Bermula di Tempat Kongkow Noni Belanda
Hiruk pikuk kendaraan bermotor dibalut dengan kepulan asap dan kebisangan melekat erat di sebuah daerah yang seolah tak pernah mati, yakni Harmoni.
Nama harmoni, memang tak asing bagi warga Jakarta. Namun tidak semua orang mengetahui asal mula nama Harmoni tersebut. Menoleh ke belakang pada saat kependudukan Belanda, Harmoni dikenal sebagai sebuah gedung tempat berkumpulnya masyarakat Belanda bernama Harmonie.
Gedung yang dibangun tahun 1810, kini menang sudah rata dengan tanah pada Maret 1982.
Posisi gedung, jika masih berdiri berada pojokan Jalan veteran dan Jalan Majapahit. Kini lahan bekas gedung itu menjadi bagian dari lahan parkir sekretariat negara.
"Memang gedung itu diratakan oleh pemerintah, dengan alasan untuk perluasan gedung sekretariat negera, kini jejak gedung itu pun sudah sirna," kata Kepala UPT Kota Tua Chandrian saat berbincang dengan VIVAnews, beberapa waktu lalu.
Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, pendirian gedung itu dipelopori oleh Reinier de Klerk tahun 1776. Semula bangunan tempat warga Belanda berpesta dibangun di Jalan Pintu Besar Selatan. "Biasanya orang Belanda kalau setiap malam akhir pekan selalu berkumpul dan pesta," ungkapnya.
Di tempat itu juga biasa para Noni Belanda, sebutan bagi perempuan Belanda.
Namun, lambat laun kawasan itu semakin jorok. Kemudian Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memindahkan bangunan lebih ke selatan, di pojokan Jalan Veteran dan Jalan Majapahit.
Kawasan ini tak hanya mengingatkan orang pada Societeit de Harmonie, tapi sebuah hotel bernama Hotel des Indes, yang berdiri megah di sebelah tenggara gedung Harmoni. Hal inilah yang menguatkan Harmoni sebagai kawasan yang sibuk dan tak pernah 'mati'.
Sayangnya, Hotel ini harus ikut dilibas pembangunan tahun 1971. Hotel yang terletak tak jauh dari Gedung Harmonie ini ada di Jalan Gajah Mada. Di lokasi ini kemudian berdiri Duta Merlin, yang sekarang terkenal sebagai pusat perbelanjaan.
Menurut Chandrian, Hotel des Indes resmi beroperasi pada 1856 di tanah yang juga masih milik Reiner de Klerk. Sejarah juga merekam, hotel ini bisa sejajarkan dengan hotel Raflles di Singapura.
"Pada saat itu, hotel tersebut sudah megah dan bergensi. Hanya orang belanda dan kaum bangsawan yang menginap di sana," ungkapnya.
Kemegahan Hotel des Indes, kini sudah tak berbekas. Tak ada yang bisa diperlihatkan kepada generasi penerus.
Kenangan-kenangan untuk menikmati romantisme terhadap sejarah pun hilang begitu saja, tergerus dengan kemajuan zaman. Namun, salah satu peninggalan yang masih bisa dinikmati kita kawasan Harmoni yaitu, Patung Hermes, yang masih menempel di Jembatan Harmoni.
Patung Hermes di dalam mitologi Yunani digambarkan sebagai dewa pelindung para pedagang.
Namun, patung yang menempel dijembatan itu adalah patung replika. Patung Hermes sempat raib sekitar Agustus 1986. "Kita sempat kaget, karena patung itu jatuh oleh orang gila yang merusaknya. Tapi akhirnya bisa diamankan oleh dinas pertamanan saat itu," kenang Chandrian.
sumber : vivanews.com
Hiruk pikuk kendaraan bermotor dibalut dengan kepulan asap dan kebisangan melekat erat di sebuah daerah yang seolah tak pernah mati, yakni Harmoni.
Nama harmoni, memang tak asing bagi warga Jakarta. Namun tidak semua orang mengetahui asal mula nama Harmoni tersebut. Menoleh ke belakang pada saat kependudukan Belanda, Harmoni dikenal sebagai sebuah gedung tempat berkumpulnya masyarakat Belanda bernama Harmonie.
Gedung yang dibangun tahun 1810, kini menang sudah rata dengan tanah pada Maret 1982.
Posisi gedung, jika masih berdiri berada pojokan Jalan veteran dan Jalan Majapahit. Kini lahan bekas gedung itu menjadi bagian dari lahan parkir sekretariat negara.
"Memang gedung itu diratakan oleh pemerintah, dengan alasan untuk perluasan gedung sekretariat negera, kini jejak gedung itu pun sudah sirna," kata Kepala UPT Kota Tua Chandrian saat berbincang dengan VIVAnews, beberapa waktu lalu.
Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, pendirian gedung itu dipelopori oleh Reinier de Klerk tahun 1776. Semula bangunan tempat warga Belanda berpesta dibangun di Jalan Pintu Besar Selatan. "Biasanya orang Belanda kalau setiap malam akhir pekan selalu berkumpul dan pesta," ungkapnya.
Di tempat itu juga biasa para Noni Belanda, sebutan bagi perempuan Belanda.
Namun, lambat laun kawasan itu semakin jorok. Kemudian Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memindahkan bangunan lebih ke selatan, di pojokan Jalan Veteran dan Jalan Majapahit.
Kawasan ini tak hanya mengingatkan orang pada Societeit de Harmonie, tapi sebuah hotel bernama Hotel des Indes, yang berdiri megah di sebelah tenggara gedung Harmoni. Hal inilah yang menguatkan Harmoni sebagai kawasan yang sibuk dan tak pernah 'mati'.
Sayangnya, Hotel ini harus ikut dilibas pembangunan tahun 1971. Hotel yang terletak tak jauh dari Gedung Harmonie ini ada di Jalan Gajah Mada. Di lokasi ini kemudian berdiri Duta Merlin, yang sekarang terkenal sebagai pusat perbelanjaan.
Menurut Chandrian, Hotel des Indes resmi beroperasi pada 1856 di tanah yang juga masih milik Reiner de Klerk. Sejarah juga merekam, hotel ini bisa sejajarkan dengan hotel Raflles di Singapura.
"Pada saat itu, hotel tersebut sudah megah dan bergensi. Hanya orang belanda dan kaum bangsawan yang menginap di sana," ungkapnya.
Kemegahan Hotel des Indes, kini sudah tak berbekas. Tak ada yang bisa diperlihatkan kepada generasi penerus.
Kenangan-kenangan untuk menikmati romantisme terhadap sejarah pun hilang begitu saja, tergerus dengan kemajuan zaman. Namun, salah satu peninggalan yang masih bisa dinikmati kita kawasan Harmoni yaitu, Patung Hermes, yang masih menempel di Jembatan Harmoni.
Patung Hermes di dalam mitologi Yunani digambarkan sebagai dewa pelindung para pedagang.
Namun, patung yang menempel dijembatan itu adalah patung replika. Patung Hermes sempat raib sekitar Agustus 1986. "Kita sempat kaget, karena patung itu jatuh oleh orang gila yang merusaknya. Tapi akhirnya bisa diamankan oleh dinas pertamanan saat itu," kenang Chandrian.
sumber : vivanews.com