sumukha sangat gembira melihat rajanya bebas, dan berkata kepada si pemburu, “Semoga engkau dan keluargamu selalu hidup makmur, wahai pemburu, karena kemurahanmu melepaskan raja saya!”
Angsa emas bertanya kepada pemburu, “Apakah engkau menangkap saya untuk diri sendiri atau atas perintah orang lain?”
“Atas perintah raja, saya memasang jeratnya, wahai angsa mulia.” Pemburu menceritakan kepada angsa emas kebenarannya, dan bagaimana sang ratu ingin melihat burung yang menakjubkan.
Angsa emas merenung, “Mungkin akan menjadi yang terbaik bila saya pergi ke kota. Sang pemburu akan diberi hadiah, dan Raja Bahuputtaka dikenal sebagai raja yang bijak dan baik. Bila saya menghadapnya atas kehendak saya, dia akan puas dan mungkin memutuskan untuk memberi saya kebebasan atas danau yang indah ini.”
Maka, dia berkata kepada pemburu itu, “Bawalah kami kepada raja. Kami akan berbicara dengannya, dan bila dia berkenan, dia akan membebaskan kami.”
Pemburu berkata, “ Wahai Angsa mulia, raja tidak selalu murah hati. Dia dapat memutuskan untuk menahan kalian berdua sebagai tawanan.”
Tetapi, angsa emas berkata kepadanya, “Saya telah melunakkan hatimu, wahai pemburu. Pastilah saya dapat memperoleh kemurahan hati raja yang agung. Serahkan itu pada saya! Engkau melakukan tugasmu, dan bawalah saya dan Sumukha kepadanya.”
Maka, pemburu membawa kedua burung itu pada galahnya, dan membawa mereka ke istana.
Saat raja dan ratu melihat kedua burung yang bagus sekali, yang satu dengan bulu berkilau emas, dan yang lain seputih salju di puncak gunung, mereka sangatlah bergembira. Raja menempatkan keduanya di dalam sangkar emas, dan dengan tangannya sendiri memberi mereka madu dan biji-bijian yang baik untuk dimakan, dan air manis untuk diminum. Sepanjang malam, raja dan angsa emas berbincang-bincang bersama tentang tugas-tugas raja, dan kebijakan-kebijakan raja.
Angsa emas berkata kepada raja, “Dia yang menunda sampai terlambat melakukan kehendak yang baik, maka akan merosot akhlaknya. Dia akan kehilangan semua pengetahuan dan akan mengalami kehilangan yang besar. Dia yang tidak melihat Kebenaran, maka tidak akan memperoleh kebijaksanaan.
Hargailah anak-anakmu sehingga mereka dapat tumbuh bijaksana dan selalu mengikuti jalan kebajikan.” Demikianlah angsa emas menasihati dan menyemangati raja.
Ketika fajar menyingsing, dia mengucapkan selamat tinggal kepada raja dan ratu, dan bersama Sumukha yang setia, terbang keluar dari jendela bagian utara, dan pergi jauh ke Gunung Cittakuta.
Sekarang, kita akan bertanya-tanya mengapa sebagai angsa, hanya ada dua angsa yang demikian mulia, sedangkan sisanya adalah angsa biasa yang pengecut. Jumlahnya 90.000 dan hanya ada dua yang mulia!
Jadi, dalam kerajaan hewan pun ada banyak perbedaan, tidak hanya dalam umat manusia. Mungkin ini jalan yang seharusnya. Saya tidak tahu mengapa harus seperti itu. Mungkin laju perkembangan dalam setiap makhluk hidup berbeda-beda. Bahkan dalam spesies yang sama juga ada perbedaan.
Ini karena yang satu memilih ke arah atas, ke arah yang lebih mulia; sedangkan yang lain memilih ke arah yang umum, jalan yang mudah, dan jalan yang menuai lebih banyak materi. Mungkin pilihan kitalah yang menentukan apakah kita mulia atau rendah.
Dan bila kita tidak bergumul dengan batin kita sendiri, serta tidak berusaha memperbaiki pemikiran, gagasan, atau tindakan kita, maka kita akan selalu di tingkat yang sama seperti sebelumnya - angsa yang sangat biasa. Kita memiliki ketakutan, kekhawatiran, makanan, mimpi, tindakan, dan kebiasaan seperti orang yang lainnya.
Tidak ada kualitas yang lebih baik dalam diri kita, tidak ada yang meningkat, dan kita tidak lebih dari angsa yang makan rumput dan minum air danau, serta melewatkan kehidupan mereka seperti ini. Hidup mereka juga damai, selaras, bebas dari ketegangan; dan mereka juga nampak baik. Tetapi, mereka tidak memperoleh sesuatu yang lebih, hanya rumput dan air danau saja.
Maka, sekarang kita harus bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita menginginkan kehidupan damai seperti itu. Karena itu, saya sebelumnya pernah menyampaikan agar Anda jangan terlalu bangga akan keluarga Anda yang harmonis, lingkungan Anda yang damai, pencapaian kekayaan Anda, dan keuntungan apa pun yang Anda kira datang kepada diri Anda melalui berkah Guru.
Benar, Guru akan memberkahi kita dengan apa pun yang kita inginkan, tetapi kita sebaiknya tidak puas dengan itu dan merasa bangga akan pencapaian itu, karena ini bukanlah apa-apa! Pupuk yang berbau busuk perlu bagi bunga-bunga, tetapi bunga-bunga lah yang kita inginkan, bukan pupuknya.
Mungkin itulah mengapa angsa emas nampak keemas-emasan, demikian cantik dan bijaksana; dan para angsa yang lain nampak biasa, Anda paham, seperti dalam kisah ini.
Mungkin ini hanya kisah teladan agar kita dapat mengerti rasa kesepian yang dialami seorang raja atau seorang Guru. Mereka seperti berbicara kepada banyak angsa yang bodoh yang tidak memiliki otak atau kecerdasan manusia.
Jadi, apakah kisah ini benar atau tidak, akan tetapi ada pesan Kebenarannya. Kisah ini tidak harus sungguh-sungguh nyata. , atau apa pun sebelumnya. Hanya saja, kisah itu memiliki Kebenarannya. Rasa kesepian dari seorang raja atau seorang Guru atau seorang bijak terlihat jelas dalam kisah ini.
SUMBER
http://suhuair.blogspot.co.id/2016/11/kisah-seekor-angsa-emas.html
Zaman dahulu, ada seorang raja. Namanya Bahuputtaka. Nama ini sesungguhnya berarti “ayah dengan banyak putra”. Ratunya bernama Khema. Keduanya memerintah di Benares. Benares adalah salah satu kota suci di India.
Suatu hari, Ratu Khema, bermimpi tentang angsa emas yang berbicara bagaikan orang bijaksana. Ratu kemudian menyampaikan mimpinya kepada raja dan berkata bahwa dia sangat ingin melihat dan mendengar burung yang demikian indah. Raja selanjutnya meminta banyak keterangan dan disampaikan bahwa burung seperti angsa emas demikian memang ada, tetapi langka dan tidak mudah ditemukan.
Banyak orang menyampaikan kepada raja bahwa akan sangat sulit menemukan jenis angsa ini di kerajaannya. Namun demikian, mereka ada. Maka, raja mengutus banyak pembantunya untuk mencari angsa, yang diperkirakan dekat suatu danau, sangat jauh di suatu tempat.
Mereka juga mengerahkan para pemburu agar mencarinya dan membawanya ke Benares. Banyak orang yang menyarankan kepada raja untuk membuat danau dekat kota sehingga angsa itu akan tertarik, dan akan tinggal di sana.
Pada saat itu, ada banyak angsa yang hidup di Gunung Cittakuta. Rajanya disebut Dhatarattha. Raja angsa Dhatarattha ini seekor burung yang sangat indah, dengan bulu berwarna emas berkilauan. Wah… (Guru bergurau) Dia sedang mengundang masalah!.
