emansipasi
New member
Masyarakat dunia marah, setelah menyaksikan kebiadaban pasukan Israel yang menyerang kapal Mavi Marmara yang mengangkut relawan dan bantuan untuk pengungsi Palestina. Memang dilihat dan mereka yang diserang Israel kali ini, tak bisa dikaitkan dengan perang bermotif agama. Karena, relawan yang ada dalam kapal itu adalah aktivis dari berbagai macam agama.
Adapun kemarahan berbagai belahan masyarakat global, itu juga karena motif kemanusiaan, bukan karena motif agama tertentu. Seperti kasus-kasus sebelumnya, meski sudah dihujat berbagai kalangan dari seluruh dunia, Israel seperti tak peduli dengan berbagai kecaman tersebut, Bahkan, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak menyalahkan penyelenggara misi kemanusiaan atas terbunuhnya sekitar 19 relawan. Barak menyebut kedatangan kapal itu sebagai provokasi dan menuding penyelenggara misi terkait organisasi teroris. Demi melanjutkan wilayah yang diklaim sebagai otonominya, Israel siap menerima sanksi apa pun.
Sejak Israel menyatakan kemerdekaannya tahun 1948, negara itu memang secara sengaja mendesain konflik untuk tujuan-tujuan tersembunyi mereka. Jika konflik yang didesain pada sebelum tahun 70-an adalah untuk memperoleh pengakuan internasional atas pernyataan kemerdekaannya. Maka era tahun 50-an dan seterusnya hingga kini targetnya adalah untuk mencapai posisi koeksistensi, yaitu berusaha hidup secara aman dan damai dengan negara-negara tetangganya di Timur Tengah.
Hingga kini Israel beranggapan ancaman nyata bagi koeksistensinya adalah Palèstina, terutama kalangan Hamas. Karena itulah Israel tak akan memberikan angin sedikit pun kepada kaum Palestina . termasuk simpatisannya dari luar untuk menguatkan posisi Palestina.
Itulah yang dialami enam kapal Freedom Flotilla, terutama kapal Mavi Marmara yang mengangkut 600 relawan Karena dianggap “bagian dari musuh” yang harus ditumpas, sejumlah kapal patroli Israel mengepung konvoi kapal kemanusiaan itu. Drama penyerangan terekam jelas di televisi, di antaranya tampak satu helikopter di atas Mavi Marmara yang menurunkan belasan tentara Israel sembari menembakkan senjata dan melempar gas air mata ke arab relawan yang sudabberkumpul di geladak. Penembakan terus terjadi ketika tentara Israel sudah berada di kapal. Para relawan yang ketakutan memukul tentara Israel agar menjauh dan kapal.Tapi, tentara Israel terus merangsek masuk. Serangan tentara Israel itu sedikitnya menewaskan 19 orang dan belum diketahui secara pasti berapa angka korban karena Israel disinyalir memutus aliran internet dan telepon satelit di seluruh kapal.
Deputi Perdana Menteri Israel Danny Ayalon mengatakan, serangan tentara Israel itu dilakukan karena kapal misi bantuan itu mengangkut senjata untuk Hamas dan Alqaidah. Israel terpaksa menembak karena para relawan menyerang terlebih dulu dengan senjata tajam dan tongkat. Pernyataan seperti ini sudah biasa dilakukan oleh Israel setiap kali melakukan penyerbuan terhadap kaum Palestina dan simpatisannya.
Pihak Freedom Flotilla, Greta Berlin, membantah seluruh tuduhantakberdasarlsraelitu.Pihaknya memastikan, tidak ada senjata api maupun senjata tajam di atas kapal. Sebelum penyerangan, Angkatan Laut Israel mendesak rombongan Freedom Flotilla untuk tidak masuk ke Pelabuhan Gaza tapi ke Pelabuhan Ashdod yang
berjarak 30 kilometer dari Gaza. Namun, kapten kapal Mavi menolak. Setelah penyerangan, tentara Israel memerintahkan seluruh penumpang masuk ke dalam kapal. Kapten kapal menaikkan bendera putih. Angkatan Laut Israel menggiring kapal ke Pelabuhan Ashdod Israel membolehkan bongkar muat di pelabuhan ini. Bahan bantuan seperti semen, bahan makanan, pakaian, obat-obatan, hingga kursi roda, akan diperiksa dulu sebelum dibawa ke Jalur Gaza.
