mrkoyitprikitiew
New member
JAKARTA, KOMPAS.com - Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita dalam hidupnya. Begitupun, dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Sudah 54 tahun, pria kelahiran Sampang, Madura 13 Mei 1957 ini mengarungi lalu lalang kehidupan. Lantas, apakah impian dan cita-cita yang belum ia dapatkan?
"Tidak ada, semua sudah tercapai. Sehingga apa impian terakhir saya, mudah-mudahan saya khusnul khotimah. Khusnul khotimah itu artinya tetap dalam keadaan baik, sampai mengakhiri tugas," ungkap Mahfud kepada wartawan usai menggelar acara syukuran ulang tahun ke-54 di kantornya, Jakarta, Jumat (13/5/2011).
Mahfud menceritakan, ketika kecil, tidak pernah terbesit dalam benaknya untuk menjadi salah satu pejabat penting seperti sekarang. Ia mengaku, hanya ingin menjadi seorang guru agama. "SD, SMP saya banyak mendapat pendidikan agama, karena saat itu saya ingin jadi guru agama," ungkapnya.
Cita-cita tersebut berubah ketika ia memasuki masa SMA. Mantan anggota Komisi III DPR ini melanjutkan ke sebuah sekolah kejuruan milik Departemen Yogyakarta, yakni Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). "Di SMA ini mendapat pendidikan hakim, lalu saya ingin jadi hakim," tambahnya.
Ketika ia duduk di bangku kuliah Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, impian Mahfud kembali berubah. Saat itu, ia berkeinginan untuk menjadi dosen, karena melihat beberapa dosen muda pintar di lingkungan kampusnya.
"Nah, ini saya sudah jadi semua. Jadi guru agama sudah, sekarang jadi hakim. Jadi dosen juga sudah. Masih lebih lagi dari situ, jadi Menteri pernah juga, ketua MK pernah. Makanya saya sangat bersyukur Tuhan sudah sangat baik, karena telah banyak membantu saya menduduki beberapa posisi penting sekarang," ujar Guru Besar Fakultas Hukum UII ini.
Ketika ditanya, diantara cita-citanya tersebut yang paling berkesan, mantan Menteri Pertahanan periode 2000-2001 ini mengaku, profesi sebagai hakim yang paling menyenangkan. Menurutnya, menjadi seorang hakim, dapat bebas menunjukan prinsip independen hukum. Ia menjelaskan, ketika hakim tidak setuju dengan pemikiran delapan hakim konstitusi lain, ia bisa mengeluarkan dissenting opinion yang bisa dikemukakan alasannya kepada masyarakat.
"Nah, kalo saya dulu jadi anggota DPR, itu saya merasa sedih, karena saya merasa harus sering berbohong. Contohnya begini, saya punya pendapat bagus, tetapi fraksi bilang tidak, lalu saya ditanya 'Bapak setuju dengan itu?' Meskipun saya tidak setuju, saya harus mengatakan 'oh setuju dong', saya dukung dong, padahal saya sedikit kurang setuju," terangnya.
Apakah ada impian untuk menjadi Presiden RI periode mendatang, "Saya tidak pernah bermimpi untuk mencalonkan diri menjadi jadi Presiden atau wakil Presiden, kan sudah dikatakan juga saya enggak punya potongan lah jadi presiden, jahitannya itu enggak cocok, he-he-he, biar yang lain saja," tukas Mahfud.
sumber : http://nasional.kompas.com/read/2011/05/15/12273298/Mahfud.Jadi.Anggota.DPR.Itu.Enggak.Enak