nurcahyo
New member
Luka Bakar Lenyap Sekejap
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]
Dikutip dari Majalah Trubus
[/FONT]
Tragedi itu berlangsung begitu cepat. Fery Gumanti masuk
ke dalam tangki penyaring berkedalaman 10 meter di
ruang pengolahan untuk mengelas sisi yang bocor. Ia
bekerja sebagai teknisi di perusahaan yang memproduksi
tepung. Ketika telunjuk kanannya menekan tombol, byar!
Tangki gas meledak.
Siang itu pada 10 Juni 2006, suara ledakan amat keras. Pada saat yang bersamaan lidah api menyambar tubuh pria setinggi 170 cm itu. Secepat kilat api membakar pakaian kerjanya, hem dan celana panjang berwarna hitam. Yang terjadi kemudian bagai kisah adegan Hanoman yang dibakar raja Dasamuka
dalam cerita pewayangan. Pemuda 20 tahun itu berteriak minta tolong sembari berguling-guling di lahan kosong yang ditumbuhi rumput. Setengah jam kemudian api memang padam. Namun, si jago merah itu meninggalkan kulit yang melepuh. Pria kelahiran Lubukpakam, Sumatera Utara, itu langsung dilarikan ke unit gawat darurat Rumahsakit Dr Pirngadi, Medan. Jaraknya sekitar 20 km dari lokasi meledaknya tabung gas. Ia merintih menahan panas di sekujur tubuh. Dokter yang menangani mengatakan, kerusakan kulit amat parah sehingga pengobatan lama. Sebab, kulit hancur. Kemu n g k i n a n
wajah dan tubuhnya cacat p e r m a n e n lantaran luka parah.
Salep
Sepekan lamanya Fery dirawat di rumah sakit. Semua petunjuk dokter soal konsumsi obat ia patuhi sepenuhnya. Bungsu 2 bersaudara itu rutin mengoleskan salep ke permukaan kulit terbakar: wajah, tangan, kaki, dan punggung. Saat itu ia merasakan perih tak tertahankan. Oleh karena itu Fery minta obat diganti. Dokter menolak. Sebab, untuk luka bakar yang parah, pengering luka paling sesuai hanya obat-obatan jenis salep. Meski obat-obatan dikonsumsi selama sepekan, luka bakar itu tak jua mengering, tetap merah. Dokter menganjurkan operasi transplantasi kulit. Kulit di bagian bawah kaki yang masih normal digunakan untuk mengganti kulit terbakar. Sayang, operasi itu amat mahal. Perusahaan tempatnya bekerja hanya menanggung perawatan rumahsakit selama sepekan. Fery kembali ke rumah membawa luka. Ia hanya dapat berbaring di tempat tidur. Musababnya, sedikit saja
bergerak, sekujur tubuh terasa sakit. Di rumah, ia meneruskan konsumsi obat yang diresepkan dokter. Sayang, ketika obat-obatan itu habis dalam sebulan,
kondisinya belum membaik. Fery beralih ke pengobatan herbal yang dianjurkan kerabat. Semula ia mencoba air steril untuk membasuh luka. Air hasil sulingan itu digunakan untuk mengompres, frekuensinya 3 kali sehari. Selama sepekan ia rutin melakukannya, tetapi hasilnya nihil. Kegagalan itu yang
mendorong Fery beralih ke lengkuas. Herbal itu digerus dan diletakkan di kulit yang terluka. Setiap hari kompresan herbal itu diganti. Sebulan berlalu, tetapi luka tetap menganga. Malahan daging di atas kulit terluka muncul. Akibatnya, tangan dan seluruh jemarinya tak dapat digerakkan
Kulit mati
Menurut dr Dendi Sudiono SpKK dari Rumahsakit Hasan Sadikin, Bandung, luka bakar yang tak kunjung sembuh karena tubuh berupaya memperbaiki jaringan rusak. Badan mengerahkan seluruh darah dan antibodi ke lokasi luka baker sehingga terbentuk eschar, parut palsu yang menyelimuti luka seperti lapisan kulit. Namun, eschar merupakan jaringan mati, tak bernapas, dan tidak memungkinkan dilalui material apa pun. Makanya, salep yang dioles tidak meresap ke dalam kulit dan memberi efek. ?Untuk mengatasi luka baker diperlukan bahan-bahan yang mengandung banyak kolagen,? kata dokter spesialis kulit dan kelamin alumnus Universitas Padjadjaran itu. Untung rekannya mengetahui ekstrak teripang kaya kolagen. Bahan itu yang akhirnya dikonsumsi Fery 3 kali sehari masing-masing 3 sendok makan. Selain itu Fery mengoleskan ekstrak teripang dalam bentuk gel ke bagian dalam luka. ?Rasanya dingin, panas luka langsung hilang,? kata Fery. Efek terhadap kulit dalam satu minggu terlihat. Lambat laun kulitnya yang regang dan kaku menjadi lebih elastis dan lentur. Luka di wajah semakin menutup dan tidak menghitam. Satu setengah bulan kemudian, luka di lengan kanan mengering
terakhir itulah yang berperan dalam memperbaiki jaringan rusak. ?Teripang juga memiliki factor penumbuh sel,? kata dr Maria T. Karnadi, kepala Poliklinik Kejaksaan Tinggi Jakarta Selatan. Hal itu terlihat dalam regenerasi sel. Teripang kembali utuh dalam waktu 9?90 hari setelah terpotong-potong. Regenerasi sel teripang juga terjadi saat anggota famili Carapidae seukuran kelingking tinggal di perut teripang. Makhluk itu menyantap bahan organik dan menggerogoti organ saluran pencernaan. Namun bagi teripang hal itu tak berbahaya karena ia menumbuhkan kembali sel hilang atau rusak dalam waktu singkat. Zat paling berpengaruh dalam teripang adalah protein yang mencapai 86 persen. Protein ini mudah diuraikan oleh enzim pepsin sehingga mampu menembus jaringan mati. Dari jumlah itu sekitar 80% kolagen yang memicu regenerasi sel. Kolagen bersama keratin bertanggung
jawab terhadap kesehatan dan kekenyalan kulit yang terluka. Itulah yang dialami oleh Fery Gumati.
[FONT=Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif]
Dikutip dari Majalah Trubus
[/FONT]
Tragedi itu berlangsung begitu cepat. Fery Gumanti masuk
ke dalam tangki penyaring berkedalaman 10 meter di
ruang pengolahan untuk mengelas sisi yang bocor. Ia
bekerja sebagai teknisi di perusahaan yang memproduksi
tepung. Ketika telunjuk kanannya menekan tombol, byar!
Tangki gas meledak.
Siang itu pada 10 Juni 2006, suara ledakan amat keras. Pada saat yang bersamaan lidah api menyambar tubuh pria setinggi 170 cm itu. Secepat kilat api membakar pakaian kerjanya, hem dan celana panjang berwarna hitam. Yang terjadi kemudian bagai kisah adegan Hanoman yang dibakar raja Dasamuka
dalam cerita pewayangan. Pemuda 20 tahun itu berteriak minta tolong sembari berguling-guling di lahan kosong yang ditumbuhi rumput. Setengah jam kemudian api memang padam. Namun, si jago merah itu meninggalkan kulit yang melepuh. Pria kelahiran Lubukpakam, Sumatera Utara, itu langsung dilarikan ke unit gawat darurat Rumahsakit Dr Pirngadi, Medan. Jaraknya sekitar 20 km dari lokasi meledaknya tabung gas. Ia merintih menahan panas di sekujur tubuh. Dokter yang menangani mengatakan, kerusakan kulit amat parah sehingga pengobatan lama. Sebab, kulit hancur. Kemu n g k i n a n
wajah dan tubuhnya cacat p e r m a n e n lantaran luka parah.
