Kumpulan Dongeng Anak (Update)

resi_dj

New member
INDEX Kumpulan Dongeng Anak
-MALIN KUNDANG-​


images

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.

Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.

Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

HIKMAH :
Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.
 
Last edited by a moderator:
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

- HANG TUAH -



Alkisah, Di pantai barat Semenanjung Melayu, terdapat sebuah kerajaan bernama Negeri Bintan. Waktu itu ada seorang anak lakik-laki bernama Hang Tuah. Ia seorang anak yang rajin dan pemberani serta sering membantu orangtuanya mencari kayu di hutan. Hang Tuah mempunyai empat orang kawan, yaitu Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi. Ketika menginjak remaja, mereka bermain bersama ke laut. Mereka ingin menjadi pelaut yang ulung dan bisa membawa kapal ke
negeri-negeri yang jauh.

4_1.JPG

Suatu hari, mereka naik perahu sampai ke tengah laut. Hei lihat, ada tiga buah kapal! seru Hang Tuah kepada teman-temannya. Ketiga kapal itu masih berada di kejauhan, sehingga mereka belum melihat elas tanda-tandanya. Ketiga kapal itu semakin mendekat. Lihat bendera itu! Bendera kapal perompak! Kita lawan mereka sampai titik darah penghabisan! teriak Hang Kesturi. Kapal perompak semakin mendekati perahu Hang Tuah dan temantemannya.
Ayo kita cari pulau untuk mendarat. Di daratan kita lebih leluasa bertempur! kata Hang Tuah
mengatur siasat. Sesampainya di darat Hang Tuah mengatur siasat. Pertempuran antara Hang Tuah dan teman-temannya melawan perompak berlangsung sengit. Hang Tuah menyerang kepala perompak yang berbadan tinggi besar dengan keris pusakanya. Hai anak kecil, menyerahlah. Ayo letakkan pisau dapurmu! Mendengar kata-kata tersebut Hang Tuah sangat tersinggung. Lalu ia melompat dengan gesit dan menikam sang kepala perompak. Kepala perompak pun langsung tewas. Dalam waktu singkat Hang Tuah dan teman-temannya berhasil melumpuhkan kawanan perompak. Mereka berhasil menawan 5 orang perompak. Beberapa perompak berhasil meloloskan diri dengan kapalnya.

Kemudian Hang Tuah dan teman-temannya menghadap Sultan Bintan sambil membawa tawanan mereka. Karena keberanian dan kemampuannya, Hang Tuah dan temantemannya diberi pangkat dalam laskar kerajaan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah diangkat menjadi pimpinan armada laut. Sejak menjadi pimpinan armada laut, negeri Bintan menjadi kokoh dan makmur. Tidak ada negeri yang berani menyerang negeri Bintan.
Beberapa waktu kemudian, Sultan Bintan ingin mempersunting puteri Majapahit di Pulau Jawa. Aku ingin disiapkan armada untuk perjalanan ke Majapahit, kata Sultan kepada Hang Tuah. Hang Tuah segera membentuk sebuah armada tangguh. Setelah semuanya siap, Sultan dan rombongannya segera naik ke kapal menuju ke kota Tuban yang dahulunya merupakan pelabuhan utama milik Majapahit. Perjalanan tidak menemui hambatan sama sekali. Pesta perkawinan Sultan berlangsung dengan meriah dan aman.

Setelah selesai perhelatan perkawinan, Sultan Bintan dan permaisurinya kembali ke Malaka. Hang Tuah diangkat menjadi Laksamana. Ia memimpin armada seluruh kerajaan. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena para perwira istana menjadi iri hati. Para perwira istana menghasut Sultan. Mereka mengatakan bahwa Hang Tuah hanya bisa berfoya-foya, bergelimang dalam kemewahan dan menghamburkan uang negara. Akhirnya Sultan termakan hasutan mereka. Hang Tuah dan Hang Jebat di berhentikan. Bahkan para perwira istana mengadu domba Hang Tuah dan Hang Jebat. Mereka menuduh Hang Jebat akan memberontak. Hang Tuah terkejut mendengar berita tersebut. Ia lalu mendatangi Hang Jebat dan mencoba menasehatinya. Tetapi rupanya siasat adu domba oleh para perwira kerajaan berhasil. Hang Jebat dan Hang Tuah bertengkar dan akhirnya berkelahi. Naas bagi Hang Jebat. Ia tewas ditangan Hang Tuah. Hang Tuah sangat menyesal. Tapi bagi Sultan, Hang Tuah dianggap pahlawan karena berhasil membunuh seorang pemberontak. Kau kuangkat kembali menjadi laksamana, kata Sultan pada Hang Tuah. Sejak saat itu Hang Tuah kembali memimpin armada laut kerajaan.

