Selasa, 15 Januari 2008
www.suaramerdeka.com
Maafkan Soeharto
SM/dok Amien Rais
YOGYAKARTA- Mantan Ketua MPR Amien Rais mendesak pemerintah memberikan maaf kepada mantan presiden Soeharto sebelum meninggal. Pemberian maaf selama yang bersangkutan masih hidup akan lebih bermakna dibandingkan dengan ketika sudah meninggal.
''Saya mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk memberikan maaf pada Pak Harto, khusus pemerintah saya harapkan segera ada pernyataan resmi dan jika tetap ingin melewati koridor hukum sebaiknya buat terobosan istimewa,'' tandas Amin kepada wartawan yang memenuhi rumahnya di Pandeansari, Yogyakarta, Senin (14/1).
Dia mengungkapkan, di samping mempunyai jasa untuk bangsa dan negara, Soeharto memang melakukan kesalahan, kekhilafan dan dosa. Penyelesaian masalah itu bisa melalui pendekatan hukum, namun yang lebih tinggi lagi pendekatan moral-kemanusiaan dan agama.
Menurut Amien kesalahan tak hanya pada dia namun sejatinya 1.000 anggota MPR pada era Orde Baru juga memikul dosa kolektif karena selalu membenarkan, mengiyakan dan menyetujui kemauan Soeharto. Tidak satu pun dari sekian orang tersebut yang berasal dari TNI, Polri, utusan daerah, golongan, bahkan semua pihak tidak ada yang berani mengatakan tidak pada saat itu.
''Hampir semua unsur anak bangsa ikut dalam orkes setuju dan tak berani membantah, mengkritik,'' ujarnya.
Khusus Soeharto
Kendati demikian pada saat kritis seperti sekarang ini, Amien mengajak semua pihak meninggalkan pernik-pernik pertimbangan hukum seperti harus mencabut Tap MPR No 11/1998 agar bisa memaafkan mantan penguasa Indonesia 32 tahun tersebut.
Pemberian maaf hanya berlaku khusus untuk Soeharto dan tidak untuk anak-anak apalagi kroninya. Dia tidak mempersoalkan keluarga yang terkesan arogan dan tak mau minta maaf karena keadilan pasti akan berjalan di muka bumi.Berikut petikan wawancara dengan Amien Rais.
Pantaskah pemberian maaf untuk Soeharto?
Untuk Pak Harto iya, saya tidak bicara anak-anak dan kroni karena itu khusus untuk Pak Harto. Kalau anak-anak dan kroni itu mangga kersa. Saya betul-betul menyadari ini sudah sangat terlambat. Kalau sudah meninggal pernyataan pemberian maaf masih punya nilai tapi tidak seperti ketika masih hidup.
Tapi dia belum pernah dinyatakan bersalah?
Pak Harto sudah mendapatkan sanksi 10 tahun seperti hukuman rumah tidak pernah keluar kemudian terhina, didemo, citranya juga sudah sangat coreng-cemoreng.
Saya kira itu semua sudah hukuman juga. Kalau dia tidak salah bagaimana mungkin rakyat minta dia turun, kalau tidak salah bagaimana dia dilengserkan secara konstitusional, kalau tidak salah mengapa kemudian berhenti. Jadi sesungguhnya dengan kesadaran 21 Mei 1998 menyatakan turun, sebetulnya ada pengakuan ''ya saya salah, rakyat betul, saya diminta turun ya saya turun''.
Kapan dan bagaimana pemberian maaf itu?
Secepat mungkin karena takdir Allah itu yang mengetahui hanya Allah sendiri, kapan Pak Harto akan berangkat ke alam baka. Tapi kalau dengan logika jernih, seorang hamba Allah entah dia tukang becak atau kaisar kalau sudah seperti itu memang ada tanda-tanda sudah mendekati ajal karenanya tolong dipercepat penyelesaian dari pemerintah karena kalau sampai dinyatakan meninggal tapi pemerintah masih mundur-mundur akan meninggalkan masalah berkepanjangan, pro dan kontra sementara tugas kita saya kira tidak hanya mengurusi Pak Harto urusan kita masih sangat banyak.
Saya ingin pendekatan yang lebih tinggi dari hukum yakni moral agama, moral kemanusiaan. Tapi saya melihat Pak SBY mengatakan tetap akan menyelesaikan koridor hukum. Sekarang terpulang kepada Presiden harus berijtihad apa maksudnya dengan koridor hukum, sedangkan Pak Harto sudah semakin payah dan mungkin tak lama lagi tidak akan bersama kita.
Pengalaman saya secara pribadi menjumpai seorang yang lama mengalami sakratul maut itu biasanya memang masih ada beban yang perlu dilepaskan.
Penyelesaian dengan cara mengembalikan kekayaannya?
Tawaran penyelesaian di luar pengadilan seperti pernah disampaikan Jaksa Agung Hendarman Supandji ternyata menurut masyarakat tidak etis. Saya terkejut ketika Jaksa Agung mendatangi dan mengatakan hal itu atas perintah Presiden SBY. Namun Pak SBY mengatakan tidak pernah memerintah. Nah pemerintah yang dekat saja sudah simpangsiur, tentu masyarakat bingung. Ini sudah berlomba dengan hitungan hari mungkin jam, semoga Tuhan memberikan keputusan yang paling baik buat mantan presiden kita.
Kepada para ahli hukum dan penegak hukum hendaknya jangan berbicara lantang kemudian menjadi pahlawan ketika seseorang sedang sangat kritis. Ketika Pak Harto masih gagah, sehat , tidak ada yang memperbincangkan selantang dan sekeras seperti akhir-akhir ini.
Semuanya bungkam, diam, tapi ketika Pak Harto masuk rumah sakit kemudian muncullah berbagai macam metodologi dan pendekatan hukum yang simpang siur.
Sosok Soeharto di mata Anda?
Seorang yang datang dari kalangan militer, punya latar belakang petani, karirnya menanjak kemudian pada huru-hara 1965 muncul sebagai sosok yang sangat penting. Pak Harto manusia biasa kalau kemudian dielu-elukan, dipuja-puja, merasa dirinya manusia paling sempurna kemudian berlaku seperti raja tak mau dikritik.
Jadi raja itu ''aja didisiki, aja dikandani, aja diungkuli''. Tapi itulah manusia, yang penting saat ini kita sebagai bangsa besar dengan tradisi besar dapat menyelesaikan masalah ini sebelum Pak Harto meninggal dunia.(D19-77)