Gang Flamboyan semakin kental dengan bumbu-bumbu percintaan tanpa ikatan pernikahan. Dari mulai mahasiswa hingga bule-bule, semua larinya ke Gang Flamboyan. Di sini, mereka bebas beranak pinak.
——————
Roda bisnis esek-esek yang dikelola Tata maupun Darsono di gang Flamboyan memang tak pernah berhenti berputar. Mereka sepertinya tak mengenal istilah “mandeg barang setapak”. Dalam benak mereka hanyalah duit dan duit.
“Kalau prei, bini dan anak saya lantas mau dikasih makan apa coba,” ujar Darsono bersungut-sungut.
Sekadar gambaran awal saja, begitu memasuki pukul 14.00 siang, misalnya, beberapa anak buah Tata sudah pasti mulai berbenah diri, ngeceng, dan pasang aksi di beranda depan sembari celingukan mencari mangsa.
Mendekati maghrib, kursi-kursi yang tersedia sebagian sudah terduduki tamu dan wanita-wanita penghibur. Selepas jam 7 malam, jangan tanya. Lenguhan demi lenguhan sudah pasti bakal merobek keheningan malam.
“Mari Mas, kalau mau istirahat atau tidur-tiduran di kamar,” ujar seorang pria bertampang Indo, yang tiba-tiba nongol dari ruang belakang losmen LES itu menyapa ramah.
Sementara matanya terus mengawasi seorang wanita sedang asyik mengotak-atik kemungkinan nomor togel (toto gelap) dengan ditemani dua pria muda, broker yang belakangan disebut-sebut sebagai “bojo”nya Tata langsung menyambar kursi malas dan mendudukinya sejenak.
Sesaat kemudian ia bangun dan berjalan bersijingkat ke arah seorang pemuda yang sedang duduk bagai menanti sesuatu.
“Kalau mau istirahat dan butuh ditemani, itu masih ada dua yang kosong,” ujarnya seraya menunjuk ke arah wanita yang sedang meramal nasib dengan kartu dan seorang lagi yang sendirian duduk di pintu losmen sebelah barat menghadap Gang IV.
“Di sini cuma ada enam wanita. Yang empat sedang melayani tamu di kamar. Satunya lagi sedang duduk di kursi panjang, sedang siap-siap ke kamar juga. Atau kalau cari di luar, lalu dibawa kemari juga boleh. Pokoknya terserahlah, mau yang mana,” ujar pria bertampang Indo yang masih coba memunculkan kesan keramahannya.
Sebenarnya anak buah Tata yang dipekerjakan di losmen LES itu lebih dari 13 wanita penghibur. Semuanya datang dari luar Jogja, yakni Jawa Timur. Kebanyakan mereka tidak datang sendirian tapi sengaja diambil dari beberapa lokasi pelacuran di sana. Gampangnya, antar sesama mucikari saling “tukar guling” (anak buah) guna menyegarkan suasana.
SUMBER
——————
Roda bisnis esek-esek yang dikelola Tata maupun Darsono di gang Flamboyan memang tak pernah berhenti berputar. Mereka sepertinya tak mengenal istilah “mandeg barang setapak”. Dalam benak mereka hanyalah duit dan duit.
“Kalau prei, bini dan anak saya lantas mau dikasih makan apa coba,” ujar Darsono bersungut-sungut.
Sekadar gambaran awal saja, begitu memasuki pukul 14.00 siang, misalnya, beberapa anak buah Tata sudah pasti mulai berbenah diri, ngeceng, dan pasang aksi di beranda depan sembari celingukan mencari mangsa.
Mendekati maghrib, kursi-kursi yang tersedia sebagian sudah terduduki tamu dan wanita-wanita penghibur. Selepas jam 7 malam, jangan tanya. Lenguhan demi lenguhan sudah pasti bakal merobek keheningan malam.
“Mari Mas, kalau mau istirahat atau tidur-tiduran di kamar,” ujar seorang pria bertampang Indo, yang tiba-tiba nongol dari ruang belakang losmen LES itu menyapa ramah.
Sementara matanya terus mengawasi seorang wanita sedang asyik mengotak-atik kemungkinan nomor togel (toto gelap) dengan ditemani dua pria muda, broker yang belakangan disebut-sebut sebagai “bojo”nya Tata langsung menyambar kursi malas dan mendudukinya sejenak.
Sesaat kemudian ia bangun dan berjalan bersijingkat ke arah seorang pemuda yang sedang duduk bagai menanti sesuatu.
“Kalau mau istirahat dan butuh ditemani, itu masih ada dua yang kosong,” ujarnya seraya menunjuk ke arah wanita yang sedang meramal nasib dengan kartu dan seorang lagi yang sendirian duduk di pintu losmen sebelah barat menghadap Gang IV.
“Di sini cuma ada enam wanita. Yang empat sedang melayani tamu di kamar. Satunya lagi sedang duduk di kursi panjang, sedang siap-siap ke kamar juga. Atau kalau cari di luar, lalu dibawa kemari juga boleh. Pokoknya terserahlah, mau yang mana,” ujar pria bertampang Indo yang masih coba memunculkan kesan keramahannya.
Sebenarnya anak buah Tata yang dipekerjakan di losmen LES itu lebih dari 13 wanita penghibur. Semuanya datang dari luar Jogja, yakni Jawa Timur. Kebanyakan mereka tidak datang sendirian tapi sengaja diambil dari beberapa lokasi pelacuran di sana. Gampangnya, antar sesama mucikari saling “tukar guling” (anak buah) guna menyegarkan suasana.
SUMBER
Last edited by a moderator: