JAKARTA--MIOL: Kerajaan Negeri Perlis Malaysia menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga di Indonesia untuk memperkuat jaringan pemikiran pembaharuan Islam menghadapi budaya lain.
"Bentuk kerjasama yang kita kembangkan berupa memadukan kajian-kajian keilmuan dan mengenalkan Islam secara utuh kepada masyarakat dunia. Yang pertama kita gandeng adalah lembaga-lembaga pemikir atau kaum akademisi," kata Perdana Menteri (Menteri Besar) Perlis Seri Shahidan bin Kassim di Jakarta, Senin (19/2).
Shahidan berada di Jakarta untuk menghadiri seminar internasional Pembaharuan Pemikiran Islam, yang diselenggarakan Kerajaan Perlis bersama Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka). Seminar yang dimulai kemarin dan berlangsung hingga besok itu menghadirkan pemikir-pemikir Islam serta pejabat dari Indonesia dan Malaysia.
Menurut Shahidan, sejauh ini Islam dipandang secara salah oleh banyak kalangan di luar Islam. Mereka memandang Islam hanya dari segelintir kelompok yang seringkali di kalangan Islam sendiri tidak sepenuhnya diterima. Lebih jauh lagi, banyak tokoh Islam terpengaruh oleh pola pemikiran nonislami sehingga melahirkan kelompok yang menyimpang. "Mereka itu kelompok-kelompok yang cenderung liberal," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Uhamka Suyatno mengatakan sangat perlu mengkaji pemikiran Islam secara progresif, sehingga mampu mengimbangi dominasi Barat. Intinya, Islam harus mampu membawa umat bersaing dalam peradaban yang terus berkembang dengan tidak mengorbankan nilai-nilai Alquran dan hadis.
"Inilah yang harus kita temukan, yakni pembaharuan pemikiran Islam yang mampu menghadapi serbuan peradaban nonislam dengan tetap mendasarkan pada nilai-nilai Alquran," ujar Suyatno.
Senada dengan Menteri Besar Shahidan, Suyatno mengatakan beberapa tokoh yang mengaku membawa misi Islam kini muncul dengan pemikiran yang membahayakan. Bahkan mereka mulai menggugat Alquran dengan dalih liberalisme. "Karena itu pemikir-pemikir Islam harus segera memperkuat jaringan dan mengawal pembaharuan keilmuan Islam agar tidak keluar dari koridor," tegasnya.
Malaysia, kata Suyatno, digandeng untuk memperkuat jaringan itu karena mempunyai komitmen yang sama.
"Bentuk kerjasama yang kita kembangkan berupa memadukan kajian-kajian keilmuan dan mengenalkan Islam secara utuh kepada masyarakat dunia. Yang pertama kita gandeng adalah lembaga-lembaga pemikir atau kaum akademisi," kata Perdana Menteri (Menteri Besar) Perlis Seri Shahidan bin Kassim di Jakarta, Senin (19/2).
Shahidan berada di Jakarta untuk menghadiri seminar internasional Pembaharuan Pemikiran Islam, yang diselenggarakan Kerajaan Perlis bersama Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka). Seminar yang dimulai kemarin dan berlangsung hingga besok itu menghadirkan pemikir-pemikir Islam serta pejabat dari Indonesia dan Malaysia.
Menurut Shahidan, sejauh ini Islam dipandang secara salah oleh banyak kalangan di luar Islam. Mereka memandang Islam hanya dari segelintir kelompok yang seringkali di kalangan Islam sendiri tidak sepenuhnya diterima. Lebih jauh lagi, banyak tokoh Islam terpengaruh oleh pola pemikiran nonislami sehingga melahirkan kelompok yang menyimpang. "Mereka itu kelompok-kelompok yang cenderung liberal," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Uhamka Suyatno mengatakan sangat perlu mengkaji pemikiran Islam secara progresif, sehingga mampu mengimbangi dominasi Barat. Intinya, Islam harus mampu membawa umat bersaing dalam peradaban yang terus berkembang dengan tidak mengorbankan nilai-nilai Alquran dan hadis.
"Inilah yang harus kita temukan, yakni pembaharuan pemikiran Islam yang mampu menghadapi serbuan peradaban nonislam dengan tetap mendasarkan pada nilai-nilai Alquran," ujar Suyatno.
Senada dengan Menteri Besar Shahidan, Suyatno mengatakan beberapa tokoh yang mengaku membawa misi Islam kini muncul dengan pemikiran yang membahayakan. Bahkan mereka mulai menggugat Alquran dengan dalih liberalisme. "Karena itu pemikir-pemikir Islam harus segera memperkuat jaringan dan mengawal pembaharuan keilmuan Islam agar tidak keluar dari koridor," tegasnya.
Malaysia, kata Suyatno, digandeng untuk memperkuat jaringan itu karena mempunyai komitmen yang sama.