Krisis Bisa Hantam Indonesia Tahun 2012

Dipi76

New member
Krisis Ekonomi
Krisis Bisa Hantam Indonesia Tahun 2012
Khaerudin | Agus Mulyadi | Selasa, 15 November 2011 | 23:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia bisa dihantam krisis ekonomi sedahsyat yang pernah dialami negeri ini tahun 1997, akibat krisis utang di Eropa dan Amerika Serikat.

Jumlah aliran dana asing alias hot money yang beredar di Indonesia lima kali lipat dibandingkan tahun 1997. Pengetatan likuiditas di negara-negara Eropa, sebagai obat krisis utang beberapa negara anggota Uni Eropa, bisa membuat hot money di Indonesia ditarik keluar.

Ekspor yang terus mengalami pelambatan akibat krisis di Eropa dan Amerika Serikat juga bakal menekan nilai tukar rupiah. Pada gilirannya, krisis utang di Eropa bakal berimbas pada perekonomian Indonesia.

Mantan Menteri Perekonomian, Rizal Ramli, di Jakarta, Selasa (15/11/2011),memprediksi hantaman krisis di Indonesia akibat krisis utang di Eropa bakal sangat terasa pada kuartal pertama tahun 2012.

Rizal mengatakan, penjelasan resmi pemerintah bahwa Indonesia tidak bakal terimbas krisis harus disikapi hati-hati. Persoalannya, krisis tahun 1997 juga akibat pemerintah melenakan berbagai sinyal krisis.

"Penjelasan resmi pemerintah, Indonesia enggak bakal kena krisis; ekonomi dan fundamental ekonomi Indonesia kuat sekali," katanya. "Pernyataan-pernyataan begini sama seperti yang diungkapkan pada tahun 1997-1998 bahwa ekonomi Indonesia fundamentalnya kuat, cadangan devisa besar. Menurut saya, kita harus hati-hati karena cadangan devisa yang besar itu tidak seluruhnya milik pemerintah."

Rizal menyebutkan, dari cadangan devisa Indonesia 110 miliar dollar AS, punya pemerintah paling banyak hanya seperempatnya. Sisanya dimiliki oleh swasta.

"Kita kan menganut sistem devisa yang superbebas. Kalau ada apa-apa, swasta ini pasti telepon banknya supaya uangnya dikirim ke luar negeri. Nah sekarang itu, jumlah uang panas atau hot money lima kali lipat dari tahun 1998," ujar Rizal.

Celakanya, menurut Rizal, pemerintah tidak mampu melakukan reformasi birokrasi sehingga tidak ada perubahan dalam kultur birokrasi.

"Birokrasi masih merupakan penghambat. Yang namanya hot money tidak berhasil berubah jadi cold money, uang dingin. Idealnya, uang panas itu diubah jadi uang dingin masuk ke investasi sektor riil," katanya.

Rizal menunjukkan, sinyal krisis sebetulnya sudah mulai terasa. "Pelan-pelan ekspor Indonesia sudah mulai melambat, dan itu juga terjadi di negara lain. China saja yang hebat sudah mulai slow down karena dua raksasa ekonomi, Eropa dan Amerika, mengalami pelambatan," ujarnya.

Dampak krisis utang di Eropa, menurut Rizal, bisa terlihat dari dua hal. Dampaknya melalui dua mekanisme. "Satu, mekanisme ekspor. Ekspor Indonesia mulai melambat 2012. Sayangnya impor kita naiknya tinggi terus. Akibatnya, surplus di neraca pembayaran dan transaksinya berjalan makin lama makin kecil. Itu akan memberi tekanan terhadap mata uang rupiah," ungkap Rizal.

Kedua, menurutnya, melalui mekanisme finansial. "Karena krisis, Eropa sedang mengetatkan likuiditas dan sektor moneternya. Dengan begitu, mereka mau tidak mau menarik investasi di portofolio mereka di Indonesia," ucapnya.



Kompas



-dipi-
 
Wah kurang begitu tahu, Cak ... lha wong aku sendiri nggak percaya bakalan ada krisis ekonomi di tahun 2012... :))
Aku sih optimis kita bisa melewati krisis seperti saat kita melewati krisis 2 atau 3 tahun lalu...
Aku nggak tau gimana detailnya, tapi pemerintah kita punya strategi kebijakan yang tidak hanya difokuskan pada sektor finansial, tetapi juga di sektor riil sehingga memberikan daya dorong bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik...



