Masalah Pendidikan di indonesia
Walaupun aku bukanlah tipikal pelajar yang teladan dengan nilai – nilai A, tapi aku sendiri sangat prihatin dengan etika dan kualitas pelajar sekarang ini.
Pelajar – pelajar sekarang (sebagian besar diantaranya) memiliki sikap tidak tahu malu didepan guru dan juga pergaulan yang terlalu bebas. Bebas…? Iya….contoh kasarnya seperti disfungsi HP berkamera. Ngerti kan parahnya…. Apa lagi…? Dilema cinta monyet…Bukan musiman lagi orang – orang mencari cinta baik di sekolah ataupun tempat lain. Setiap hari memikirkan hal tersebut…imbas, pelajaran jadi prioritas kesekian, apalagi agama.
Ada lagi…? Iya ada. Duduklah yang tenang..
DUGEM. Anak gaul mana ada yang ngga tau…, setiap malam dihabiskan untuk kehebohan dunia gemerlap, dihabiskan untuk fly. Kalau sial, tertangkap polisi membawa narkoba, di-DO dari sekolah, dst…dst…
Fasilitas Warnet yang sangat terbuka dan dilindungi privacy-nya membuat pelajar bisa saja membuka situs – situs yang mengundang…..Kalau pribadi orang tersebut sudah kuat tidak apa – apa, namun bagaimana sebaliknya. Intensitas penggunaan warnet bisa menggila, sampai tengah malam (Hanya berlaku untuk Warnet 24 jam), hanya untuk mengurus satu site, misalnya Friendster atau apalah.
Tapi kenapa masih saja ada yang melakukan kegiatan sampai tengah malam…? Stress jadi penyebab….? Bisa….gara – gara PR yang terlalu banyak…? Apalagi…
Yang sakit….yang sakit…
Kenek bus pasti bilang begitu kepada semua orang. Wajar…? wajar….Perilaku anak muda sekarang banyak yang perlu mendapat pengobatan…. ^_^;
Mengapa bisa begitu…? Apa lagi kalau bukan karena longgarnya perhatian orang tua, lemahnya kualitas kontrol wali kelas kepada anak – anaknya….Secara langsung akan mengurangi mutu dan kualitas pelajar itu sendiri.
Bingung.
Saya sendiri punya beberapa solusi yang cukup unik, mungkin. Beberapa di antaranya sudah saya post sebagai komentar di Blog milik Menteri Desain Indonesia (Kesannya nyasar….)
- Pembatasan penggunaan Internet khusus pelajar
- Pemberlakuan jam malam (jadi tidak ada yang melakukan dugem diatas jam 20.00, secara tidak langsung meningkatkan tingkat kedisiplinan karena mereka akan terbiasa untuk bangun lebih pagi.)
- Kurikulum Pembelajaran seharusnya TETAP KURIKULUM 1994 saja (Karena Malaysia sukses memakai Kurikulum tersebut)
- Pendekatan Guru kepada Murid, dan juga pembaharuan metode pengajaran (sang guru harus mengetahui karakteristik si Murid, dan memilih cara penyampaian pelajaran yang tepat untuknya.)
- Jam masuk sekolah dimajukan 2 jam dan jam pulang diundur 2 jam (Jadi masuk pkl. 09.00 dan pulangnya dilebihkan 2 jam. Seperti sekolah di luar negeri, sang siswa tidak akan stress karena diharuskan bangun pagi)
- Pelarangan akses ke diskotik ataupun Bar bagi seseorang yang berusia 21 tahun kebawah. KTP diperiksa (Sehingga hanya orang – orang dewasa yang bisa masuk, sedangkan pelajar/mahasiswa tidak bisa. Percaya atau tidak, orang di kelasku yang berusia 16 tahun sudah merasakan suasana diskotik. Maka itu, pelarangannya harulah ketat.)
- Guru harus bisa menjadi orang tua kedua di sekolah (Bukan dengan memberi uang jajan ke setiap murid, bukan….). Guru harus berlaku layaknya orang tua. Sehingga dia bisa mengetahui perilaku siswa dan bisa menjuruskannya ke ‘jalan yang benar’.
Yah, mungkin hanya segitu yang bisa saya katakan..............
