bukansensasi
New member
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mempersoalkan Mabes Polri menetapkan pejabat Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) dalam APBD-Perubahan DKI tahun anggaran 2014.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan bahwa pihaknya masih dapat menyidik indikasi korupsi proyek yang sebelumnya telah dilaporkan ke bagian pengaduan masyarakat (Dumas) KPK. Penyidikan kasus itu dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan di Dumas KPK ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. "(Bisa) koordinasi supervisi, kalau setelah ditelaah ada indikasi korupsinya itu nggak akan dihentikan. Itu bisa dilakukan ke penindakan, jadi nanti tinggal koordinasi dengan Bareskrim," kata Priharsa Nugraha di kantronya, Jakarta Selatan, Senin (30/3/2015).
Jika suatu kasus ditangani oleh KPK dan penegak hukum lain dalam waktu yang bersamaan, kata Prihars, yang berhak menanganinya adalah pihaknya. Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Lebih lanjut dijelaskan Priharsa, pihaknya dapat mengambil alih suatu kasus atau supervisi. Supervisi dapat dilakukan jika perkara itu berlarut-larut, serta penanganan kasus itu diduga untuk melindungi pelaku yang sebenarnya. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pasal 10 UU KPK. Sebab itu, lembaga antirasuah ini masih dapat mengambil alih kasus tersebut meskipun Bareskrim telah menetapkan tersangka. "Kalau itu kan ada di UU tuh. Jadi misalnya bersamaan yang berwenang adalah KPK.
Kalau KPK yang lebih dulu maka yang berwenang adalah KPK pastinya kan. Kemudian, kalau Kepolisian yang lebih dulu, KPK bisa mengambil alih kalau memang mau ditangani KPK," terang Priharsa. Ditekankan Priharsa, terlalu dini menyebut KPK akan mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan UPS. Sebab, indikasi dugaan korupsi masih ditelaah oleh tim Pengaduan Masyarakat KPK.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan bahwa pihaknya masih dapat menyidik indikasi korupsi proyek yang sebelumnya telah dilaporkan ke bagian pengaduan masyarakat (Dumas) KPK. Penyidikan kasus itu dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan di Dumas KPK ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. "(Bisa) koordinasi supervisi, kalau setelah ditelaah ada indikasi korupsinya itu nggak akan dihentikan. Itu bisa dilakukan ke penindakan, jadi nanti tinggal koordinasi dengan Bareskrim," kata Priharsa Nugraha di kantronya, Jakarta Selatan, Senin (30/3/2015).
Jika suatu kasus ditangani oleh KPK dan penegak hukum lain dalam waktu yang bersamaan, kata Prihars, yang berhak menanganinya adalah pihaknya. Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Lebih lanjut dijelaskan Priharsa, pihaknya dapat mengambil alih suatu kasus atau supervisi. Supervisi dapat dilakukan jika perkara itu berlarut-larut, serta penanganan kasus itu diduga untuk melindungi pelaku yang sebenarnya. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pasal 10 UU KPK. Sebab itu, lembaga antirasuah ini masih dapat mengambil alih kasus tersebut meskipun Bareskrim telah menetapkan tersangka. "Kalau itu kan ada di UU tuh. Jadi misalnya bersamaan yang berwenang adalah KPK.
Kalau KPK yang lebih dulu maka yang berwenang adalah KPK pastinya kan. Kemudian, kalau Kepolisian yang lebih dulu, KPK bisa mengambil alih kalau memang mau ditangani KPK," terang Priharsa. Ditekankan Priharsa, terlalu dini menyebut KPK akan mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan UPS. Sebab, indikasi dugaan korupsi masih ditelaah oleh tim Pengaduan Masyarakat KPK.