-dipi-
 
untuk krisis di eropa sendiri menurutku gak bakal ada obatnya, meskipun nantinya bakal ada dana "misterius" buat nyelamatin krisis, itu jangkanya gak bakal panjang.

untuk krisis di amrik sendiri sebenernya tergantung dari china, kebanyakan media gak mau menjelaskan seberapa besar utang amrik ama china sendiri.

susah juga, amrik yang dengan gengsi super duper gede (gak mau posisi peringkat pertama pada negara dengan ekonomi terbesar lengser). Sedangkan euro sendiri terlalu banyak menggandeng negara yang mengakibatkan tidak terkontrol (apabila salah satu negaranya ekonominya sedang memburuk), bukannya bergandengan tangan buat nyelesaiin malah ngasih kredit lagi ke negara itu
 
Sebagai "oposan" wajar Pak Rizal mengungkapkan pendapat seperti itu, karena bagaimanapun masalah krisis ini bisa ditinjau dari berbagai sudut, salah satunya tergantung dari pandangan politik. ~LoL~

Indonesia sendiri cukup kuat kok. Terlalu banyak orang yang nggak berpandangan obyektif dan meng-underestimate apa yang sudah dilakukan pemerintah. Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi krisis ini, dan langkah-langkah tersebut adalah langkah yang sudah sewajarnya dilakukan atau mungkin bisa dibilang text book dengan melihat kondisi di lapangan. Hal utama yang diantisipasi adalah potensi krisis yang akan memengaruhi asumsi-asumsi dasar makro ekonomi dalam APBN-P 2011 dan selanjutnya RAPBN 2012. Dalam APBN-P 2011, pemerintah telah menyiapkan dana cadangan risiko perubahan asumsi dan juga stabilisasi harga di pasar domestik hingga Rp4,7 triliun. Bila tekanan meluas, pemerintah juga telah membuat anggaran bantuan sosial, subsidi pangan, dan beras miskin khususnya untuk membantu golongan masyarakat yang paling rentan terhadap gejolak krisis. Potensi tekanan terhadap kegiatan pembiayaan APBN juga diantisipasi pemerintah dengan terus mengevaluasi strategi antisipasi buyback Surat Berharga Negara dan juga pembelian Surat Berharga Negara oleh BUMN melalui mekanisme Bond Stabilization Fund.

Di masa krisis saat ini dibutuhkan komitmen dan kredibilitas pemerintah dalam pengelolaan utang negara. Eropa bergelut untuk menyelamatkan Yunani. Sementara, spekulasi politik AS membahayakan posisi utang di negara adidaya itu. Indonesia sendiri tidak akan imun dari dampak krisis global meski berfundamental perekonomian yang baik. Besaran risiko global saat ini bisa lebih besar daripada kondisi global tahun 2008-2009 dimana perekonomian dunia merosot hingga 0,5 persen. Risiko gagal bayar mungkin bisa ditutupi dengan dana talangan. Namun sumber dana talangan bisa menimbulkan masalah keuangan baru. Pada saat yang sama produsen komoditas juga dapat terpukul oleh jatuhnya harga komoditas dunia. Dengan keadaan tersebut, kemungkinan imbas yang terjadi di negara-negara emerging market Asia adalah melemahnya permintaan ekspor. Kekhawatiran bisa diminimalisir dengan adanya ruang untuk melakukan kebijakan dan stimulus fiskal. Capital inflow tetap akan ada pada negara-negara berkembang di Asia yang memiliki fundamental ekonomi kuat. Antisipasi yang bisa dilakukan antara lain mendorong perkembangan ekonomi domestik, sehingga pergerakan ekonomi lebih cepat dan mampu mengompensasi perlambatan yang mungkin terjadi di sisi ekspor.

Dengan hal-hal seperti itu walaupun Indonesia tidak menjadi kebal terhadap dampak krisis, tapi pengaruhnya bakal tidak akan menjadi besar.
 
Back
Top