chickenfighter
New member
Sumber: Gatra, Sabtu, 5 April 2003
Sosok si agen 007 James Bond rupanya bisa memberi inspirasi pada ilmuwan seperti Shelley D. Minteer, PhD, asisten profesor kimia dari Universitas Saint Louis, Amerika Serikat. Bayangkan, agen 007 itu duduk di bar dan memesan Martini. Sebelum mengisap cangklongnya, ia mencelupkan dulu telepon selulernya di gelas, untuk mengisi ulang baterainya.
Ilustrasi ini bukan adegan di film. Minteer memang berhasil meracik sel bahan bakar yang bisa membuat baterai handphone tahan untuk sebulan penuh. Temuan ini memberikan sensasi besar pada forum American Chemical Society di New Orleans, awal Maret silam. "Ini kedengarannya luar biasa," kata Bob Hockaday, bos Energy Related Devices, dalam Newscientist.com. Para ilmuwan mempelajari sel bahan bakar selama 50 tahun terakhir. Prinsip kerja sel ini adalah mengubah energi yang muncul dari reaksi kimia antara gas hidrogen dan oksigen menjadi energi listrik. Keunggulan sel jenis ini, bahan buangannya cuma berupa air sebagai hasil reaksi hidrogen dan oksigen tadi.
Sel bahan bakar sudah dipraktekkan meski secara terbatas, untuk sumber listrik di perkotaan, mesin kendaraan bermotor, hingga pendorong roket. Untuk mendorong reaksi keduanya, dipakailah katalis logam platina atau rutenium yang mahal harganya. Selain mahal, teknik ini agak susah diterapkan dalam peranti rumah tangga.
Maka, dicarilah sumber gas hidrogen lain, yakni dari penguraian alkohol dengan enzim. Masalahnya, kerja enzim sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan keasaman (pH). Kedua unsur itu membuat enzim terurai dah majal.
Pendekatan yang dipakai untuk menaklukkan sifat itu ialah mengurung enzim dalam elektroda sel bahan bakar dari polimer khusus. Newscientist mengingatkan, belum ada baterai enzim yang bisa bertahan dalam hitungan hari.
Perusahaan Jepang, Toshiba, berhasil membuat baterai kecil berbahan bakar metanol. Baterai cair, yang disebut polymer electrolyte fuel cells (PEFC), ini bisa dipakai pada laptop selama lima jam sebelum diisi ulang.
Alih-alih menggunakan metanol, Minteer justru memilih etanol. Alasannya, metanol beracun, sedangkan etanol gampang diperoleh. Minteer dan timnya telah mencoba 50 jenis etanol, dan cukup berhasil. "Sel kami telah dicoba dan bekerja pada vodka, gin serta anggur putih," kata Minteer, seperti dirilis situs Universitas Saint Louis, 24 Maret lalu.
"Satu-satunya yang kami perlukan, ya, hanya minuman tadi dan oksigen yang ditangkap dari udara," kata penggemar film James Bond itu. Toh, Minteer kini puyeng merancang sel yang cukup kecil untuk ditenteng. Minteer dan para ilmuwan dari universitas Katolik kedua tertua Amerika itu sedang mencoba sel dengan ukuran 5 sentimeter persegi atau sebesar perangko.
Tapi, kapan telepon selular ala James Bond ini bisa dipakai? "Ya, mungkin dalam beberapa tahun kedepan,"katanya. Yang penting dari temuan ini, katanya, sel bahan bakar kini dapat dipakai untuk keseharian. Tidak lagi hanya pada roket ruang angkasa atau gardu listrik perkotaan.*chem-is-try.org
Sosok si agen 007 James Bond rupanya bisa memberi inspirasi pada ilmuwan seperti Shelley D. Minteer, PhD, asisten profesor kimia dari Universitas Saint Louis, Amerika Serikat. Bayangkan, agen 007 itu duduk di bar dan memesan Martini. Sebelum mengisap cangklongnya, ia mencelupkan dulu telepon selulernya di gelas, untuk mengisi ulang baterainya.
Ilustrasi ini bukan adegan di film. Minteer memang berhasil meracik sel bahan bakar yang bisa membuat baterai handphone tahan untuk sebulan penuh. Temuan ini memberikan sensasi besar pada forum American Chemical Society di New Orleans, awal Maret silam. "Ini kedengarannya luar biasa," kata Bob Hockaday, bos Energy Related Devices, dalam Newscientist.com. Para ilmuwan mempelajari sel bahan bakar selama 50 tahun terakhir. Prinsip kerja sel ini adalah mengubah energi yang muncul dari reaksi kimia antara gas hidrogen dan oksigen menjadi energi listrik. Keunggulan sel jenis ini, bahan buangannya cuma berupa air sebagai hasil reaksi hidrogen dan oksigen tadi.
Sel bahan bakar sudah dipraktekkan meski secara terbatas, untuk sumber listrik di perkotaan, mesin kendaraan bermotor, hingga pendorong roket. Untuk mendorong reaksi keduanya, dipakailah katalis logam platina atau rutenium yang mahal harganya. Selain mahal, teknik ini agak susah diterapkan dalam peranti rumah tangga.
Maka, dicarilah sumber gas hidrogen lain, yakni dari penguraian alkohol dengan enzim. Masalahnya, kerja enzim sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan keasaman (pH). Kedua unsur itu membuat enzim terurai dah majal.
Pendekatan yang dipakai untuk menaklukkan sifat itu ialah mengurung enzim dalam elektroda sel bahan bakar dari polimer khusus. Newscientist mengingatkan, belum ada baterai enzim yang bisa bertahan dalam hitungan hari.
Perusahaan Jepang, Toshiba, berhasil membuat baterai kecil berbahan bakar metanol. Baterai cair, yang disebut polymer electrolyte fuel cells (PEFC), ini bisa dipakai pada laptop selama lima jam sebelum diisi ulang.
Alih-alih menggunakan metanol, Minteer justru memilih etanol. Alasannya, metanol beracun, sedangkan etanol gampang diperoleh. Minteer dan timnya telah mencoba 50 jenis etanol, dan cukup berhasil. "Sel kami telah dicoba dan bekerja pada vodka, gin serta anggur putih," kata Minteer, seperti dirilis situs Universitas Saint Louis, 24 Maret lalu.
"Satu-satunya yang kami perlukan, ya, hanya minuman tadi dan oksigen yang ditangkap dari udara," kata penggemar film James Bond itu. Toh, Minteer kini puyeng merancang sel yang cukup kecil untuk ditenteng. Minteer dan para ilmuwan dari universitas Katolik kedua tertua Amerika itu sedang mencoba sel dengan ukuran 5 sentimeter persegi atau sebesar perangko.
Tapi, kapan telepon selular ala James Bond ini bisa dipakai? "Ya, mungkin dalam beberapa tahun kedepan,"katanya. Yang penting dari temuan ini, katanya, sel bahan bakar kini dapat dipakai untuk keseharian. Tidak lagi hanya pada roket ruang angkasa atau gardu listrik perkotaan.*chem-is-try.org