nurcahyo
New member
Koalisi Permanen Diusulkan Diatur Dalam UU Parpol
Kapanlagi.com - Revisi paket Undang-undang politik khususnya tentang Partai Politik diusulkan agar juga mengatur soal pembentukan koalisi antarpartai yang bersifat permanen.
"Saya mengusulkan pelaksanaan pemilu presiden mendahului pemilu legislatif, sehingga sudah terjadi koalisi permanen (antarparpol) terlebih dahulu," kata pengamat politik Arbi Sanit dalam perbincangan, di Jakarta, Rabu.
Menurut Arbi, pembentukan koalisi permanen tersebut harus diatur dalam UU paket politik. Aturan mengenai koalisi permanen ini harus ditentukan minimal lebih tinggi dari jumlah suara terbesar.
"Kalau sekarang suara terbesar itu Partai Golkar dengan 20 persen, maka batasannya harus minimal 25 persen sehingga Golkar sendiri ikut dalam koalisi permanen tersebut," katanya.
Koalisi Permanen tersebut, tambah Arbi, karena terbuka dan diketahui masyarakat dan hitam atas putih, maka juga akan diteruskan dalam pemilu legislatif.
Dicontohkan, sebelumnya ada pemberitaan soal adanya kesepakatan yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres M Jusuf Kalla, sebelum maju ke pilpres, namun hal itu sangat tertutup dan masyarakat tidak pernah tahu isinya. Dengan demikian masyarakat tidak pernah tahu apa yang menjadi kewenangan Wapres dan Presiden.
Atas usulan mengenai pembentukan koalisi permanen itu, Alimaskur Musa dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) menyatakan persetujuannya. Namun, tambahnya pembentukan koalisi permanen namun itu harus dilakukan secara tertulis yang terbuka sehingga masyarakat bisa mengetahuinya dengan jelas.
"Dengan demikian masyarakat tahu persis dan hal itu juga bisa mempengaruhi pilihan masyarakat," kata Ali.
Selain masalah koalisi permanen dan electoral threshold untuk parpol, Alimaskur juga mengusulkan harus ada Electoral Threshol untuk parlemen.
"Usulan saya electoral threshold untuk parlemen itu sekurang-kurangnya 1/5 dari jumlah anggota parlemen yang 550 orang untuk bisa membentuk satu fraksi," katanya.
Dengan demikian ada posisi yang kuat, baik itu akan menjadi oposisi atau justru berada sebagai pendukung pemerintah.
Kapanlagi.com - Revisi paket Undang-undang politik khususnya tentang Partai Politik diusulkan agar juga mengatur soal pembentukan koalisi antarpartai yang bersifat permanen.
"Saya mengusulkan pelaksanaan pemilu presiden mendahului pemilu legislatif, sehingga sudah terjadi koalisi permanen (antarparpol) terlebih dahulu," kata pengamat politik Arbi Sanit dalam perbincangan, di Jakarta, Rabu.
Menurut Arbi, pembentukan koalisi permanen tersebut harus diatur dalam UU paket politik. Aturan mengenai koalisi permanen ini harus ditentukan minimal lebih tinggi dari jumlah suara terbesar.
"Kalau sekarang suara terbesar itu Partai Golkar dengan 20 persen, maka batasannya harus minimal 25 persen sehingga Golkar sendiri ikut dalam koalisi permanen tersebut," katanya.
Koalisi Permanen tersebut, tambah Arbi, karena terbuka dan diketahui masyarakat dan hitam atas putih, maka juga akan diteruskan dalam pemilu legislatif.
Dicontohkan, sebelumnya ada pemberitaan soal adanya kesepakatan yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres M Jusuf Kalla, sebelum maju ke pilpres, namun hal itu sangat tertutup dan masyarakat tidak pernah tahu isinya. Dengan demikian masyarakat tidak pernah tahu apa yang menjadi kewenangan Wapres dan Presiden.
Atas usulan mengenai pembentukan koalisi permanen itu, Alimaskur Musa dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) menyatakan persetujuannya. Namun, tambahnya pembentukan koalisi permanen namun itu harus dilakukan secara tertulis yang terbuka sehingga masyarakat bisa mengetahuinya dengan jelas.
"Dengan demikian masyarakat tahu persis dan hal itu juga bisa mempengaruhi pilihan masyarakat," kata Ali.
Selain masalah koalisi permanen dan electoral threshold untuk parpol, Alimaskur juga mengusulkan harus ada Electoral Threshol untuk parlemen.
"Usulan saya electoral threshold untuk parlemen itu sekurang-kurangnya 1/5 dari jumlah anggota parlemen yang 550 orang untuk bisa membentuk satu fraksi," katanya.
Dengan demikian ada posisi yang kuat, baik itu akan menjadi oposisi atau justru berada sebagai pendukung pemerintah.