REPUBLIKA.CO.ID, Di dalam birokrasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terdapat perkubuan atau geng. Geng-geng ini membuat lalu lintas promosi di Pemprov DKI Jakarta menjadi macet. Setiap pegawai bisa mulus jenjang kariernya bukan karena kompetensi, melainkan lebih karena dia bisa masuk grup atau kubu yang bisa diajak kompromi soal proyek.
Mengurangi hal tersebut diperlukan terobosan baru seperti adanya lelang jabatan karena dalam lelang jabatan terdapat ujian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test), sehingga untuk memenangkan lelang tersebut dibutuhkan kualitas dan kompetensi yang memadai.
Pengertian sederhana lelang jabatan adalah semua pihak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang sesuai syarat yang dibutuhkan, diberi kesempatan untuk melamar pekerjaan sebagai pejabat di lingkungan pemprov. Acuan lelang jabatan memang jelas, yaitu Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2012 yang mengatur tata cara pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka di instansi pemerintah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok mengatakan pemilihan serta pengangkatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) akan dilihat berdasarkan visi misi, rekam jejak serta kompetensinya sehingga seluruh pegawai bisa bekerja maksimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Ahok tentang sistem lelang jabatan untuk PNS yang akan naik jabatan, dengan harapan, kebijakan itu dapat meningkatkan profesionalisme kinerja dan mutu pelayanan birokrasi.
Cara ini memang manjur untuk menjaring pegawai internal untuk bisa berkarier. Pegawai yang merasa tertantang kemungkinan besar akan mempunyai effort dan keinginan yang tinggi untuk berprestasi. Cara ini memang lebih baik ketika harus melakukan penunjukan (karena rentan like and dislike), Semangat dari lelang jabatan adalah mencari kader terbaik di lingkungan internal.
Karena dengan jumlah pejabat yang mencapai 75.000-an orang, tentu sangat banyak pegawai yang mempunyai kemampuan memimpin kelurahan ataupun kecamatan. Semangat lain adalah bahwa senioritas tidak lagi dihitung dari lama masa kerja semata,namun pada kapabilitas atau kemampuan dari pegawai.
Uji kemampuan dan kepatutan diharapkan menggunakan penguji profesional sehingga peserta lelang memang benar-benar terfilter dengan baik. Selain itu, para penguji juga rentan disuap oleh peserta, hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan fungsi pengawasan secara ketat terhadap para penguji.
Lelang jabatan tidak akan sesempurna yang dibayangkan namun pasti terdapat ketidaksempurnaan, karena hal ini merupakan terobosan yang masih perlu diperbaikan. Saya tunggu langkah solutif lainnya dari para pejabat negara.
Penulis: Degi Rahmat
Mahasiswa Universitas Udayana