Suatu hari, Hang Tuah mendapatkan tugas ke negeri India untuk membangun persahabatan antara Negeri Bintan dan India. Hang Tuah di uji kesaktiannya oleh Raja India untuk menaklukkan kuda liar. Ujian itu berhasil dilalui Hang Tuah. Raja India dan para perwiranya sangat kagum. Setelah pulang dari India, Hang Tuah menerima tugas ke Cina. Kaisarnya bernama Khan. Dalam kerajaan itu tak seorang pun boleh memandang langsung muka sang kaisar. Ketika di jamu makan malam oleh Kaisar, Hang Tuah minta disediakan sayur kangkung. Ia duduk di depan Kaisar Khan. Pada waktu makan, Hang Tuah mendongak untuk memasukkan sayur kangkung ke mulutnya. Dengan demikian ia dapat melihat wajah kaisar. Para perwira kaisar marah dan hendak menangkap Hang Tuah, namun Kiasar Khan mencegahnya karena ia sangat kagum dengan kecerdikan Hang Tuah.

Beberapa tugas kenegaraan lainnya berhasil dilaksanakan dengan baik oleh Hang Tuah. Hingga pada suatu saat ia mendapat tugas menghadang armada dari barat yang dipimpin seorang admiral yang bernama D Almeida. Armada ini sangat kuat. Hang Tuah dan pasukannya segera menghadang. Pertempuran sengit segera terjadi.

Saat itulah Hang Tuah gugur membela tanah airnya. Ia tewas tertembus peluru sang admiral. Sejak saat itu, nama Hang Tuah menjadi terkenal sebagai pelaut ulung, laksamana yang gagah berani dan menjadi pahlawan di Indonesia dan di Malaysia. Sebagai bentuk penghormatan, salah satu dari kapal perang Indonesia diberi nama KRI Hang Tuah.
Semoga nama itu membawa "tuah" yang artinya adalah berkah.



HIKMAH :
Semua warga negara Indonesia boleh mencontoh jiwa dan semangat kepahlawanan Hang Tuah yang gagah berani, tangkas, cerdik dan pantang menyerah.
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)



SI DAYANG BANDIR


5_1.JPG


Dahulu di propinsi Sumatera Utara terdapat dua kerajaan. Kerajaan itu dikenal dengan nama Kerajaan Timur dan Kerajaan Barat. Pada suatu ketika, raja yang berkuasa di Kerajaan Timur menikah dengan adik perempuan dari raja yang berkuasa di Kerajaan Barat. Beberapa tahun kemudian lahir seorang bayi perempuan yang diberi nama Si Dayang Bandir, tujuh tahun kemudian lahir seorang anak laki-laki yang bernama Sandean Raja. Ketika masih kecil, ayah Si Dayang Bandir dan Sandean Raja meninggal dunia.

Dengan meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi kosong. Berhubung Sandean Raja masih kecil dan belum bisa menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, maka dalam sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk mengendalikan pemerintahan kerajaan.

Si Dayang Bandir mempunyai akal untuk menyelamatkan benda-benda pusaka agar jangan sampai jatuh ke tangan pamannya yang hanya menggantikan pemerintahan sementara. Hmm.. benda-benda pusaka ini harus kuselamatkan agar jangan sampai jatuh di tangan pamanku, kelak adik Sandean Raja lah yang berhak atas benda-benda pusaka ini, gumam Si Dayang Bandir.

Tidak berapa lama, Paman Kareang mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja telah disimpan Si Dayang Bandir. Ia mendesak Si Dayang Bandir agar menyerahkan benda-benda itu. Awas! Kalau benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatan mu akan terancam! Itulah ancaman Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si Dayang Bandir tetap tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu. Kekesalan Paman Kareang menyebabkan Si Dayang Bandir dan Sandean Raja dibuang ke hutan.

