Larang Ahmadiyah, Jabar Dapat Dukungan

Dipi76

New member
Kerukunan Beragama
Larang Ahmadiyah, Jabar Dapat Dukungan
Penulis: Glori K. Wadrianto | Editor: A. Wisnubrata
Jumat, 4 Maret 2011 | 09:21 WIB


1332586620X310.jpg

Samsiah (80) menangis sambil menggendong cucunya pasca-penyerbuan sekelompok massa ke desanya di Ciampea Udik RW 5, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/10/2010). Dia bersama cucunya sempat sembunyi di bak mandi saat massa menyerbu dan merusak rumahnya. Massa menyerbu desa yang dihuni sekitar 500 jemaah Ahmadiyah, menghancurkan belasan rumah dan membakar dua rumah serta satu masjid.

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua komisi XI DPR RI Surahman Hidayat mendukung keputusan Pemerintah Daerah Jawa Barat tentang Ahmadiyah. Dalam pernyataan persnya kepada Kompas.com, Jumat (4/3/2011) Surahman meyakini, Perda Pemda Jabar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Berdasarkan UU PNPS Nomor 11 Tahun 1965 diatur, pemerintah mempunyai kewenangan melarang atau membubarkan organisasi yang meresahkan masyarakat apalagi menistakan suatu agama. "Perda itu sudah tepat secara legal formal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang secara hukum lebih tinggi. Oleh karena itu saya mendukung keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jabar Ahmad heryawan pagi tadi," ujar ketua Dewan Syariah Pusat ini.

Bahkan, Surahman menilai, perda pelarangan Ahmadiyah di Jabar tersebut akan memperkuat keberadaan SKB Tiga Menteri yang sudah ada. "Saya lihat perda ini bukan untuk melarang Ahmadiyah karena bukan domainnya kepala daerah, tapi menertibkan Ahmadiyah dalam segala kegiatan organisasinya dan penyebaran kepercayannya karena sudah mengobok-obok sendi Islam yang paling dasar dan mengacak-acak ajaran Islam," tegasnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kemarin (3/3/2011) Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menerbitkan perda soal pelarangan Ahmadiyah di wilayah Jawa Barat. Sementara, Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jabar merasa tidak dilibatkan dalam proses penerbitan perda tersebut. Di sisi lain, sejumah elemen masyarakat menilai terbitnya perda di beberapa provinsi telah melanggar hak asasi manusia.


Kompas


-dipi-
 
Back
Top