Adamsuhada
New member
Bayangkan ini. Selama satu musim, stadion di seluruh Indonesia mendadak sepi. Tak ada gemuruh nyanyian,tanpa teriakan bernada cacian, sampai lemparan ke dalam lapangan.
Atau, rumput-trumput stadion yang meranggas tanpa perawatan, bangku-bangku gelora melompong karena tak ada pertandingan. Sepi. Bayangan itu mulai membayang setelah klub sepak bola Indonesia dibuat geger Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2005, yang kemudian diperjelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13/2006.
Sebab, jika dua peraturan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah tersebut ditegakkan, kompetisi Liga Indonesia (Ligina) terancam bubar. Klub juga terkapar karena napas kehidupan mereka (APBD) disumbat.
?Kalau memang itu peraturan dan wajib dilaksanakan,otomatis klub-klub di Indonesia akan mengucapkan selamat tinggal.Sudah biasa, klub Indonesia mengandalkan APBD. Kalau dipaksakan, mungkin hanya Pelita,Arema, PKT, dan Semen Padang,? ungkap Manajer Persekabpas Pasuruan Udik Januantoro.
?Bisa saja kami tidak mengandalkan dana APBD.Tapi, kemungkinan kami hanya di level Divisi I dan masyarakat jangan berharap mendapat prestasi maksimal. Kami tetap akan menerima kucuran dana Rp14,4 miliar untuk musim 2007. Mau bagaimana lagi, dengan adanya Permendagri Nomor 13/2006, kami tidak bisa meminta tambahan. Ya,kami akan maksimalkan pemasukan dari sumber lain,? tambah Manajer PSIS Semarang Yoyok Sukawi.
Dari markas PSS Sleman,persoalan anggaran tim yang dibiayai APBD harus memiliki dasar hukum.Manajer PSS Hendricus Mulyono meminta langsung payung hukum kepada Menteri Negara Olahraga (Menegpora) atau ke Presiden bila perlu.
?Terkait rencana pengurangan dana atau menghilangkan ketergantungan klub kepada APBD, kami menghargai hal itu.Namun, semua tidak bisa dilakukan secara langsung, harus bertahap.Kalau anggaran yang biasa kami terima langsung dihentikan, klub akan bubar,?tutur Hendricus. Manajer Deltras Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan,peran APBD masih yang utama.
?Sulit rasanya jika anggaran dana klub sepak bola di Indonesia tidak mengandalkan APBD. Sebab, satusatunya sokongan dana klub selama ini tergantung dari APBD. Sekarang, sangatlah sulit berharap peran swasta, apalagi kondisi seperti ini,?papar pria yang juga Wakil Bupati Sidoarjo itu. Panasnya suhu tim terkait hal ini,juga dirasakan Direktur Eksekutif Badan Liga Indonesia (BLI) Andi Darussalam Tabusala. ?Biar saja Indonesia tidak ada kompetisi. Mengapa pihak yang terkait dengan aturan ini tidak menyerukan hal itu sejak empat bulan lalu. Kini, ketika kompetisi tinggal menghitung hari, hal itu baru dimunculkan,? tandas Andi.
Atau, rumput-trumput stadion yang meranggas tanpa perawatan, bangku-bangku gelora melompong karena tak ada pertandingan. Sepi. Bayangan itu mulai membayang setelah klub sepak bola Indonesia dibuat geger Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2005, yang kemudian diperjelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13/2006.
Sebab, jika dua peraturan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah tersebut ditegakkan, kompetisi Liga Indonesia (Ligina) terancam bubar. Klub juga terkapar karena napas kehidupan mereka (APBD) disumbat.
?Kalau memang itu peraturan dan wajib dilaksanakan,otomatis klub-klub di Indonesia akan mengucapkan selamat tinggal.Sudah biasa, klub Indonesia mengandalkan APBD. Kalau dipaksakan, mungkin hanya Pelita,Arema, PKT, dan Semen Padang,? ungkap Manajer Persekabpas Pasuruan Udik Januantoro.
?Bisa saja kami tidak mengandalkan dana APBD.Tapi, kemungkinan kami hanya di level Divisi I dan masyarakat jangan berharap mendapat prestasi maksimal. Kami tetap akan menerima kucuran dana Rp14,4 miliar untuk musim 2007. Mau bagaimana lagi, dengan adanya Permendagri Nomor 13/2006, kami tidak bisa meminta tambahan. Ya,kami akan maksimalkan pemasukan dari sumber lain,? tambah Manajer PSIS Semarang Yoyok Sukawi.
Dari markas PSS Sleman,persoalan anggaran tim yang dibiayai APBD harus memiliki dasar hukum.Manajer PSS Hendricus Mulyono meminta langsung payung hukum kepada Menteri Negara Olahraga (Menegpora) atau ke Presiden bila perlu.
?Terkait rencana pengurangan dana atau menghilangkan ketergantungan klub kepada APBD, kami menghargai hal itu.Namun, semua tidak bisa dilakukan secara langsung, harus bertahap.Kalau anggaran yang biasa kami terima langsung dihentikan, klub akan bubar,?tutur Hendricus. Manajer Deltras Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan,peran APBD masih yang utama.
?Sulit rasanya jika anggaran dana klub sepak bola di Indonesia tidak mengandalkan APBD. Sebab, satusatunya sokongan dana klub selama ini tergantung dari APBD. Sekarang, sangatlah sulit berharap peran swasta, apalagi kondisi seperti ini,?papar pria yang juga Wakil Bupati Sidoarjo itu. Panasnya suhu tim terkait hal ini,juga dirasakan Direktur Eksekutif Badan Liga Indonesia (BLI) Andi Darussalam Tabusala. ?Biar saja Indonesia tidak ada kompetisi. Mengapa pihak yang terkait dengan aturan ini tidak menyerukan hal itu sejak empat bulan lalu. Kini, ketika kompetisi tinggal menghitung hari, hal itu baru dimunculkan,? tandas Andi.