Sesampainya di hutan, Paman Kareang mengikat Si Dayang Bandir di atas sebatang pohon sehingga tidak dapat dijangkau adiknya, Sandean Raja. Sandean Raja menangis tak henti-henti sampai kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut, setiap mencoba ia pun jatuh. Tubuhnya menjadi tergores dan luka-luka. Biarlah kekejaman paman ini kutanggung sendiri, kata Si Dayang Bandir lemah. Bila kau lapar, makanlah pucuk-pucuk daun yang berada di sekitarmu, ucap Si Dayang Bandir, kepada adiknya yang kelaparan.
Setelah beberapa hari terikat di batang pohon, akhirnya Si Dayang Bandir tampak mulai lemas dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Begitu kejam pamanku! umpat Sandean Raja. Ia pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si Dayang Bandir. Ku harap kau segera menghadap Raja Sorma, bisik halus Roh Si Dayang Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma adalah adik kandung dari Ibu Sandean Raja. Raja Sorma tidak kejam seperti Paman Kareang yang saat ini sudah menjadi raja di Kerajaan Timur.

Sandean Raja berhasil keluar dari hutan dan segera menuju ke wilayah Kerajaan Barat untuk menghadap Raja Sorma. Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba adalah Sandean Raja. Putra Mahkota Kerajaan Timur, kata Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan Sandean Raja karena ia mendengar bahwa Sandean Raja dan Si Dayang Bandir telah meninggal dunia. Untuk membuktikan bahwa Sandean Raja benar-benar keponakannya, Sandean Raja diuji memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana. Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut Rumah Bolon dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.

Raja Sorma belum mau mengakui Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh ujian terakhir. Yaitu, menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah ruang yang gelap gulita. Sandean Raja merasa khawatir kalau ujian yang terakhir ini ia tidak berhasil. Jangan khawatir, aku akan membantumu, bisik roh Si Dayang Bandir. Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang bersimpuh. Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Sorma dan dinikahkan dengan puterinya.

Setahun kemudian, Sandean Raja bersama prajurit Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai oleh paman Raja Kareang. Dalam waktu yang tidak lama, Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan Raja Kareang terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur akhirnya di kuasai oleh Sandean Raja. Dan akhirnya Sandean Raja dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur dan hidup bahagia bersama istri dan rakyatnya.


HIKMAH :

Untuk membuktikan kebenaran diperlukan ujian yang keras. Hanya orang-orang yang bersemangat, sabar dan besar hatilah yang dapat melewati ujian seberat apapun.
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

wew.. biasakan berbuat baik itu tanpa pamrih selingkuhan geledek...
xixixixixi
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

hhihhihihi makasih tante resi.. bagus banget nih buat dongengin keponakan aku
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

TELAGA BIDADARI


1_telaga_bidaari.JPG

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar. Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yang rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya. "Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa," gumam Datu Awang Sukma.

Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh rendah di telaga. Di sela-sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air. "Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma.

Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma. "Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu," gumam Datu Awang Sukma. Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masingmasing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya. "Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.
Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.
Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. "Apa kirakira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. "Kini saatnya aku harus kembali!," katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayinya. Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu kepada Datu Awang Sukma." Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya dan seketika terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma menatap sedih dan bersumpah untuk melarang anak keturunannya memelihara ayam hitam yang dia anggap membawa malapetaka.


HIKMAH :
Jika kita menginginkan sesuatu sebaiknya dengan cara yang baik dan halal. Kita tidak boleh mencuri atau mengambil barang/harta milik orang lain karena suatu saat kita akan mendapatkan balasannya.
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

Cerita kali ini adalah tentang seorang gadis kecil yang bernama Riri. Riri adalah gadis berumur 7 tahun yang tinggal sendiri. Dia tidak memiliki rumah, dia tidak memiliki harta yang cukup berharga. Riri sepanjang ingatannya memang tinggal di jalan. Mencari makan juga di jalan, bahkan tidur di jalan.
Riri yang masih terbilang cukup muda, sangat susah untuk berpikir sendiri. Ketika orang lain bertanya pendapat Riri bagaimana, dia akan bertanya balik seperti, “apa ya?” Dan pada akhirnya, Kehidupanlah yang mengaturnya bukan Riri yang mengatur kehidupannya.

