Dipi76
New member
Penipuan Pulsa
Dari Mana Jebolnya Data Pelanggan?
Andy Riza Hidayat | Nasru Alam Aziz | Selasa, 4 Oktober 2011 | 20:56 WIB
DEPOK, KOMPAS.com — Pengguna nomor seluler tentu bertanya-tanya, mengapa data pribadi bisa dipakai pelaku penipuan? Melalui data pribadi itu, pelaku mengirim pesan yang sesungguhnya berisi jebakan ke pengguna nomor seluler, kemudian menangguk untung dari praktik tersebut.
Pakar digital forensik, Ruby Z Alamsyah, menduga kebocoran data tersebut dari sindikat "pedagang data". Sindikat tersebut sudah bekerja terorganisasi dengan menyiapkan sistem kejahatan mereka. Beberapa di antara mereka pernah terlibat dalam kerja sama dengan pihak perbankan yang dilibatkan sebagai pihak ketiga, misalnya, dalam urusan pembuatan kartu kredit.
"Ini bukan salah pihak bank, melainkan pihak ketiga yang memanfaatkan data tersebut untuk kejahatan," kata Ruby, Selasa (4/10/2011).
Mereka secara terbuka bertransaksi di internet menawarkan pihak lain yang berminat dengan data. Hanya dengan Rp 150.000, seseorang dapat membeli database yang berisi ribuan data valid, seperti nama, alamat, dan nomor telepon.
Dari data itu, pelaku penipuan mengirim instruksi palsu yang biasanya dengan *xxx*yyy# ke pengguna nomor telepon seluler. Instruksi ini sebenarnya adalah cara untuk mendaftarkan pengguna nomor telepon seluler menjadi pelanggan pesan pendek (SMS) premium dengan tarif tertentu.
Modus yang berkembang sejauh ini, pelaku memberi iming-iming promosi atau hadiah. Maka, untuk mendapatkannya, pelanggan dipersilakan menekan *xxx*yyy#.
Menurut Ruby, konsumen harus mengambil langkah hukum agar masalah ini terurai jelas. Berdasarkan laporan konsumen, polisi dapat membongkar jaringan yang selama ini meresahkan masyarakat pengguna nomor seluler.
======================
Pencurian Pulsa Marak, Kinerja BRTI Disorot
| Tri Wahono | Selasa, 4 Oktober 2011 | 17:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kinerja Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendapat sorotan seiring masih maraknya pencurian pulsa yang diduga dilakukan oleh content provider nakal. Menurut Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA), pengawasan yang diemban BRTI tidak dilaksanakan dengan baik sehingga ulah yang merugikan masyarakat itu seperti dibiarkan saja.
"Kami khawatir BRTI terkontaminasi sehingga pekerjaan utamanya mengawasi berbagai pelanggaran tidak efektif," kata Ketua IMOCA Haryawirasma kepada pers, Senin (3/10/2011) di Jakarta.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini kejahatan pencurian pulsa pelanggan operator telekomunikasi marak kembali. Surat pembaca di berbagai media nyaris tidak pernah sepi dari keluhan pelanggan dari berbagai operator telekomunikasi. Para pembaca yang notabene adalah pelanggan operator, mengeluhkan seringnya ada SMS yang menawarkan sesuatu yang tidak jelas dengan iming-iming gratis, tetapi ternyata berujung konten dengan harga premium dan secara periodik memotong pulsa pelanggan. Keadaan makin parah karena ketika pelanggan mau menghentikan layanan (UNREG) susah karena tidak ada penjelasan yang cukup.
Saking jengkelnya pelanggan terhadap pencurian pulsa berkedok penjualan konten, mereka membuat halaman khusus di Facebook (FB) yang sudah diikuti belasan ribu masyarakat yang muak dengan masalah tersebut. Mereka menamakan grupnya "Stop Pencurian Pulsa dengan Modus Menjual Content".
Dalam halaman grup itu, facebookers yang tergabung di dalamnya mengutuk aksi yang merugikan. Tidak hanya ke penyedia konten, tetapi operator juga menjadi sasaran kekesalan mereka akibat pulsa terpotong secara paksa oleh para content provider nakal. Menurut Sekjen IMOCA Ferrij Lumoring, apabila BRTI bersungguh-sungguh melindungi masyarakat, hal seperti itu mestinya tidak terjadi. Ini karena di dalam BRTI berkumpul orang-orang yang memahami bisnis, hukum, dan teknis.
Jadi, tidak ada alasan bagi BRTI untuk tidak menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini terlebih, tambah Ferrij, BRTI sudah dibekali Peraturan Menteri Nomor 1/Per/M.Kominfo/01/2009 yang dikeluarkan pada 8 Januari 2009. "Semestinya BRTI tidak ragu untuk bertindak menindak setiap pelanggaran yang merugikan masyarakat," ungkap Ferrij.