Atas penyerangan ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta agar warga Palestina, baik yang ada di wilayah Palestina sendiri maupun yang ada kamp-kamp pengungsi Palestina di negara-negara Arab lainnya, agar selama tiga hari menyatakan berkabung dengan bendera nasional diturunkan setengah tiang untuk mengekspresikan kecaman dan kesedihan dan kejahatan yang dilakukan Israel.
sumber : Sindo
Adapun kemarahan berbagai belahan masyarakat global, itu juga karena motif kemanusiaan, bukan karena motif agama tertentu. Seperti kasus-kasus sebelumnya, meski sudah dihujat berbagai kalangan dari seluruh dunia, Israel seperti tak peduli dengan berbagai kecaman tersebut, Bahkan, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak menyalahkan penyelenggara misi kemanusiaan atas terbunuhnya sekitar 19 relawan. Barak menyebut kedatangan kapal itu sebagai provokasi dan menuding penyelenggara misi terkait organisasi teroris. Demi melanjutkan wilayah yang diklaim sebagai otonominya, Israel siap menerima sanksi apa pun.
Sejak Israel menyatakan kemerdekaannya tahun 1948, negara itu memang secara sengaja mendesain konflik untuk tujuan-tujuan tersembunyi mereka. Jika konflik yang didesain pada sebelum tahun 70-an adalah untuk memperoleh pengakuan internasional atas pernyataan kemerdekaannya. Maka era tahun 50-an dan seterusnya hingga kini targetnya adalah untuk mencapai posisi koeksistensi, yaitu berusaha hidup secara aman dan damai dengan negara-negara tetangganya di Timur Tengah.
Hingga kini Israel beranggapan ancaman nyata bagi koeksistensinya adalah Palèstina, terutama kalangan Hamas. Karena itulah Israel tak akan memberikan angin sedikit pun kepada kaum Palestina . termasuk simpatisannya dari luar untuk menguatkan posisi Palestina.
Itulah yang dialami enam kapal Freedom Flotilla, terutama kapal Mavi Marmara yang mengangkut 600 relawan Karena dianggap “bagian dari musuh” yang harus ditumpas, sejumlah kapal patroli Israel mengepung konvoi kapal kemanusiaan itu. Drama penyerangan terekam jelas di televisi, di antaranya tampak satu helikopter di atas Mavi Marmara yang menurunkan belasan tentara Israel sembari menembakkan senjata dan melempar gas air mata ke arab relawan yang sudabberkumpul di geladak. Penembakan terus terjadi ketika tentara Israel sudah berada di kapal. Para relawan yang ketakutan memukul tentara Israel agar menjauh dan kapal.Tapi, tentara Israel terus merangsek masuk. Serangan tentara Israel itu sedikitnya menewaskan 19 orang dan belum diketahui secara pasti berapa angka korban karena Israel disinyalir memutus aliran internet dan telepon satelit di seluruh kapal.
Deputi Perdana Menteri Israel Danny Ayalon mengatakan, serangan tentara Israel itu dilakukan karena kapal misi bantuan itu mengangkut senjata untuk Hamas dan Alqaidah. Israel terpaksa menembak karena para relawan menyerang terlebih dulu dengan senjata tajam dan tongkat. Pernyataan seperti ini sudah biasa dilakukan oleh Israel setiap kali melakukan penyerbuan terhadap kaum Palestina dan simpatisannya.
Pihak Freedom Flotilla, Greta Berlin, membantah seluruh tuduhantakberdasarlsraelitu.Pihaknya memastikan, tidak ada senjata api maupun senjata tajam di atas kapal. Sebelum penyerangan, Angkatan Laut Israel mendesak rombongan Freedom Flotilla untuk tidak masuk ke Pelabuhan Gaza tapi ke Pelabuhan Ashdod yang
berjarak 30 kilometer dari Gaza. Namun, kapten kapal Mavi menolak. Setelah penyerangan, tentara Israel memerintahkan seluruh penumpang masuk ke dalam kapal. Kapten kapal menaikkan bendera putih. Angkatan Laut Israel menggiring kapal ke Pelabuhan Ashdod Israel membolehkan bongkar muat di pelabuhan ini. Bahan bantuan seperti semen, bahan makanan, pakaian, obat-obatan, hingga kursi roda, akan diperiksa dulu sebelum dibawa ke Jalur Gaza.
Atas penyerangan ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta agar warga Palestina, baik yang ada di wilayah Palestina sendiri maupun yang ada kamp-kamp pengungsi Palestina di negara-negara Arab lainnya, agar selama tiga hari menyatakan berkabung dengan bendera nasional diturunkan setengah tiang untuk mengekspresikan kecaman dan kesedihan dan kejahatan yang dilakukan Israel.
sumber : Sindo