Pada suatu hari, ketika Riri sedang duduk di tepian trotoar, seorang kakek-kakek menghampirinya lalu berkata, “nak, apa kamu tahu jalan ini?”
Riri menghampirinya, lalu ikut melirik ke kertas yang dipegang kakek tersebut. Telunjuknya menopang kepalanya yang dimiringkan agak ke kiri. Lalu bertanya pada diri sendiri, “apa ya?”

“Jalan ini,” kata kakek tersebut sambil terus mengotot bahwa Riri pasti mengenal lokasinya. “Setelah perempatan tadi dibelakang, seharusnya saya mengambil jalan kanan. Tapi saya malah lurus terus. Kamu tahu jalan tercepat menuju kesana jika dari sini? Akan sangat jauh kalau saya mengambil jalan yang sebelumnya,”

“Aku tak tahu harus ambil jalan yang mana,” jawab Riri.

“Kata orang sebelum aku menemuimu, tepat dibawah reklame besar ada anak kecil. Aku harus bertanya kepadanya untuk tahu dimana lokasi jalan ini. Tidak jauh kata mereka,” ucap kakek itu. Riri menoleh kebelakang dan bedirilah tidak jauh darinya sebuah tiang besar yang menyangga papan reklame yang sangat besar.

Lalu Riri kembali melirik kakek tua sambil berkata, “aku tahu yang mereka maksud adalah aku. Tapi apa ya?” Sambil terus bertanya-tanya dari salah satu ujung jalan dimana Riri dan kakek tua itu berada, ada seorang pemuda yang melambaikan tangannya sambil menyebutkan salah satu nama yang tidak salah lagi adalah nama kakek itu. Dengan kesal, kakek tersebut meninggalkan Riri sendirian dibawah tiang reklame. Riri kembali duduk dan termenung dibawahnya.

Setelah agak lama, muncullah seorang koki dari salah satu toko yang tidak jauh dengan Riri sekarang berada. Dia menghampiri Riri seperti kakek tua tadi lalu berkata, “Gadis kecil yang malang. Apa kamu lapar?”

“Iya pak. Tapi saya harus menunggu sesuatu disini,” jawab Riri.

“Kamu sudah lama menunggu disana. Akan kubuatkan sesuatu untuk kau makan. Apa yang kamu inginkan?” Tanya koki tersebut yang perutnya yang besar tersembunyi dibalik celemeknya.

“Apa ya? Terserah bapak saja,” jawab Riri enteng. Koki yang baik hati itu kembali masuk kedalam tokonya. Beberapa menit kemudian, koki tersebut keluar dengan sebuah hidangan yang tampak lezat sekali. Dengan semangat Riri berdiri dari tempatnya dan menunggu koki tersebut datang menghampirinya. Ketika Riri dan koki itu jaraknya begitu dekat, Riri dapat mencium aroma masakan dari sang koki. Ada hal yang tidak ia suka dari aromanya. Ada aroma kacang yang masih panas. Dengan senang hati Koki tersebut menyerahkan hasil karyanya kepada Riri. Riri menerimanya dengan baik, lalu mereka berpisah dengan lambaian tangan hingga koki tersebut menghilang ke balik pintu.

Dengan cepat Riri memeriksa makanannya. Tepat seperti dugaannya. Dibalik sayuran yang hijau, bersembunyi beberapa kacang diatas piringnya. Riri tidak menyukai kacang, apalagi memakannya. Dia sangat alergi akan kacang, hingga tidak mungkin untuk memasukkan kacang tersebut kedalam mulutnya selamanya. Kembali Riri hanya duduk termenung dibawah tiang papan reklame sambil menahan rasa laparnya.

Tidak lama kemudian, turunlah seekor burung yang sangat besar. Sehingga kalau ia mendarat, harus melipat sayapnya yang besarnya melebihi jalan raya. Dengan anggun ia berjalan mendekati Riri yang masih terduduk dibawah papan reklame lalu bertanya, “Nak, apakah kamu pernah melihat gadis kecil kira-kira mungkin seukuranmu tinggal sendiri di desa ini?”

