Redbastard
New member
Tahun 1998, pernah meninggalkan cacatan kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Bagaimana tidak ! ratusan orang menjadi korban pembunuhan dengan dalih Isu Teror Santet yang disertai munculnya orang-orang berpakaian ninja yang diduga menjadi salah satu eksekutor pembunuhan tersebut. Menurut data yang saya dapatkan di situs Departemen Keamanan Republik Indonesia, peristiwa kelam tersebut merenggut korban jiwa dengan jumlah 235 orang meninggal, penganiayaan berakibat luka berat 32 orang dan luka ringan 35 orang.
JULI 1998
Peristiwa ini berawal pada bulan Juli 1998, dimana pada saat itu terjadi pembantaian dukun santet oleh sekelompok massa di daerah Jawa Timur. Orang-orang yang dianggap dukun santet ini dituduh sebagai dalang penyebab penyakit dan kematian misterius oleh sebagian warga. Isu pembantaian dukun santet yang menyebar dikalangan masyarakat Jawa timur ini masih menjadi sekedar isu biasa, yang tidak terlalu istimewa dan menggelisahkan masyarakat Jawa timur, bahkan mereka menganggap seolah ihwal itu memang sepatutnya dilakukan. Karena itu, pembantaian dukun santet yang dilakukan oleh sekelompok massa seolah tidak layak menjadi isu nasional yang patut diperbincangkan. Perihal ini bisa dilihat dengan sedikitnya media massa yang mempublikasikan berita tersebut.
AGUSUTUS 1998
Akan tetapi, pada bulan Agustus 1998, isu pembunuhan dukun santet yang menyebar dikalangan masyarakat menjadi beralih kepada pembantaian sejumlah guru ngaji, Kyai, atau Ulama, yang diidentifikasi memiliki afiliasi dengan organisasi masyarakat Islam Nahdatul Ulama (NU). Pembunuhan yang dilakukan di sejumlah daerah Jawa Timur, seperti Situbondo, Banyuwangi, dan daerah tapal kuda lainya hingga Madura, ditengarai oleh pasukan berseragam hitam-hitam persis layaknya ninja, tokoh silat dalam film Jepang.
Perkembangan isu ini menunjukan bukti melalui Identifikasi korban yang ternyata bukanlah dukun santet. Sebagaian besar adalah kaum Nahdliyin (NU) dan ada beberapa ulama NU. Misalnya, KH Syamsul yang tewas dibantai adalah Rais Syuriah NU Ranting Pakel, Glagah. Padahal, KH Syamsul memang diketahui tidak mempunyai musuh. Bahkan target sasaran juga menyangkut beberapa tokoh Masyumi dan Muhammadiyah. Misalnya, KH Kahar Muzakir dan KH Muzammil. Begitupula dengan investigasi Ishlah langsung ke lapangan, ternyata dua pengurus DPD Partai Keadilan (PK) Jember juga masuk menjadi target operasi pembantaian ‘dukun santet’, yakni Ir Habib Ihsan dan Mahfudzi Husodo STP, di mana rumah keduanya sudah disatroni dua kali.
Mereka yang menjadi korban pembunuhan, meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan, seperti digantungkan di atas pohon, dibiarkan tergeletak di pinggir jalan, dan ataupun mengambang di sungai.
Pada tanggal 14 Oktober 1998 diadakan di Tuban rapat dan di sana lebih dari 2.000 ulama NU bertemu dengan para pejabat penanggung keamanan dan ketertiban provinsi Jawa Timur. Para ulama tanpa tedeng aling-aling menuduh para pejabat tadi telah mengasih beking kepada rangkaian peristiwa itu.
Empat tahun setelah peristiwa, seorang sarjana Australia Kevin O'Rourke menulis buku berjudul "Reformasi: The Struggle for Power in Post-Soeharto". Dalam buku ini disingkapkan bahwa akhir Oktober 1998 beberapa perwira purnawirawan dengan latar belakang intel secara terbuka mengutarakan kecurigaan mereka. Adapun Bais (Badan Intelijen Strategis) berada di belakang pembunuhan-pembunuhan di Banyuwangi.
Letkol (Purn) Rudolf Baringbing, perwira Bais yang telah pensiun berkata bahwa, "hanya orang edan yang mau percaya pembunuhan itu murni tindakan kriminal". Baringbing mencatat beberapa ciri dari kerjaan intel: pembunuh-pembunuh itu diorganisasi dengan baik, sifatnya rapi (methodical) dan tampaknya dirancang untuk menebar ketegangan komunal. Dia juga mempertanyakan mengapa para pembesar tidak mengeluarkan statemen mengenai pembunuhan, kendati telah menahan 157 orang yang dicurigai.
Dua orang kolonel lain yang purnawirawan yang juga memiliki pengalaman intelijen setuju dengan pendapat Baringbing tadi. Mereka memastikan bahwa pembunuhan di Banyuwangi sangat mirip dengan operasi-operasi Bais di masa lampau.
Banyak rumor dan ragam versi yang menjadi bagian dari peristiwa kelam sendiri. Anda bisa membacanya dalam arsip di sumber berikut ini.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2002/01/07/INT/mbm.20020107.INT76376.id.html
sementara Departemen Pertahanan melalui situsnya membuat pernyataan tentang peristiwa itu (yang bisa anda baca di sini)
Sampai sekarang, dalang utama dari rentetan pembunuhan keji ini tidak diketahui secara pasti, dan isu -nya pun ikut tenggelam seiring dengan runtuhnya orde baru dan peristiwa reformasi yang terjadi setelahnya.