Dalam perjalanan waktu, danau yang besar dibuat dekat Benares, dan raja menamakan danau itu Khema, mengikuti nama sang ratu. Pohon-pohon bunga, bunga-bunga, dan berbagai jenis tanaman langka yang cantik ditanam di sekitar danau. Selain itu, bunga teratai, seroja, serta berbagai sayur dan bunga air ditanam di danau itu. Dan setiap hari, banyak orang yang datang dan menyebarkan sedikit jagung serta biji-bijian untuk menarik burung dan sejenisnya.
Kemudian bentara raja, salah satu pembantunya, akan mengumumkan dengan lantang: Raja Benares menyambut semua burung untuk datang dan tinggal dengan damai di danau yang indah ini! Mereka akan dilindungi dari bahaya oleh perintah raja dan orang-orang raja.”
Maka, berita tentang danau ini sampai pada angsa liar di Gunung Cittakuta. Mereka menghadap angsa emas, dan berkata, “Yang mulia! Raja Benares telah membuat danau yang besar dan harum dekat kota. Dia menjamin perlindungan bagi semua burung yang tinggal di sana. Para burung juga akan diberi makan oleh para rimbawan. Mari kita pergi dan lihat tempat macam apa itu. Kita bosan hidup di puncak gunung ini dan harus mencari makanan sendiri.”
Maka, si angsa emas, raja kawanan angsa setuju atas usul mereka. Kemudian dia dan sebagian kawanannya terbang ke arah Benares.
Raja telah memerintahkan para pemburunya untuk mengawasi dengan saksama dari tepi danau. Dia menyuruh mereka segera memasang perangkap bila mereka melihat angsa emas mendekati air. Kepala pemburu mengepung danau dengan orang-orangnya sepanjang siang dan malam, menanti untuk menangkap angsa emas ini.
Suatu subuh dia melihat sekelompok besar angsa dan seekor burung yang lebih besar yang berwarna emas dengan bulu yang berkilauan dalam pancaran cahaya matahari, terbang ke arah danau. Pemburu itu cepat-cepat memasang perangkap di antara bunga teratai dan seroja. Dia tahu bahwa angsa emas, yang menjadi pemimpinnya, akan hinggap terlebih dahulu di air.
Seperti awan putih yang padat, 90.000 angsa melayang turun ke arah danau. Angsa emas menjejak air, dan segera, kakinya terjebak dalam perangkap. Melihat pemimpinnya terperangkap, kawanan angsa terbang berkeliling, membunyikan keadaan bahaya, tetapi tiada yang cukup berani berusaha menyelamatkannya. Mereka naik dan terbang balik ke arah Gunung Cittakuta dengan selamat. Sumukha, kapten kepala angsa ini sendiri tetap bersama rajanya.
Angsa emas kemudian berbalik bertanya kepadanya, dan berkata, “Angsa yang lain telah terbang menjauh, Sumukha! Tanpa ragu, mereka meninggalkan saya. Mengapa engkau menunggu di sini? Pergilah cepat-cepat sementara engkau memiliki kesempatan. Bila tetap di sini, engkau akan ditangkap juga.”
Sumukha, kapten kepala, mungkin pendamping raja angsa, duduk mengapung dengan anggun di air di samping raja, dan menjawab, “Saya tidak akan pernah meninggalkanmu, Angsa Raja. Sekarang bahaya itu makin mendekat, saya akan tetap tinggal, dan baik hidup atau mati di sisimu.”
Saat mereka sedang berbicara, kepala pemburu datang mendekati danau. Sumukha memutuskan untuk berusaha melembutkan hati sang pemburu, dan terbang kepadanya, memohon agar melepaskan angsa emas. Pemburu tertegun oleh keindahan burung emas yang agung, dan bertanya kepadanya, “Seluruh kawanmu telah melarikan diri, angsa mulia. Tidakkah engkau melihat perangkap dari jauh?”
Angsa emas menjawab: “Saat hidup menjelang ajal, dan kematian makin mendekat, tiada guna bergumul melawan takdir; sehingga saya tidak melihat perangkapnya.”
Pemburu sangat terkesan oleh kebijaksanaan angsa emas. Dia bertanya kepada Sumukha, “Dan mengapa engkau juga tetap tinggal di sini? Angsa yang lain sudah tidak terlihat lagi. Engkau bebas, tetapi engkau tetap tinggal di sisi burung mulia ini. Siapakah dia sehingga engkau tidak meninggalkannya sekejap pun?”
Maka, Sumukha menjawab, “ Dia adalah raja saya, sahabat saya, dan kawan saya. Saya tidak akan pernah meninggalkannya walaupun saya mati karenanya.”
Mendengar ini, pemburu berpikir, “Sungguh, ini burung yang berani dan mulia. Bila saya melukai mereka, maka para dewa akan menghukum saya. Apa peduli saya akan penghargaan raja? Saya akan membebaskan mereka.” Dia berkata kepada Sumukha, “Karena engkau siap mati demi persahabatan, maka saya akan membebaskan rajamu. Kemudian pergilah ke mana kalian berdua kehendaki.”
Dengan lembut dia melepaskan kaki angsa emas dari perangkap dan mencuci darahnya dalam air danau yang jernih dan murni. Dia memperbaiki otot dan urat daging yang terpilin, dan dengan ajaib kakinya menjadi utuh kembali. Tiada tanda yang menunjukkan bagian yang terjerat.
Sumukha sangat gembira melihat rajanya bebas, dan berkata kepada si pemburu, “Semoga engkau dan keluargamu selalu hidup makmur, wahai pemburu, karena kemurahanmu melepaskan raja saya!”
Angsa emas bertanya kepada pemburu, “Apakah engkau menangkap saya untuk diri sendiri atau atas perintah orang lain?”
“Atas perintah raja, saya memasang jeratnya, wahai angsa mulia.” Pemburu menceritakan kepada angsa emas kebenarannya, dan bagaimana sang ratu ingin melihat burung yang menakjubkan.
Angsa emas merenung, “Mungkin akan menjadi yang terbaik bila saya pergi ke kota. Sang pemburu akan diberi hadiah, dan Raja Bahuputtaka dikenal sebagai raja yang bijak dan baik. Bila saya menghadapnya atas kehendak saya, dia akan puas dan mungkin memutuskan untuk memberi saya kebebasan atas danau yang indah ini.”
Maka, dia berkata kepada pemburu itu, “Bawalah kami kepada raja. Kami akan berbicara dengannya, dan bila dia berkenan, dia akan membebaskan kami.”
Pemburu berkata, “ Wahai Angsa mulia, raja tidak selalu murah hati. Dia dapat memutuskan untuk menahan kalian berdua sebagai tawanan.”
Tetapi, angsa emas berkata kepadanya, “Saya telah melunakkan hatimu, wahai pemburu. Pastilah saya dapat memperoleh kemurahan hati raja yang agung. Serahkan itu pada saya! Engkau melakukan tugasmu, dan bawalah saya dan Sumukha kepadanya.”
Maka, pemburu membawa kedua burung itu pada galahnya, dan membawa mereka ke istana.
Saat raja dan ratu melihat kedua burung yang bagus sekali, yang satu dengan bulu berkilau emas, dan yang lain seputih salju di puncak gunung, mereka sangatlah bergembira. Raja menempatkan keduanya di dalam sangkar emas, dan dengan tangannya sendiri memberi mereka madu dan biji-bijian yang baik untuk dimakan, dan air manis untuk diminum. Sepanjang malam, raja dan angsa emas berbincang-bincang bersama tentang tugas-tugas raja, dan kebijakan-kebijakan raja.
Angsa emas berkata kepada raja, “Dia yang menunda sampai terlambat melakukan kehendak yang baik, maka akan merosot akhlaknya. Dia akan kehilangan semua pengetahuan dan akan mengalami kehilangan yang besar. Dia yang tidak melihat Kebenaran, maka tidak akan memperoleh kebijaksanaan.
Hargailah anak-anakmu sehingga mereka dapat tumbuh bijaksana dan selalu mengikuti jalan kebajikan.” Demikianlah angsa emas menasihati dan menyemangati raja.
Ketika fajar menyingsing, dia mengucapkan selamat tinggal kepada raja dan ratu, dan bersama Sumukha yang setia, terbang keluar dari jendela bagian utara, dan pergi jauh ke Gunung Cittakuta.
Sekarang, kita akan bertanya-tanya mengapa sebagai angsa, hanya ada dua angsa yang demikian mulia, sedangkan sisanya adalah angsa biasa yang pengecut. Jumlahnya 90.000 dan hanya ada dua yang mulia!
Jadi, dalam kerajaan hewan pun ada banyak perbedaan, tidak hanya dalam umat manusia. Mungkin ini jalan yang seharusnya. Saya tidak tahu mengapa harus seperti itu. Mungkin laju perkembangan dalam setiap makhluk hidup berbeda-beda. Bahkan dalam spesies yang sama juga ada perbedaan.
Ini karena yang satu memilih ke arah atas, ke arah yang lebih mulia; sedangkan yang lain memilih ke arah yang umum, jalan yang mudah, dan jalan yang menuai lebih banyak materi. Mungkin pilihan kitalah yang menentukan apakah kita mulia atau rendah.
Dan bila kita tidak bergumul dengan batin kita sendiri, serta tidak berusaha memperbaiki pemikiran, gagasan, atau tindakan kita, maka kita akan selalu di tingkat yang sama seperti sebelumnya - angsa yang sangat biasa. Kita memiliki ketakutan, kekhawatiran, makanan, mimpi, tindakan, dan kebiasaan seperti orang yang lainnya.
Tidak ada kualitas yang lebih baik dalam diri kita, tidak ada yang meningkat, dan kita tidak lebih dari angsa yang makan rumput dan minum air danau, serta melewatkan kehidupan mereka seperti ini. Hidup mereka juga damai, selaras, bebas dari ketegangan; dan mereka juga nampak baik. Tetapi, mereka tidak memperoleh sesuatu yang lebih, hanya rumput dan air danau saja.
Maka, sekarang kita harus bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita menginginkan kehidupan damai seperti itu. Karena itu, saya sebelumnya pernah menyampaikan agar Anda jangan terlalu bangga akan keluarga Anda yang harmonis, lingkungan Anda yang damai, pencapaian kekayaan Anda, dan keuntungan apa pun yang Anda kira datang kepada diri Anda melalui berkah Guru.
Benar, Guru akan memberkahi kita dengan apa pun yang kita inginkan, tetapi kita sebaiknya tidak puas dengan itu dan merasa bangga akan pencapaian itu, karena ini bukanlah apa-apa! Pupuk yang berbau busuk perlu bagi bunga-bunga, tetapi bunga-bunga lah yang kita inginkan, bukan pupuknya.
Mungkin itulah mengapa angsa emas nampak keemas-emasan, demikian cantik dan bijaksana; dan para angsa yang lain nampak biasa, Anda paham, seperti dalam kisah ini.
Mungkin ini hanya kisah teladan agar kita dapat mengerti rasa kesepian yang dialami seorang raja atau seorang Guru. Mereka seperti berbicara kepada banyak angsa yang bodoh yang tidak memiliki otak atau kecerdasan manusia.
Jadi, apakah kisah ini benar atau tidak, akan tetapi ada pesan Kebenarannya. Kisah ini tidak harus sungguh-sungguh nyata. , atau apa pun sebelumnya. Hanya saja, kisah itu memiliki Kebenarannya. Rasa kesepian dari seorang raja atau seorang Guru atau seorang bijak terlihat jelas dalam kisah ini.
SUMBER
http://suhuair.blogspot.co.id/2016/11/kisah-seekor-angsa-emas.html