Walaupun aku bukanlah tipikal pelajar yang teladan dengan nilai – nilai A, tapi aku sendiri sangat prihatin dengan etika dan kualitas pelajar sekarang ini.
Pelajar – pelajar sekarang (sebagian besar diantaranya) memiliki sikap tidak tahu malu didepan guru dan juga pergaulan yang terlalu bebas. Bebas…? Iya….contoh kasarnya seperti disfungsi HP berkamera. Ngerti kan parahnya…. Apa lagi…? Dilema cinta monyet…Bukan musiman lagi orang – orang mencari cinta baik di sekolah ataupun tempat lain. Setiap hari memikirkan hal tersebut…imbas, pelajaran jadi prioritas kesekian, apalagi agama.
Ada lagi…? Iya ada. Duduklah yang tenang..
DUGEM. Anak gaul mana ada yang ngga tau…, setiap malam dihabiskan untuk kehebohan dunia gemerlap, dihabiskan untuk fly. Kalau sial, tertangkap polisi membawa narkoba, di-DO dari sekolah, dst…dst…
Fasilitas Warnet yang sangat terbuka dan dilindungi privacy-nya membuat pelajar bisa saja membuka situs – situs yang mengundang…..Kalau pribadi orang tersebut sudah kuat tidak apa – apa, namun bagaimana sebaliknya. Intensitas penggunaan warnet bisa menggila, sampai tengah malam (Hanya berlaku untuk Warnet 24 jam), hanya untuk mengurus satu site, misalnya Friendster atau apalah.
Tapi kenapa masih saja ada yang melakukan kegiatan sampai tengah malam…? Stress jadi penyebab….? Bisa….gara – gara PR yang terlalu banyak…? Apalagi…
Yang sakit….yang sakit…
Kenek bus pasti bilang begitu kepada semua orang. Wajar…? wajar….Perilaku anak muda sekarang banyak yang perlu mendapat pengobatan…. ^_^;
Mengapa bisa begitu…? Apa lagi kalau bukan karena longgarnya perhatian orang tua, lemahnya kualitas kontrol wali kelas kepada anak – anaknya….Secara langsung akan mengurangi mutu dan kualitas pelajar itu sendiri.
Bingung.
Saya sendiri punya beberapa solusi yang cukup unik, mungkin. Beberapa di antaranya sudah saya post sebagai komentar di Blog milik Menteri Desain Indonesia (Kesannya nyasar….)
- Pembatasan penggunaan Internet khusus pelajar
- Pemberlakuan jam malam (jadi tidak ada yang melakukan dugem diatas jam 20.00, secara tidak langsung meningkatkan tingkat kedisiplinan karena mereka akan terbiasa untuk bangun lebih pagi.)
- Kurikulum Pembelajaran seharusnya TETAP KURIKULUM 1994 saja (Karena Malaysia sukses memakai Kurikulum tersebut)
- Pendekatan Guru kepada Murid, dan juga pembaharuan metode pengajaran (sang guru harus mengetahui karakteristik si Murid, dan memilih cara penyampaian pelajaran yang tepat untuknya.)
- Jam masuk sekolah dimajukan 2 jam dan jam pulang diundur 2 jam (Jadi masuk pkl. 09.00 dan pulangnya dilebihkan 2 jam. Seperti sekolah di luar negeri, sang siswa tidak akan stress karena diharuskan bangun pagi)
- Pelarangan akses ke diskotik ataupun Bar bagi seseorang yang berusia 21 tahun kebawah. KTP diperiksa (Sehingga hanya orang – orang dewasa yang bisa masuk, sedangkan pelajar/mahasiswa tidak bisa. Percaya atau tidak, orang di kelasku yang berusia 16 tahun sudah merasakan suasana diskotik. Maka itu, pelarangannya harulah ketat.)
- Guru harus bisa menjadi orang tua kedua di sekolah (Bukan dengan memberi uang jajan ke setiap murid, bukan….). Guru harus berlaku layaknya orang tua. Sehingga dia bisa mengetahui perilaku siswa dan bisa menjuruskannya ke ‘jalan yang benar’.
Yah, mungkin hanya segitu yang bisa saya katakan..............