nurcahyo
New member
Majelis Rakyat Papua Cari Masukan di Aceh
Kapanlagi.com - Sebanyak 36 orang anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) cari masukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terkait dengan implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Ketua delegasi MRP Agus Alue Alua Mth di Banda Aceh, Selasa, mengatakan, banyak kemajuan dalam UUPA dibandingkan UU Nomor 18/2001 tentang Otonomi Khusus yang pernah diberlakukan di Provinsi NAD.
Usai melakukan pertemuan dengan Asisten I Tatapraja Sekretaris Provinsi NAD, Yusuf Sulaiman dan sejumlah anggota DPRD setempat, ia menjelaskan, kedatangan delegasi MRP ke Aceh itu untuk mencari masukan dan perbandingan UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.
"Setelah kami mempelajari dan mendengar, ternyata UUPA itu lebih maju dari UU Nomor 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Aceh. Kami juga berkeinginan, kemajuan yang dicapai di Aceh itu akan menjadi contoh untuk kami bawa ke Papua," katanya.
Ia menambahkan, kedatangan delegasi MRP ke Aceh itu juga ingin melihat dan mendengar bagaimana pemerintah dan bersama-sama komponen masyarakat Aceh lainnya, termasuk mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memandang UUPA yang telah diberlakukan di Aceh .
UUPA lebih hebat, namun tinggal lagi pelaksanaan kongkrit dari Pemerintah dan legislatif serta seluruh komponen masyarakat di provinsi ujung paling barat Indonesia ini, jelas Agus Alue Alua.
"UU Otsus Papua jika diusulkan untuk revisi juga akan baik, namun keinginan revisi tersebut harus didorong masyarakat Papua sendiri, bukan hanya dari pemerintah dan DPRD. Kalau usulan revisi itu datang dari rakyat maka hasilnya benar-benar lahir dari aspirasi rakyat," kata dia.
Di pihak lain, Agus Alue Alua, menilai, Pemerintah Provinsi Papu belum konsisten dalam melaksanakan UU otonomi khusus, karena hingga kini belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Di sisi lain memang kita memungkiri bahwa Papua mengalami sedikit kemajuan dengan penerapan Otsus itu, misalnya terjadi peningkatan kualitas lembaga pendidikan jika dibandingkan sebelum diberlakukannya Otsus tersebut," ujar dia.
Sementara itu, Asisten Tatapraja yang didampingi Karo Humas dan Hukum Sekretaris Provinsi NAD, Hamid Zein, menjelaskan, berbagai keunggulan yang diperoleh Aceh dengan pemberlakuan UU PA.
"Aceh telah memperoleh kewenangan yang lebih luas, baik dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan manusia melalui lembaga pendidikan seperti yang diatur dalam UUPA tersebut," katanya.
UUPA itu lahir setelah adanya perjanjian kesepakatan damai antara Pemerintah dengan pihak GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.
"Salah satu kemajuan penerapan UUPA itu dapat dilihat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) memilih gubernur/wakil gubernur serta para bupati/walikota di Aceh. Dalam pilkada, Aceh diberi wewenang khusus dengan mengikutsertakan calon independen," jelas Hamid.
Akan tetapi, implementasi UUPA itu harus diatur dengan Qanun (Perda). Aceh diberi wewenang penuh untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan, pembagian hasil bumi yang kemudian di atur dalam Qanun yang dipersiapkan Pemerintah dan DPRD setempat, tambahnya.
Kapanlagi.com - Sebanyak 36 orang anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) cari masukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) terkait dengan implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Ketua delegasi MRP Agus Alue Alua Mth di Banda Aceh, Selasa, mengatakan, banyak kemajuan dalam UUPA dibandingkan UU Nomor 18/2001 tentang Otonomi Khusus yang pernah diberlakukan di Provinsi NAD.
Usai melakukan pertemuan dengan Asisten I Tatapraja Sekretaris Provinsi NAD, Yusuf Sulaiman dan sejumlah anggota DPRD setempat, ia menjelaskan, kedatangan delegasi MRP ke Aceh itu untuk mencari masukan dan perbandingan UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.
"Setelah kami mempelajari dan mendengar, ternyata UUPA itu lebih maju dari UU Nomor 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Aceh. Kami juga berkeinginan, kemajuan yang dicapai di Aceh itu akan menjadi contoh untuk kami bawa ke Papua," katanya.
Ia menambahkan, kedatangan delegasi MRP ke Aceh itu juga ingin melihat dan mendengar bagaimana pemerintah dan bersama-sama komponen masyarakat Aceh lainnya, termasuk mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memandang UUPA yang telah diberlakukan di Aceh .
UUPA lebih hebat, namun tinggal lagi pelaksanaan kongkrit dari Pemerintah dan legislatif serta seluruh komponen masyarakat di provinsi ujung paling barat Indonesia ini, jelas Agus Alue Alua.
"UU Otsus Papua jika diusulkan untuk revisi juga akan baik, namun keinginan revisi tersebut harus didorong masyarakat Papua sendiri, bukan hanya dari pemerintah dan DPRD. Kalau usulan revisi itu datang dari rakyat maka hasilnya benar-benar lahir dari aspirasi rakyat," kata dia.
Di pihak lain, Agus Alue Alua, menilai, Pemerintah Provinsi Papu belum konsisten dalam melaksanakan UU otonomi khusus, karena hingga kini belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Di sisi lain memang kita memungkiri bahwa Papua mengalami sedikit kemajuan dengan penerapan Otsus itu, misalnya terjadi peningkatan kualitas lembaga pendidikan jika dibandingkan sebelum diberlakukannya Otsus tersebut," ujar dia.
Sementara itu, Asisten Tatapraja yang didampingi Karo Humas dan Hukum Sekretaris Provinsi NAD, Hamid Zein, menjelaskan, berbagai keunggulan yang diperoleh Aceh dengan pemberlakuan UU PA.
"Aceh telah memperoleh kewenangan yang lebih luas, baik dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan manusia melalui lembaga pendidikan seperti yang diatur dalam UUPA tersebut," katanya.
UUPA itu lahir setelah adanya perjanjian kesepakatan damai antara Pemerintah dengan pihak GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.
"Salah satu kemajuan penerapan UUPA itu dapat dilihat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) memilih gubernur/wakil gubernur serta para bupati/walikota di Aceh. Dalam pilkada, Aceh diberi wewenang khusus dengan mengikutsertakan calon independen," jelas Hamid.
Akan tetapi, implementasi UUPA itu harus diatur dengan Qanun (Perda). Aceh diberi wewenang penuh untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan, pembagian hasil bumi yang kemudian di atur dalam Qanun yang dipersiapkan Pemerintah dan DPRD setempat, tambahnya.