Kompas
-dipi-
Dari Mana Jebolnya Data Pelanggan?
Andy Riza Hidayat | Nasru Alam Aziz | Selasa, 4 Oktober 2011 | 20:56 WIB
DEPOK, KOMPAS.com — Pengguna nomor seluler tentu bertanya-tanya, mengapa data pribadi bisa dipakai pelaku penipuan? Melalui data pribadi itu, pelaku mengirim pesan yang sesungguhnya berisi jebakan ke pengguna nomor seluler, kemudian menangguk untung dari praktik tersebut.
Pakar digital forensik, Ruby Z Alamsyah, menduga kebocoran data tersebut dari sindikat "pedagang data". Sindikat tersebut sudah bekerja terorganisasi dengan menyiapkan sistem kejahatan mereka. Beberapa di antara mereka pernah terlibat dalam kerja sama dengan pihak perbankan yang dilibatkan sebagai pihak ketiga, misalnya, dalam urusan pembuatan kartu kredit.
"Ini bukan salah pihak bank, melainkan pihak ketiga yang memanfaatkan data tersebut untuk kejahatan," kata Ruby, Selasa (4/10/2011).
Mereka secara terbuka bertransaksi di internet menawarkan pihak lain yang berminat dengan data. Hanya dengan Rp 150.000, seseorang dapat membeli database yang berisi ribuan data valid, seperti nama, alamat, dan nomor telepon.
Dari data itu, pelaku penipuan mengirim instruksi palsu yang biasanya dengan *xxx*yyy# ke pengguna nomor telepon seluler. Instruksi ini sebenarnya adalah cara untuk mendaftarkan pengguna nomor telepon seluler menjadi pelanggan pesan pendek (SMS) premium dengan tarif tertentu.
Modus yang berkembang sejauh ini, pelaku memberi iming-iming promosi atau hadiah. Maka, untuk mendapatkannya, pelanggan dipersilakan menekan *xxx*yyy#.
Menurut Ruby, konsumen harus mengambil langkah hukum agar masalah ini terurai jelas. Berdasarkan laporan konsumen, polisi dapat membongkar jaringan yang selama ini meresahkan masyarakat pengguna nomor seluler.
======================
Pencurian Pulsa Marak, Kinerja BRTI Disorot
| Tri Wahono | Selasa, 4 Oktober 2011 | 17:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kinerja Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendapat sorotan seiring masih maraknya pencurian pulsa yang diduga dilakukan oleh content provider nakal. Menurut Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA), pengawasan yang diemban BRTI tidak dilaksanakan dengan baik sehingga ulah yang merugikan masyarakat itu seperti dibiarkan saja.
"Kami khawatir BRTI terkontaminasi sehingga pekerjaan utamanya mengawasi berbagai pelanggaran tidak efektif," kata Ketua IMOCA Haryawirasma kepada pers, Senin (3/10/2011) di Jakarta.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini kejahatan pencurian pulsa pelanggan operator telekomunikasi marak kembali. Surat pembaca di berbagai media nyaris tidak pernah sepi dari keluhan pelanggan dari berbagai operator telekomunikasi. Para pembaca yang notabene adalah pelanggan operator, mengeluhkan seringnya ada SMS yang menawarkan sesuatu yang tidak jelas dengan iming-iming gratis, tetapi ternyata berujung konten dengan harga premium dan secara periodik memotong pulsa pelanggan. Keadaan makin parah karena ketika pelanggan mau menghentikan layanan (UNREG) susah karena tidak ada penjelasan yang cukup.
Saking jengkelnya pelanggan terhadap pencurian pulsa berkedok penjualan konten, mereka membuat halaman khusus di Facebook (FB) yang sudah diikuti belasan ribu masyarakat yang muak dengan masalah tersebut. Mereka menamakan grupnya "Stop Pencurian Pulsa dengan Modus Menjual Content".
Dalam halaman grup itu, facebookers yang tergabung di dalamnya mengutuk aksi yang merugikan. Tidak hanya ke penyedia konten, tetapi operator juga menjadi sasaran kekesalan mereka akibat pulsa terpotong secara paksa oleh para content provider nakal. Menurut Sekjen IMOCA Ferrij Lumoring, apabila BRTI bersungguh-sungguh melindungi masyarakat, hal seperti itu mestinya tidak terjadi. Ini karena di dalam BRTI berkumpul orang-orang yang memahami bisnis, hukum, dan teknis.
Jadi, tidak ada alasan bagi BRTI untuk tidak menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini terlebih, tambah Ferrij, BRTI sudah dibekali Peraturan Menteri Nomor 1/Per/M.Kominfo/01/2009 yang dikeluarkan pada 8 Januari 2009. "Semestinya BRTI tidak ragu untuk bertindak menindak setiap pelanggaran yang merugikan masyarakat," ungkap Ferrij.
Kompas
-dipi-