“Sepertinya aku kenal. Tapi, siapa ya?”
Dengan sumringah, burung tersebut merasa akan ada sedikit harapan untuknya. Ia membentang sayapnya yang sangat lebar di jalan lalu berkata kepada Riri, “naiklah ke punggungku. Mungkin kalau lewat udara kamu bisa mengingat dengan baik.”

Tanpa ragu Riri terbang bersama burung yang baru dikenalnya. Mereka terbang berputar-putar di desa dimana Riri tinggal hingga menuju lautan terbuka yang tidak jauh dari desa Riri. Namun, orang yang dicari burung tersebut masih belum ditemukan.

Karena mulai meragukan kesungguhan Riri, burung tersebut bertanya lagi, “Apa kamu tahu dimana? Apa kamu ingat?”

“Aku tahu! Tapi apa ya?” tanya Riri kepada burung tersebut. Lalu mereka kembali memutar tempat yang sebelumnya, diatas desa dimana Riri tinggal. Karena lelah dan kesal burung tersebut langsung mendarat tepat di tepian jurang dekat desa dimana Riri tinggal.

“Aku sudah lelah terbang. Kamu tahu? Menurutmu apa aku harus menyerah? Yang kubawa ini adalah benda yang sangat spesial – surat dari raja negri ini,” kata burung tersebut kepada Riri.

“Apa ya? Mungkin kau harus menyerah,” jawab Riri.

“Benarkah? Aku sudah berkeliling ke berbagai desa di negri ini. Semua mengatakan bahwa si penerima surat ini ada di desamu. Baiklah, aku akan berpura-pura telah mengirim surat ini. Terima kasih nak,” burung tersebut langsung membuang surat dari raja negri dimana Riri tinggal. Jauh ke bawah, tepat diatas karang-karang terjal dengan ombak yang ganas. Burung itu mengucapkan terima kasih lagi untuk kedua kalinya, lalu kembali terbang dan membumbung tinggi, jauh diatas Riri.

“Katakan pada Riri, maaf. Jika kamu mengenalnya,” ucap sang burung tersebut sambil beranjak pergi.

Riri menjatuhkan dirinya diatas rumput. Surat itu sebenarnya untuk dirinya. Akan tetapi ia telah menyia-nyiakan niat sang burung dalam mengerjakan tugasnya sungguh-sungguh. Riri tidak pernah tahu bagaimana isi surat tersebut atau kearah mana ia harus menemui sang raja. Yang ia lakukan sepanjang tahun hanya menunggu dibawah tiang reklame, sepanjang hayatnya.

Moral Lesson:
- Ketika ada seseorang bertanya kepadamu, jawablah dengan kesungguhanmu. Atau tidak, kamu akan menyesal.
- Sadarlah akan kehadiranmu di lingkunganmu, dan merasa memilikilah.
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

hyahahaaaaaaa.....

"Biasakan berbuat baik tanpa pamrih"





klik ...hyahahaaaaaaa, om pop monggo kalau ada dongeng, di posting di sini
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

- ASAL USUL DANAU TOBA-​

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian.

Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyanggoyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar. Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku."
Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani. "Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus!" kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja. Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri. Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.

Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.


HIKMAH :

Jadilah seorang yang sabar dan bisa mengendalikan emosi. Dan juga, jangan melanggar janji yang telah kita buat atau ucapkan.
 
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

wg_gw_magickettlex.jpg
36236635cb0c3532caafe378af1bab1d.gif

TEKO AJAIB

(Rocky Rackat di dubbingan tahun 80-90an di beri nama Teko Ajaib juga)


Penulis:Andrew Lang


Pernah mendengar tentang teko ajaib? Film kartun jepang yang rakun bisa berubah bentuk jadi apa saja atau menghadirkan apa saja. Kisah tersebut nyata dan legenda dari Jepang.

Alkisah, disebuah desa di pegunungan Jepang, hiduplah seorang pria tua di dalam rumah kecil yang rapi. Ia sangat bangga dengan rumahnya, dan dengan cermat menjaga agar perabotannya mengkilat, dindingnya dicat bersih, dan kasur jeraminya rapi dan segar.

Suatu pagi, ketika ia sedang mengagumi pemandangan dari jendela depannya, orang tua itu mendengar suara gemeretak di belakangnya. Ia berbalik dan di sudut ruangan ia melihat sebuah teko besi tua yang berdebu. Ia tidak tahu dari mana datangnya, tapi ia mengangkatnya dan memeriksanya dengan cermat. Kelihatannya dalam keadaan baik, jadi ia membawanya ke dapur, untuk membersihkannya.

“Untung sekali!” pikirnya. “Tekoku sendiri mulai bocor, dan aku bermaksud membeli yang baru. Sekarang aku mendapat teko yang sebagus teko baru, dan aku tidak perlu membayar sepersenpun.”

Ia mengambil teko lamanya dari atas tungku, dan mengisi yang baru dengan air dan meletakkan teko baru itu di tempatnya. Tapi begitu air mulai mendidih, terjadilah sesuatu yang aneh. Mula-mula gagang teko itu perlahan-lahan berubah bentuk menjadi sebuah kepala. Lalu corongnya berubah menjadi ekor. Berikutnya, empat cakar keluar dari badan teko itu. Dalam waktu kurang dari satu menit, orang tua itu menemukan dirinya bukan melihat teko, tapi hewan berbulu hidup yang disebut tanuki.

Tanuki itu melompat dari tungku dan berlari mengelilingi ruangan seperti anak kucing yang nakal. Ia melompat dari perabotan dan berlari ke atas tembok. Orang tua itu menjadi marah.

“Berhenti, kau binatang nakal!” serunya, sambil berlari mengejar hewan kecil itu. “Kau mengotori dindingku yang bersih! Kau menyobek kasur jeramiku yang baru! Berhenti!”

Akhirnya orang tua itu berhasil menangkap si tanuki dan mengurungnya di dalam peti kayu dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa. Tapi orang tua itu tahu, ia tidak bisa menyimpannya. Setelah berpikir lama, ia memutuskan untuk menjual hewan kecil itu. Ia menyuruh datang seorang pedagang yang dikenalnya, bernama Jimmu.

“Aku mempunyai sesuatu yang berharga untuk dijual,” kata orang tua itu pada Jimmu. “Ada disini.” Dan ia membuka tutup peti kayu itu. Dengan terkejut, ia melihat di sana tidak ada Tanuki. Cuma ada teko itu.
“Yah,” kata Jimmu. “Ini Cuma teko tua, tapi kelihatannya dalam keadaan bagus. Aku akan membayar beberapa uang logam untuk membelinya.”
Orang tua itu kecewa. Ia berharap mendapatkan banyak uang untuk tanuki itu. Tapi ketika ia ingat betapa banyak masalah yang dibawa teko itu, ia diam saja. “Baiklah,” katanya, dan Jimmu membawa teko itu pulang.
Ketika Jimmu sampai di rumah, ia meletakkan teko itu di sudut kamarnya dan lupa sama sekali.

Tengah malam, ia terbangun oleh suara keras. Ia bangun dan melihat ke sekeliling, tapi yang ia lihat hanyalah teko tua itu di sudut. “Aku pasti bermimpi,” pikirnya, dan kembali tidur.

Beberapa menit kemudian, ia terbangun lagi. Kali ini ia bangkit dari tempat tidur dan melihat dari dekat. Dengan tercengang, ia melihat teko itu sudah berubah menjadi tanuki. Hewan itu dengan sibuk mengejar ekornya sendiri. Lalu ia melakukan beberapa lompatan salto, menaiki tembok, dan berlari melintasi langit-langit, semuanya sambil menggoyangkan ekornya dengan riang.

Hampir pagi ketika Jimmu dapat kembali tidur. Ketika ia bangun, ia melompat dari tempat tidur untuk mencari Tanuki itu. Tapi yang ia temukan hanyalah teko tua itu yang di sudut.

Jimmu tidak tahu apa yang harus ia lakukan. “Aku memerlukan nasihat,” katanya dalam hati, dan pergi ke rumah temannya di sebelah.
Teman Jimmu tidak terkejut mendengar cerita itu. “Aku ingat mendengar kisah tentang teko ajaib ketika aku masih kecil,” katanya. “Itu akan membawa keberuntungan, Jimmu. Pamerkan dia, dan pungut karcis menonton. Ia akan membuatmu kaya. Tapi kau harus minta ijin Tanuki dulu. Kalau tidak, ia akan ketakutan dan lari.”

Jimmu menerima nasihat temannya. Setelah memastikan ia mendapat ijin tanuki itu, ia memasang tenda dan tanda untuk mengundang orang-orang datang dan melihat pertunjukan sulap yang menakjubkan.
Mulanya hanya beberapa orang yang datang. Jimmu mengedarkan teko itu di antara mereka supaya mereka bisa memeriksanya dari luar dan dalam. Lalu ia mengambilnya kembali dan meletakkannya di atas meja sambil menyuruhnya menjadi tanuki. Dalam sekejap gagangnya berubah menjadi kepala dan corongnya menjadi ekor, sementara empat cakar keluar dari sisi-sisinya. Orang-orang itu tercengang.

“Menarilah,” kata Jimmu, dan tanuki itu mulai menari. Ia bergerak anggun dan riang sehingga orang-orang itu tidak bisa diam. Segera saja semua orang ikut menari dan bergembira.

Setelah kejadian itu, semakin banyak orang yang datang ke tenda Jimmu. Dalam beberapa minggu, penonton sangat banyak sampai mereka hamper tidak bisa masuk ke dalam tenda.

Tetangga Jimmu benar – segera saja Jimmu menjadi kaya. Namun ia tidak bahagia. Jauh di dalam hati, ia tahu ia berhutang sebagian kekayaannya pada orang tua yang menjual teko itu padanya.

Suatu pagi, Jimmu membawa teko itu dan pergi menemui orang tua itu. Ia mengatakan semua yang terjadi. “Aku tidak berhak menyimpan teko ini lagi,” katanya, “jadi aku mengembalikannya padamu. Di dalam, kau akan menemukan seratus uang emas. Itu adalah bayaranku karena kau mengijinkan aku memakai teko itu.”

Orang tua itu berterima kasih dan menyalaminya dengan hangat. “Teko ini memang berharga,” katanya pada Jimmu, “tapi aku menemukan sesuatu yang lebih berharga --- orang yang jujur dan sahabat sejati.”
Sejak saat itu, kedua pria itu hidup bahagia dan beruntung seumur hidup mereka. Ini semua berkat sebuah teko tua yang berdebu.

------------------------------------TAMAT--------------------------

Moral lesson: Belajar menghargai adalah awal sebuah persahabatan.
Hargailah benda-benda milikmu.



 
Last edited:
Bls: Kumpulan Dongeng Anak (Update)

- HIKAYAT BUNGA KEMUNING -​


Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang puteri yang cantik cantik. Sang raja dikenal sebagai rajayang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk mendidik anakanaknya. Istri sang raja sudah meninggal dunia ketika melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi diantara mereka. Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon.

Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak kakaknya.

Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. "Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?" tanya raja. "Aku ingin perhiasan yang mahal," kata Puteri Jambon. "Aku mau kain sutra yang berkilaukilau,"
kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya. "Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat," katanya. Kakakkakaknya tertawa dan mencemoohkannya. "Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu," kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya.

Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. "Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,"kata seorang diantaranya. "Hai pelayan! Masih adakotoran nih!" ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak acakan. Puteri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
"Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!" Kata Puteri Kuning dengan marah. "Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!" ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih. "Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!" kata sang raja.

Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. "Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning," kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. "Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah," ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan.

Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya. Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!" katanya dengan perasaan iri. Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu," sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka. "Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!" kata Puteri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal. "Astaga! Kita harus menguburnya!" seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau, karena ia tak menginginkannya lagi.

Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakakkakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat marah. "Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!" teriaknya. Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. "Aku ini ayah yang buruk," katanya." Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk belajar dan mengasah budi pekerti!" Maka ia pun mengirimkan puteriputerinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas. Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. "Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!" kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga- bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih memberikan kebaikan.


HIKMAH :
Kebaikan akan membuahkan hal-hal yang baik, walaupun kejahatan sering kali menghalanginya.
 
Back
Top