JULI 1998
Peristiwa ini berawal pada bulan Juli 1998, dimana pada saat itu terjadi pembantaian dukun santet oleh sekelompok massa di daerah Jawa Timur. Orang-orang yang dianggap dukun santet ini dituduh sebagai dalang penyebab penyakit dan kematian misterius oleh sebagian warga. Isu pembantaian dukun santet yang menyebar dikalangan masyarakat Jawa timur ini masih menjadi sekedar isu biasa, yang tidak terlalu istimewa dan menggelisahkan masyarakat Jawa timur, bahkan mereka menganggap seolah ihwal itu memang sepatutnya dilakukan. Karena itu, pembantaian dukun santet yang dilakukan oleh sekelompok massa seolah tidak layak menjadi isu nasional yang patut diperbincangkan. Perihal ini bisa dilihat dengan sedikitnya media massa yang mempublikasikan berita tersebut.
AGUSUTUS 1998
Akan tetapi, pada bulan Agustus 1998, isu pembunuhan dukun santet yang menyebar dikalangan masyarakat menjadi beralih kepada pembantaian sejumlah guru ngaji, Kyai, atau Ulama, yang diidentifikasi memiliki afiliasi dengan organisasi masyarakat Islam Nahdatul Ulama (NU). Pembunuhan yang dilakukan di sejumlah daerah Jawa Timur, seperti Situbondo, Banyuwangi, dan daerah tapal kuda lainya hingga Madura, ditengarai oleh pasukan berseragam hitam-hitam persis layaknya ninja, tokoh silat dalam film Jepang.
Perkembangan isu ini menunjukan bukti melalui Identifikasi korban yang ternyata bukanlah dukun santet. Sebagaian besar adalah kaum Nahdliyin (NU) dan ada beberapa ulama NU. Misalnya, KH Syamsul yang tewas dibantai adalah Rais Syuriah NU Ranting Pakel, Glagah. Padahal, KH Syamsul memang diketahui tidak mempunyai musuh. Bahkan target sasaran juga menyangkut beberapa tokoh Masyumi dan Muhammadiyah. Misalnya, KH Kahar Muzakir dan KH Muzammil. Begitupula dengan investigasi Ishlah langsung ke lapangan, ternyata dua pengurus DPD Partai Keadilan (PK) Jember juga masuk menjadi target operasi pembantaian ‘dukun santet’, yakni Ir Habib Ihsan dan Mahfudzi Husodo STP, di mana rumah keduanya sudah disatroni dua kali.
Mereka yang menjadi korban pembunuhan, meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan, seperti digantungkan di atas pohon, dibiarkan tergeletak di pinggir jalan, dan ataupun mengambang di sungai.
Pada tanggal 14 Oktober 1998 diadakan di Tuban rapat dan di sana lebih dari 2.000 ulama NU bertemu dengan para pejabat penanggung keamanan dan ketertiban provinsi Jawa Timur. Para ulama tanpa tedeng aling-aling menuduh para pejabat tadi telah mengasih beking kepada rangkaian peristiwa itu.
Empat tahun setelah peristiwa, seorang sarjana Australia Kevin O'Rourke menulis buku berjudul "Reformasi: The Struggle for Power in Post-Soeharto". Dalam buku ini disingkapkan bahwa akhir Oktober 1998 beberapa perwira purnawirawan dengan latar belakang intel secara terbuka mengutarakan kecurigaan mereka. Adapun Bais (Badan Intelijen Strategis) berada di belakang pembunuhan-pembunuhan di Banyuwangi.
Letkol (Purn) Rudolf Baringbing, perwira Bais yang telah pensiun berkata bahwa, "hanya orang edan yang mau percaya pembunuhan itu murni tindakan kriminal". Baringbing mencatat beberapa ciri dari kerjaan intel: pembunuh-pembunuh itu diorganisasi dengan baik, sifatnya rapi (methodical) dan tampaknya dirancang untuk menebar ketegangan komunal. Dia juga mempertanyakan mengapa para pembesar tidak mengeluarkan statemen mengenai pembunuhan, kendati telah menahan 157 orang yang dicurigai.
Dua orang kolonel lain yang purnawirawan yang juga memiliki pengalaman intelijen setuju dengan pendapat Baringbing tadi. Mereka memastikan bahwa pembunuhan di Banyuwangi sangat mirip dengan operasi-operasi Bais di masa lampau.
Banyak rumor dan ragam versi yang menjadi bagian dari peristiwa kelam sendiri. Anda bisa membacanya dalam arsip di sumber berikut ini.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2002/01/07/INT/mbm.20020107.INT76376.id.html
sementara Departemen Pertahanan melalui situsnya membuat pernyataan tentang peristiwa itu (yang bisa anda baca di sini)
Sampai sekarang, dalang utama dari rentetan pembunuhan keji ini tidak diketahui secara pasti, dan isu -nya pun ikut tenggelam seiring dengan runtuhnya orde baru dan peristiwa reformasi yang terjadi setelahnya.
Last edited by a moderator: