Lemparkan Dadunya...!!!

A_S_T

New member
Dapet lagi cerita yang bagus,nih... :)
Hasil copas yang saya rubah judulnya.

-----------------------------------------------------------------------------------------

Ketika saya pulang di sebuah senja, saya masih

melihatnya duduk di sana.

Seorang wanita empat puluhan duduk dalam kiosnya di

tepi seruas jalan

di kotaku yang telah ribuan kali kulewati. Puluhan

tahun yang lalu ketika

usia saya masih belum genap sembilan tahun, kios itu

sudah ada disana.

Menjajakan majalah, koran, dan sejumlah barang

kelontong.

Ketika itu mobil kami berhenti di depan kiosnya dan

wanita itu datang

menghampiri membawa apa yang biasanya kami inginkan,

majalah Ananda dan

Bobo buat saya serta majalah Tempo dan Intisari untuk

ayah. Demikian

terjadi sepekan sekali sepulang sekolah selama

bertahun-tahun hingga

tiba saatnya saya beranjak remaja dan berganti selera

baca, saya tak

lagi menemui wanita itu.

Sekonyong-konyong di senja itu, tatapan mata saya ke

luar angkot yang

tengah membawa saya pulang ke rumah, menyapu kios itu

dan wanita yang

sama di dalamnya. Bedanya, kali ini ia tak lagi

menjajakan koran dan

majalah. Hanya rokok, minuman cola, air mineral, dan

sejumlah barang

lain. Apakah itu semacam kemunduran perniagaan, saya

tak tahu persis.

Yang tampak jelas bagi sel-sel kelabu saya adalah

kenyataan bahwa ia,

untuk menafkahi hidupnya, masih saja duduk di tempat

yang sama, setelah

lewat bertahun-tahun.

Suatu sore lain dalam sebuah gerbong kereta yang saya

tumpangi, saya

menatap puluhan gubuk dan rumah petak di sepanjang

lintasan rel yang

menuju stasiun Senen. Benak saya digelayuti iba dan

juga pertanyaan.

Sejumlah gerobak mie ayam melintas di jendela dengan

cepat. Apa yang

begitu menarik dari kota ini, begitu pertanyaan saya,

sehingga mereka

sanggup bertahan dalam kepapaannya di tengah gemuruh

Jakarta yang keras.

Apakah itu nasib? Adakah nasib yang membuat Ibu

penjaja koran yang

tinggal di Semarang dan mereka yang tinggal di

kompleks kumuh Jakarta tetap

bertahan di sana?

Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa.

Tetapi keponakan

saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.

Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya:

Ular-Tangga. Setelah

beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak,

saya meraih

surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan

saya itu, kemudian

berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan

juga, Om bakal nggak

naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak

selesai-selesai."

Saya tersadar.

Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah

contoh yang bagus

tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang

harus dilewati.

Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang

lebih tinggi. Ada

Ular yang akan membuat kita turun ke petak di

bawahnya.

Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan

Ular-Tangga. Ada

papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama

karir. Suka atau tidak

dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang

harus melangkah.

Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka,

setiap orang harus

mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah

ikhtiar manusia:

melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori

peluang). Hasil

akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak

kuasa Tuhan.

Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga,

Allah lah yang

mengatur. Dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah

sebatas melempar dadu.

Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu

dan menyangka

bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di

petak itu. Mereka

yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima

keadaan sebagai

Nasib, tanpa pernah melempar dadu.

Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah

beranjak ke mana-mana.

Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah

menyelesaikan

permainannya.

Semarang, 9 November 2002

Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali.

Optimislah bahwa di

antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga.

Beda antara orang yg

optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si

Pesimis menemukan

kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan.
sumber: http://www.ladangtuhan.com/komunitas/kumpulan-kotbah-renungan/sang-dadu/?wap2
-----------------------------------------------------------------------------------------
Saya suka sekali cerita ini, selain mengajarkan kita agar tidak mudah menyerah dalam hidup terkadang kita juga harus peka & jeli bahwa sebenarnya dari sekian banyak pertanyaan dalam benak kita yang kita cari jawabannya mungkin jawabannya ada disekitar kita,dari hal2 yang mungkin kita anggap sepele dan kurang berarti.
semoga bisa bermanfaat bagi kita semua.
nb: gak nolak kalau ada yang mau berbaik hati kasih bintang buat saya... :p
he..he..he..
 
Bls: Lemparkan Dadunya...!!!

I like this story either....
Orang memang harus percaya klo hidup akan berubah lebih baik...
jangan sampe dadu hidup qt dilemparkan oleh orang lain(maksudnya hidup qt ditentukan oleh orang lain) aq kasih bintang deh...
 
Back
Top