imnanay
New member
Konsumsi BBM Subsidi Membengkak
JAKARTA — Kenaikan harga Pertamax yang menyentuh angka Rp 9.050 per liter membuat disparitas harga bahan bakar ininyak (BBM) bersubsidi jènis Preinium dengan Pertamax yang nonsubsidi semakin besar.
Selisih harga yang tinggi ini menjadi alasan konsumen beralih ke Preinium.
Peralihan ini diprediksi menyebabkan konsumsi BBM bersibsidi hingga akhir tahun akan mencapai 40-42 juta kiloliter (kl), jauh lebih tinggi dari kuota yang dipatok dalam APBN 2011 sebesar 38,5 juta kl.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mencatat konsumsi Preinium sepanjang April 2011 sudah mencapai 2.003.307 kl. Angka tersebut telah melebihi kuota yang ada sebesar 1.891.778 kl. “Ini data sementara yang kaini catat karena belum diverifikasi. Kuota (BBM subsidi) ya melebihilah,” kata Anggota Koinite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Adi Subagyo, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/5/2011).
Menurutnya, jika dibandingkan bulan April tahun lalu, total konsumsi Preinium pada April tahun ini juga lebih tinggi. Pada April 2010, jumlah konsumsi Preinium hanya sebesar 1.860.510 kl.
Adi mengutarakan, salah satu faktor peinicu membengkaknya konsumsi Preinium ini karena harga Pertamax yang kian melambung. “Salah satunya iya (Pertamax). Masyarakat kita sangatsensitif harga. Harga naik adikit, masyarakat langsung pindah, "jelas Adi.
Menurut Adi, saat ini BPH Migas terus memantau apakah kuota BBM subsidi yang dipatok sebesar 38,5 juta kl ini akan terlampaui atau tidak. BPH Migas, sambung dia, belum bisa memutuskan apakah akn mengubah kuota BBIVI subdisi atau tidak.
“Tergantung apakah akhir tahun nanti bisa memenuhi tidak kuotanya. Tergantung upaya kita juga untuk menekan konsumsi BBM subsidi. Nanti menjelang akhir tahun kita ininta perubahan kalau tidak Cukup,” papar Adi.
Dia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan perubahan kuota BBM subsidi diajukanpada Agustus 2011 saat penyusunan APBN Perubahan 2011. Namun, kata Adi, hal tersebut dilakukan dengan catatan BPH Migas tidak mampu membendung konsumsi BBM subsidi. “Apakah prediksi kuota Agustus melampaui atau tidak, ‘ tuturnya.
Adi memprediksi, kelebihan kuota BBM subsidi untuk tahun ini akan lebih tinggi dari kuota yang dipatok dalam APBN 2011. “Paling prediksi kita sekitar 40-42 juta kl. Bahkan, mungkin bisa lebih dari itu. Dulu asumsi 38,5 juta KL itu kan ada upaya pengaturan, tetapi ini kan pengaturan tidak jadi,” lugas Adi.
BPH Migas, ungkap Adi, menginginkan adanya upaya konversi BBM subsidi ke bahan bakar gas (BBG) mengingat sebagian infrastruktur sudah ada. Tetapi, menurutnya, pemerintah masih harus memberikan subsidi berupa converter kit untuk BBG. “(Converter kit) ini ken hanganya mahal.”
Sumber : Republika, 7 mai 2011, nidia zuraya
JAKARTA — Kenaikan harga Pertamax yang menyentuh angka Rp 9.050 per liter membuat disparitas harga bahan bakar ininyak (BBM) bersubsidi jènis Preinium dengan Pertamax yang nonsubsidi semakin besar.
Selisih harga yang tinggi ini menjadi alasan konsumen beralih ke Preinium.
Peralihan ini diprediksi menyebabkan konsumsi BBM bersibsidi hingga akhir tahun akan mencapai 40-42 juta kiloliter (kl), jauh lebih tinggi dari kuota yang dipatok dalam APBN 2011 sebesar 38,5 juta kl.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mencatat konsumsi Preinium sepanjang April 2011 sudah mencapai 2.003.307 kl. Angka tersebut telah melebihi kuota yang ada sebesar 1.891.778 kl. “Ini data sementara yang kaini catat karena belum diverifikasi. Kuota (BBM subsidi) ya melebihilah,” kata Anggota Koinite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Adi Subagyo, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/5/2011).
Menurutnya, jika dibandingkan bulan April tahun lalu, total konsumsi Preinium pada April tahun ini juga lebih tinggi. Pada April 2010, jumlah konsumsi Preinium hanya sebesar 1.860.510 kl.
Adi mengutarakan, salah satu faktor peinicu membengkaknya konsumsi Preinium ini karena harga Pertamax yang kian melambung. “Salah satunya iya (Pertamax). Masyarakat kita sangatsensitif harga. Harga naik adikit, masyarakat langsung pindah, "jelas Adi.
Menurut Adi, saat ini BPH Migas terus memantau apakah kuota BBM subsidi yang dipatok sebesar 38,5 juta kl ini akan terlampaui atau tidak. BPH Migas, sambung dia, belum bisa memutuskan apakah akn mengubah kuota BBIVI subdisi atau tidak.
“Tergantung apakah akhir tahun nanti bisa memenuhi tidak kuotanya. Tergantung upaya kita juga untuk menekan konsumsi BBM subsidi. Nanti menjelang akhir tahun kita ininta perubahan kalau tidak Cukup,” papar Adi.
Dia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan perubahan kuota BBM subsidi diajukanpada Agustus 2011 saat penyusunan APBN Perubahan 2011. Namun, kata Adi, hal tersebut dilakukan dengan catatan BPH Migas tidak mampu membendung konsumsi BBM subsidi. “Apakah prediksi kuota Agustus melampaui atau tidak, ‘ tuturnya.
Adi memprediksi, kelebihan kuota BBM subsidi untuk tahun ini akan lebih tinggi dari kuota yang dipatok dalam APBN 2011. “Paling prediksi kita sekitar 40-42 juta kl. Bahkan, mungkin bisa lebih dari itu. Dulu asumsi 38,5 juta KL itu kan ada upaya pengaturan, tetapi ini kan pengaturan tidak jadi,” lugas Adi.
BPH Migas, ungkap Adi, menginginkan adanya upaya konversi BBM subsidi ke bahan bakar gas (BBG) mengingat sebagian infrastruktur sudah ada. Tetapi, menurutnya, pemerintah masih harus memberikan subsidi berupa converter kit untuk BBG. “(Converter kit) ini ken hanganya mahal.”
Sumber : Republika, 7 mai 2011, nidia zuraya