spirit
Mod
Dua nama hakim di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya, disebut sebagai pihak penerima suap dalam persidangan terdakwa Ahmad Yani. KPK menegaskan fakta persidangan itu akan terus ditelusuri.
"Prinsipnya, penyidik akan mengembangkan kasusnya kalau memang ditemukan potensi kasus tersebut untuk dikembangkan. Dan sebaiknya seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi, Senin (17/10/2016).
Sebelumnya dalam surat dakwaan Ahmad Yani, dua nama hakim itu disebut sebagai penerima suap dari pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui perantara yaitu M Santoso. Ketiga orang itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Bahwa terdakwa Ahmad Yani bersama-sama dengan Raoul Adhitya Wiranatakusumah telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan berupa memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang yang jumlah seluruhnya sebesar SGD 28 ribu kepada hakim yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso," kata penuntut umum KPK, Pulung Rinandoro, saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Rabu, 12 Oktober.
Uang itu diberikan dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara perdata nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST. Hakim Partahi Tulus Hutapea selaku ketua majelis hakim yang mengadili perkara tersebut.
Perkara itu merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP). Gugatan itu didaftarkan pada 29 Oktober 2015.
"Setelah beberapa kali dilakukan proses persidangan, pada 4 April 2016 Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku kuasa hukum pihak tergugat menghubungi Muhammad Santoso dan menyampaikan keinginannya untuk memenangkan perkara tersebut yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS," ujar Pulung.
Pada awal Juni, Ahmad Yani diperkenalkan oleh Raoul ke Santoso karena Raoul hendak ke luar negeri. Perkenalan itu dilakukan agar nantinya Ahmad Yani dapat memantau perkembangan perkara itu.
Kemudian pada 17 Juni 2016, Raoul menemui Santoso di PN Jakpus dan menjanjikan SGD 25 ribu agar majelis hakim menolak gugatan tersebut. Sementara itu, uang SGD 3 ribu dijanjikan Raoul untuk Santoso sebagai bagian dari perannya sebagai perantara.
Setelah kesepakatan tercapai, Ahmad Yani menemui Raoul untuk mengambil uang Rp 300 juta dari rekening Raoul. Uang itu lalu ditukarkan Ahmad Yani menjadi SGD 30 ribu dalam pecahan SGD 1.000 dan sisanya Rp 3 juta.
Atas perintah Raoul, uang itu dipisah menjadi 2 yaitu SGD 25 ribu dan SGD 3 ribu uang SGD 25 ribu dimasukkan ke dalam amplop putih bertuliskan 'HK' yaitu untuk Partahi dan Casmaya dan uang SGD 3 ribu bertuliskan 'SAN' untuk Santoso.
Kemudian pada 30 Juni 2016, gugatan perdata itu dinyatakan oleh majelis hakim bahwa gugatan PT MMS tidak dapat diterima. Usai pembacaan putusan itu, Santoso menghubungi Ahmad Yani untuk menanyakan janji pemberian uang itu.
"Dalam rangka menyerahkan uang tersebut, terdakwa menghubungi Muhammad Santoso untuk bertemu dan kemudian disepakati Muhammad Santoso akan mengambil uang tersebut di tempat kerja terdakwa," kata Pulung.
Santoso lalu menyambangi kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant di daerah Menteng, Jakarta Pusat, pada sore harinya. Uang itu lalu diberikan kepada Santoso yang selanjutnya diciduk KPK saat menumpang ojek di daerah Matraman, Jakarta Pusat.
Sayangnya KPK tidak menjelaskan dalam surat dakwaan itu apakah kedua hakim itu telah menerima uang itu atau belum. Kedua hakim itu juga sudah pernah diperiksa sebagai saksi dan statusnya belum berubah sampai saat ini. Keduanya juga membantah menerima uang suap tersebut.
sumber