Kalina
Moderator
Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan untuk segera memberikan sanksi kepada manajemen Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB)
Harapan Kita, Jakarta, terkait insiden meninggalnya
pasien Ayu Tria (9) ketika ruang ICU digunakan untuk
syuting film Love in Paris. Desakan itu disampaikan oleh sejumlah anggota Komisi IX DPR saat Rapat
Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi RSAB Harapan
Kita dan Kementerian Kesehatan di Gedung DPR. "Saya minta pada Pak Dirjen Kemenkes untuk supaya
ada punishment," kata anggota Komisi IX DPR dari
Fraksi PD, Herryanto dalam rapat di ruang rapat
komisi IX DPR RI, Senin (7/1/2013) Desakan juga datang dari anggota Komisi dari Golkar, Poempida Hidayatulloh. Dalam interupsinya dia mengibaratkan RSAB Harapan Kita layaknya seorang supir yang mengemudi dengan baik di sebuah jalan raya, tak mengantuk, dan menyetir dengan benar. Tiba-tiba ada sebuah syuting di pinggir jalan yang menarik perhatiannya, sehingga tak melihat ada seorang warga yang menyeberang. Si penyeberang lalu tertabrak dan mati di tempat. "Siapa yang disalahkan? Yang syuting atau si supir? Yang kena pidana ya supirnya. Memang dia tak sengaja membunuh tapi harus dipidana. Sama dengan kasus Harapan Kita ini. Ini bukan masalah etika dan
kepatutan, bukan malpraktik, namun malmanajemen," ujar Poempida. Poempida mengatakan manajemen RSAB Harapan Kita, telah melaksanakan sesuatu yang fatal dan berpotensi bisa dipidanakan."Di mana-mana tak ada syuting di rumah sakit. Di Amerika, film dengan adegan rumah sakit dilakukan di studio. Di kantinnya sekalipun tak boleh. Karena rumah sakit itu bukan untuk entertainment," ujarnya.
DetikHealth
Harapan Kita, Jakarta, terkait insiden meninggalnya
pasien Ayu Tria (9) ketika ruang ICU digunakan untuk
syuting film Love in Paris. Desakan itu disampaikan oleh sejumlah anggota Komisi IX DPR saat Rapat
Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi RSAB Harapan
Kita dan Kementerian Kesehatan di Gedung DPR. "Saya minta pada Pak Dirjen Kemenkes untuk supaya
ada punishment," kata anggota Komisi IX DPR dari
Fraksi PD, Herryanto dalam rapat di ruang rapat
komisi IX DPR RI, Senin (7/1/2013) Desakan juga datang dari anggota Komisi dari Golkar, Poempida Hidayatulloh. Dalam interupsinya dia mengibaratkan RSAB Harapan Kita layaknya seorang supir yang mengemudi dengan baik di sebuah jalan raya, tak mengantuk, dan menyetir dengan benar. Tiba-tiba ada sebuah syuting di pinggir jalan yang menarik perhatiannya, sehingga tak melihat ada seorang warga yang menyeberang. Si penyeberang lalu tertabrak dan mati di tempat. "Siapa yang disalahkan? Yang syuting atau si supir? Yang kena pidana ya supirnya. Memang dia tak sengaja membunuh tapi harus dipidana. Sama dengan kasus Harapan Kita ini. Ini bukan masalah etika dan
kepatutan, bukan malpraktik, namun malmanajemen," ujar Poempida. Poempida mengatakan manajemen RSAB Harapan Kita, telah melaksanakan sesuatu yang fatal dan berpotensi bisa dipidanakan."Di mana-mana tak ada syuting di rumah sakit. Di Amerika, film dengan adegan rumah sakit dilakukan di studio. Di kantinnya sekalipun tak boleh. Karena rumah sakit itu bukan untuk entertainment," ujarnya.
DetikHealth