Adamsuhada
New member
Pada hari Jum?at, 27 Januari 2007 lalu, Kongres UEFA yang berlangsung di Dusseldorf, Jerman, membuat sejarah baru dengan menunjuk mantan legenda Juventus dan Timnas Prancis, Michel Platini menjadi presiden administrator sepakbola tertinggi di Eropa itu.
Platini merupakan presiden keenam sejak UEFA dibentuk 15 Juni 1954 lalu di Basel, Swiss. Lima presiden terdahulu adalah Ebbe Schwarts asal Denmark yang menduduki jabatan itu selama delapan tahun, periode 1954-196, Gustav Wiederkehr (Swiss, 1962-1972), Artemio Franchi (Italia, 1972-1983), Jacques Georges (Prancis, 1983-1990), dan Lennart Johansson (Swedia, 1990-2007). Jadi, Platini merupakan orang Prancis kedua yang mampu tampil sebagai pucuk pimpinan UEFA.
Salah satu faktor yang membuat Platini mampu mengalahkan seniornya, Johansson, selain dukungan Presiden FIFA Sepp Blatter, adalah misi dan visinya yang berjanji akan memberi kesempatan yang lebih besar kepada negara-negara kecil di Eropa. Dalam artian, Platini menghendaki kontribusi lebih dari negara-negara ?anak bawang? yang selama ini selalu ?kalah bersaing? dengan tim-tim besar Eropa yang sebagian besar tergabung dalam G14. Pendek kata, Platini ingin tim-tim (negara) kecil juga mempunyai kesempatan (dan hak) untuk bersaing meraup keuntungan (finansial) dari bergulirnya kompetisi di Eropa.
Visi dan misi Platini itu tentunya membawa angin segar bagi tim-tim yang selama ini ?belum tampak batang hidungnya? dalam persepakbolaan Eropa. Sebaliknya, gagasan Platini itu tentunya mendapat tentangan dari sejumlah pihak, terutama dari klub-klub yang selama ini merasakan nikmatnya ?kue? kompetisi UEFA yang mempunyai jumlah anggota sebanyak 54 negara itu.
Setelah manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, mewanti-wanti Platini agar tidak sembarang melakukan reformasi dalam format Liga Champions, kini peringatan serupa datang dari ?dalam negeri? UEFA sendiri.
Seperti yang dilansir The Independent, seorang sumber yang mengaku telah 20 tahun bergelut dalam administrasi UEFA yang bermarkas besar di Nyon, Swiss, mengaku tidak yakin jika misi Platini akan sukses diterapkan. ?Memenangkan pemilihan (Presiden UEFA) dan melaksanakan tugas (sebagai presiden) adalah dua hal yang sangat berbeda,? kata sang sumber.
Bahkan, rintangan atau resistensi yang lebih besar ditunjukkan mantan Anggota Komite Eksekutif UEFA yang kini menjabat sebagai Chairman West Ham United, Eggert Magnusson. Pengusaha asal Islandia itu mengaku mengenal cukup baik sosok Platini. Namun, ?Saya sangat yakin saat ini kompetisi yang sedang berjalan tidak dapat diputar balik. Tidak sekarang. Sebab, terlalu banyak uang yang terlibat dalam persepakbolaan Eropa saat ini,? kata Magnusson.
Magnusson mengaku tentunya sepanjang Platini berkuasa, ia akan melakukan sejumlah perubahan. Tapi, ?Tidak dengan memotong (pendapatan) tim-tim besar. Sebab, mereka (tim-tim besar) itu juga menghasilkan uang. Semua orang tahu dengan fakta itu. Saya memahami dan mengerti mengapa Platini punya visi seperti itu. Karena, memang, Platini seorang pesepakbola. Tapi, pada saat sekarang ini tidaklah realitis untuk membicarakan visi dan misinya itu. Dan, saya sangat yakin, ia (Platini) sadar betul tentang hal (resistensi) tersebut. Platini tahu, misinya boleh dibilang mission impossible,? tandas Magnusson.
Platini merupakan presiden keenam sejak UEFA dibentuk 15 Juni 1954 lalu di Basel, Swiss. Lima presiden terdahulu adalah Ebbe Schwarts asal Denmark yang menduduki jabatan itu selama delapan tahun, periode 1954-196, Gustav Wiederkehr (Swiss, 1962-1972), Artemio Franchi (Italia, 1972-1983), Jacques Georges (Prancis, 1983-1990), dan Lennart Johansson (Swedia, 1990-2007). Jadi, Platini merupakan orang Prancis kedua yang mampu tampil sebagai pucuk pimpinan UEFA.
Salah satu faktor yang membuat Platini mampu mengalahkan seniornya, Johansson, selain dukungan Presiden FIFA Sepp Blatter, adalah misi dan visinya yang berjanji akan memberi kesempatan yang lebih besar kepada negara-negara kecil di Eropa. Dalam artian, Platini menghendaki kontribusi lebih dari negara-negara ?anak bawang? yang selama ini selalu ?kalah bersaing? dengan tim-tim besar Eropa yang sebagian besar tergabung dalam G14. Pendek kata, Platini ingin tim-tim (negara) kecil juga mempunyai kesempatan (dan hak) untuk bersaing meraup keuntungan (finansial) dari bergulirnya kompetisi di Eropa.
Visi dan misi Platini itu tentunya membawa angin segar bagi tim-tim yang selama ini ?belum tampak batang hidungnya? dalam persepakbolaan Eropa. Sebaliknya, gagasan Platini itu tentunya mendapat tentangan dari sejumlah pihak, terutama dari klub-klub yang selama ini merasakan nikmatnya ?kue? kompetisi UEFA yang mempunyai jumlah anggota sebanyak 54 negara itu.
Setelah manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, mewanti-wanti Platini agar tidak sembarang melakukan reformasi dalam format Liga Champions, kini peringatan serupa datang dari ?dalam negeri? UEFA sendiri.
Seperti yang dilansir The Independent, seorang sumber yang mengaku telah 20 tahun bergelut dalam administrasi UEFA yang bermarkas besar di Nyon, Swiss, mengaku tidak yakin jika misi Platini akan sukses diterapkan. ?Memenangkan pemilihan (Presiden UEFA) dan melaksanakan tugas (sebagai presiden) adalah dua hal yang sangat berbeda,? kata sang sumber.
Bahkan, rintangan atau resistensi yang lebih besar ditunjukkan mantan Anggota Komite Eksekutif UEFA yang kini menjabat sebagai Chairman West Ham United, Eggert Magnusson. Pengusaha asal Islandia itu mengaku mengenal cukup baik sosok Platini. Namun, ?Saya sangat yakin saat ini kompetisi yang sedang berjalan tidak dapat diputar balik. Tidak sekarang. Sebab, terlalu banyak uang yang terlibat dalam persepakbolaan Eropa saat ini,? kata Magnusson.
Magnusson mengaku tentunya sepanjang Platini berkuasa, ia akan melakukan sejumlah perubahan. Tapi, ?Tidak dengan memotong (pendapatan) tim-tim besar. Sebab, mereka (tim-tim besar) itu juga menghasilkan uang. Semua orang tahu dengan fakta itu. Saya memahami dan mengerti mengapa Platini punya visi seperti itu. Karena, memang, Platini seorang pesepakbola. Tapi, pada saat sekarang ini tidaklah realitis untuk membicarakan visi dan misinya itu. Dan, saya sangat yakin, ia (Platini) sadar betul tentang hal (resistensi) tersebut. Platini tahu, misinya boleh dibilang mission impossible,? tandas Magnusson.