Salep
Sepekan lamanya Fery dirawat di rumah sakit. Semua petunjuk dokter soal konsumsi obat ia patuhi sepenuhnya. Bungsu 2 bersaudara itu rutin mengoleskan salep ke permukaan kulit terbakar: wajah, tangan, kaki, dan punggung. Saat itu ia merasakan perih tak tertahankan. Oleh karena itu Fery minta obat diganti. Dokter menolak. Sebab, untuk luka bakar yang parah, pengering luka paling sesuai hanya obat-obatan jenis salep. Meski obat-obatan dikonsumsi selama sepekan, luka bakar itu tak jua mengering, tetap merah. Dokter menganjurkan operasi transplantasi kulit. Kulit di bagian bawah kaki yang masih normal digunakan untuk mengganti kulit terbakar. Sayang, operasi itu amat mahal. Perusahaan tempatnya bekerja hanya menanggung perawatan rumahsakit selama sepekan. Fery kembali ke rumah membawa luka. Ia hanya dapat berbaring di tempat tidur. Musababnya, sedikit saja
bergerak, sekujur tubuh terasa sakit. Di rumah, ia meneruskan konsumsi obat yang diresepkan dokter. Sayang, ketika obat-obatan itu habis dalam sebulan,
kondisinya belum membaik. Fery beralih ke pengobatan herbal yang dianjurkan kerabat. Semula ia mencoba air steril untuk membasuh luka. Air hasil sulingan itu digunakan untuk mengompres, frekuensinya 3 kali sehari. Selama sepekan ia rutin melakukannya, tetapi hasilnya nihil. Kegagalan itu yang
mendorong Fery beralih ke lengkuas. Herbal itu digerus dan diletakkan di kulit yang terluka. Setiap hari kompresan herbal itu diganti. Sebulan berlalu, tetapi luka tetap menganga. Malahan daging di atas kulit terluka muncul. Akibatnya, tangan dan seluruh jemarinya tak dapat digerakkan
Kulit mati
Menurut dr Dendi Sudiono SpKK dari Rumahsakit Hasan Sadikin, Bandung, luka bakar yang tak kunjung sembuh karena tubuh berupaya memperbaiki jaringan rusak. Badan mengerahkan seluruh darah dan antibodi ke lokasi luka baker sehingga terbentuk eschar, parut palsu yang menyelimuti luka seperti lapisan kulit. Namun, eschar merupakan jaringan mati, tak bernapas, dan tidak memungkinkan dilalui material apa pun. Makanya, salep yang dioles tidak meresap ke dalam kulit dan memberi efek. ?Untuk mengatasi luka baker diperlukan bahan-bahan yang mengandung banyak kolagen,? kata dokter spesialis kulit dan kelamin alumnus Universitas Padjadjaran itu. Untung rekannya mengetahui ekstrak teripang kaya kolagen. Bahan itu yang akhirnya dikonsumsi Fery 3 kali sehari masing-masing 3 sendok makan. Selain itu Fery mengoleskan ekstrak teripang dalam bentuk gel ke bagian dalam luka. ?Rasanya dingin, panas luka langsung hilang,? kata Fery. Efek terhadap kulit dalam satu minggu terlihat. Lambat laun kulitnya yang regang dan kaku menjadi lebih elastis dan lentur. Luka di wajah semakin menutup dan tidak menghitam. Satu setengah bulan kemudian, luka di lengan kanan mengering
terakhir itulah yang berperan dalam memperbaiki jaringan rusak. ?Teripang juga memiliki factor penumbuh sel,? kata dr Maria T. Karnadi, kepala Poliklinik Kejaksaan Tinggi Jakarta Selatan. Hal itu terlihat dalam regenerasi sel. Teripang kembali utuh dalam waktu 9?90 hari setelah terpotong-potong. Regenerasi sel teripang juga terjadi saat anggota famili Carapidae seukuran kelingking tinggal di perut teripang. Makhluk itu menyantap bahan organik dan menggerogoti organ saluran pencernaan. Namun bagi teripang hal itu tak berbahaya karena ia menumbuhkan kembali sel hilang atau rusak dalam waktu singkat. Zat paling berpengaruh dalam teripang adalah protein yang mencapai 86 persen. Protein ini mudah diuraikan oleh enzim pepsin sehingga mampu menembus jaringan mati. Dari jumlah itu sekitar 80% kolagen yang memicu regenerasi sel. Kolagen bersama keratin bertanggung
jawab terhadap kesehatan dan kekenyalan kulit yang terluka. Itulah yang dialami oleh Fery Gumati.