Kalina
Moderator
KUALA LUMPUR - Ketua Asosiasi Agen Pekerja Asing Malaysia, Jefrey Foo, kemarin mengeluhkan menurunnya minat kerja tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk mencari nafkah di negeri jiran tersebut. Menurutnya, Malaysia tak lagi menarik bagi para TKI yang sebagian besar menjadi pembantu, karena gaji yang ditawarkan sangat kecil bila dibandingkan dengan negara Asia lain seperti Hongkong dan Singapura.
Foo mengaku kondisi saat ini jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu, kata Foo, banyak warga Indonesia yang berbondong-bondong masuk wilayah Malaysia untuk mencari nafkah. Alasannya, Malaysia dianggap memiliki kedekatan budaya, agama serta bahasa dengan Indonesia. Tapi, semua faktor itu sekarang sudah kalah dengan daya tarik gaji yang lebih besar dengan negara lain di Asia.
Hal itu masuk akal karena rata-rata gaji yang diterima pembantu Indonesia di Malaysia hanya sekitar MYR 500 (sekitar Rp 1,3 juta) sebulan. Bandingkan dengan majikan di Hongkong dan Taiwan yang berani membayar mereka tiga hingga empat kali lipat atau setara MYR 1.800-2.000 (sekitar Rp 4,6-5,2 juta). "Gaji pembantu Indonesia di Malaysia tergolong sebagai gaji terendah di kawasan Asia," aku Foo. Singapura dan Brunei juga berani membayar mahal.
Ada banyak faktor mengapa gaji pembantu asal Indonesia di Malaysia sangat rendah. Salah satunya adalah banyak majikan yang menganggap pembantu asal Indonesia tidak terlatih, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun seperti menyapu atau mencuci. Meski dianggap tidak terlatih, sekitar 95 persen dari 350 ribu pembantu asing yang bekerja di Malaysia berasal dari Indonesia.
Kondisi pembantu asal Indonesia tersebut jauh berbeda dengan sekitar 20 ribu pembantu asal Filipina. Desember lalu, pemerintah Filipina menetapkan gaji mereka di kisaran MYR 715-1.430 (sekitar Rp 1,8-3,7 juta) karena mereka jago berbahasa Inggris.
Selain gaji rendah, banyak perlakuan lain yang dirasakan kurang menguntungkan bagi pekerja asing di Indonesia. Seperti majikan yang tak mau membayar gaji atau bahkan melakukan kekerasan fisik, hingga tak jarang ada pembantu asal Indonesia yang pulang dalam keadaan cacat mental atau cacat fisik.
Foo mengaku kondisi saat ini jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dulu, kata Foo, banyak warga Indonesia yang berbondong-bondong masuk wilayah Malaysia untuk mencari nafkah. Alasannya, Malaysia dianggap memiliki kedekatan budaya, agama serta bahasa dengan Indonesia. Tapi, semua faktor itu sekarang sudah kalah dengan daya tarik gaji yang lebih besar dengan negara lain di Asia.
Hal itu masuk akal karena rata-rata gaji yang diterima pembantu Indonesia di Malaysia hanya sekitar MYR 500 (sekitar Rp 1,3 juta) sebulan. Bandingkan dengan majikan di Hongkong dan Taiwan yang berani membayar mereka tiga hingga empat kali lipat atau setara MYR 1.800-2.000 (sekitar Rp 4,6-5,2 juta). "Gaji pembantu Indonesia di Malaysia tergolong sebagai gaji terendah di kawasan Asia," aku Foo. Singapura dan Brunei juga berani membayar mahal.
Ada banyak faktor mengapa gaji pembantu asal Indonesia di Malaysia sangat rendah. Salah satunya adalah banyak majikan yang menganggap pembantu asal Indonesia tidak terlatih, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun seperti menyapu atau mencuci. Meski dianggap tidak terlatih, sekitar 95 persen dari 350 ribu pembantu asing yang bekerja di Malaysia berasal dari Indonesia.
Kondisi pembantu asal Indonesia tersebut jauh berbeda dengan sekitar 20 ribu pembantu asal Filipina. Desember lalu, pemerintah Filipina menetapkan gaji mereka di kisaran MYR 715-1.430 (sekitar Rp 1,8-3,7 juta) karena mereka jago berbahasa Inggris.
Selain gaji rendah, banyak perlakuan lain yang dirasakan kurang menguntungkan bagi pekerja asing di Indonesia. Seperti majikan yang tak mau membayar gaji atau bahkan melakukan kekerasan fisik, hingga tak jarang ada pembantu asal Indonesia yang pulang dalam keadaan cacat mental atau cacat fisik.