Kubis Sebagai Kemopreventif Kanker

nurcahyo

New member
Kubis Sebagai Kemopreventif Kanker


Dari hasil laporan konsultasi Ahli WHO/FAO tahun 2003 dikemukakan bahwa total kasus penyakit kanker antara tahun 2000 dan 2020 di negara yang sedang berkembang diperkirakan melonjak hingga 73%, sedangkan di negara maju meningkat sampai 29%. Peringatan tersebut semestinya dijadikan kesungguhan menerapkan prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain melakukan aktivitas fisik, tindakan preventif tersebut juga dapat dilakukan dengan menerapkan diet yang seimbang.

Dari studi epidemologi telah terungkap, konsumsi sayur-sayuran lebih efektif menurunkan risiko kanker dibanding dengan buah-buahan. Salah satu sayuran yang ampuh mencegah kanker adalah kelompok kubis-kubisan.
Kubis-kubisan termasuk dalam famili tanaman Brassicaceae atau lebih dikenal dengan nama Cruciferae. Famili tersebut mencakup berbagai sayuran, misalnya; kubis, brokoli, kembang kol, kale, kubis Brussel, dan lobak. Kubis putih atau kubis telur (Brassica oleracea L. var. capita L) merupakan kubis yang disukai oleh masyarakat karena rasanya yang enak, segar, renyah dan harganya lebih murah dibanding dengan brokoli dan kembang kol. Jenis sayuran ini tidak saja akrab menjadi hidangan sayuran orang Indonesia, tetapi juga oleh warga Cina Singapura, malah rerata konsumsinya mencapai 40 g/hari atau tiga kali lebih tinggi daripada orang Amerika.

Sementara warga Jepang lebih menyukai lobak yang rerata asupannya mencapai 55 g/hari.Dari beberapa hasil studi epidemologi, Park dan Pezzuto (2002) dalam jurnal Cancer and Metastasis Reviews (2002) melaporkan bahwa konsumsi kubis-kubisan seperti kubis putih dan merah, brokoli, kembang kol, kale, lobak, dan seledri air dapat menurunkan risiko bergagai jenis kanker, yaitu kanker payudara, prostat, ginjal, kolon, kandung kemih dan paru-paru. Pada kanker prostat, konsumsi tiga atau lebih porsi sayuran tersebut mampu menurunkan risikonya dibanding konsumsi hanya satu porsi per minggu. Demikian halnya, konsumsi sayuran Brassica sebanyak 1-2 porsi/hari dilaporkan dapat menurunkan risiko kanker payudara sebesar 20-40%.

Karsinogen dan detoksifikasinya

Sebagaimana telah diketahui, pada prinsipnya tiga tahapan pertumbuhan sel kanker, yaitu inisiasi; tahap awal terjadinya perusakan DNA sel, proliferasi, dan progresi. Pada tahap awal tersebut setidaknya ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker yakni pembentukan radikal bebas dan karsinogen.

Karsinogen merupakan zat yang dapat menimbulkan kanker. Sebagian besar karsinogen dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh berada dalam bentuk prokarsinogen. Selanjutnya, oleh enzim fase I yang diproduksi oleh hati, senyawa prokarsinogen tersebut dipotong menjadi senyawa karsinogen yang bersifat dapat merusak/memutasikan DNA sel, yang merupakan tahap inisiasi pertumbuhan kanker.

Empat prokarsinogen yang biasa terdapat dalam makanan adalah mikotoksin, racun atau toksin yang dihasilkan oleh jamur, terutama Aspergillus, Penicillium dan Fusarium, nitrosamin dan nitrosamida (senyawa N-nitroso), yang terdapat pada bacon goreng, daging kering, dan asap rokok, hidrokarbon polisiklik aromatik yang dapat terbentuk pada daging yang dipanggang dengan bara arang kayu minyak tanah, dan produk pirolisis asam amino, seperti amino aromatik heterosiklik, yang dihasilkan dari pembakaran tak sempurna selama pemasakan ikan atau daging.

Karena pembentukan karsinogen dari prokarsinogen dikatalisis oleh enzim fase I, maka upaya efektif yang
dapat dilakukan adalah menghambat laju produksi enzim fase I dan memacu enzim fase II yang juga dihasilkan oleh hati untuk mengangkut karsinogen keluar sel.

Mekanisme utama kemopreventif kanker oleh sayuran kubis-kubisan dijelaskan melalui dua cara penurunan karsinogenisitas yang dilakukan oleh kedua enzim tersebut yaitu memblok aktivasi pembentukan metabolit karsinogen dan meningkatkan detoksifikasi karsinogen.

Senyawa isothiosianat diketahui sanggup berperan pada langkah pertama atau keduanya. Beberapa senyawa ini merupakan inhibitor tumorigenesis pada berbagai model hewan percobaan, terutama pada kanker paru-paru dan esofagus yang telah diinduksi dengan produk tembakau.

Kebanyakan mekanisme pencegahannya melalui penghambatan enzim-enzim sitokrom P450. Sitokrom P450 1A2 diyakini dapat mengkatalisis oksidasi-N dari 4-aminofenil, 2-nafthilamin, mikotoksin, dan beberapa amino aromatik, misalnya amino aromatik heterosiklik, yang berpotensi sebagai penyebab kanker.

Paul Talalay, farmakologis dari Johns Hopkins menegaskan bahwa sulforafan yang banyak terdapat pada brokoli (37-75 mg/100 g) diketahui mampu meningkatkan produksi enzim fase II di dalam hati. Enzim ini berperan menggandeng bahan-bahan karsinogen yang dihasilkan dari senyawa prokarsinogen dan menyeretnya keluar sel.

Pada tikus sebagai hewan percobaan, Greenwald (1996) melaporkan sulforafan dapat memblokir pembentukan kanker payudara. Lebih lanjut, ia menggungkapkan dithiolthion sintesis yang disebut oltipraz mampu menghambat pertumbuhan kanker paru-paru, kolon, kelenjar susu, kandung kemih pada hewan coba. Senyawa dithiolthion juga banyak ditemukan pada brokoli, kol kembang dan kubis. Jenis fitokimia ini dalam aksinya diduga mampu mengaktifkan enzim-enzim yang dihasilkan oleh hati, khususnya yang dapat menurunkan toksisitas karsinogen di dalam aliran darah.

Sumber : Sinar Harapan
 
Back
Top