nurcahyo
New member
Masyarakat AS-RI Anggap Kunjungan Bush Produktif
Kapanlagi.com - Masyarakat Amerika Serikat dan Indonesia di Negeri Paman Sam menganggap kunjungan Presiden George W. Bush ke Indonesia baru-baru ini sebagai hal yang berguna bagi hubungan kedua negara, kendati kunjungan tersebut diwarnai dengan penolakan oleh sebagian kalangan masyarakat melalui berbagai demonstrasi.
"Mereka tidak melihat itu (demonstrasi) sebagai sesuatu yang luar biasa, tidak mempermasalahkan demonstrasi sebegitu banyak. Karena bagi mereka dalam demokrasi ada demonstrasi, ya biasa," kata Duta Besar RI untuk AS Sudjatnan Parnohadiningrat kepada ANTARA di Washington, Senin (27/11) malam, usai berbicara dalam forum Usindo (US-Indonesia Society).
Dalam forum yang diselenggarakan secara tertutup dan dihadiri sekitar 60 hingga 70 anggota USindo itu pada Senin, Sudjadnan menyampaikan penilaian secara keseluruhan tentang hasil kunjungan Presiden Bush.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para anggota Usindo, ujarnya, lebih mengarah kepada substansi, seperti ekonomi, perdagangan, pembiayaan pembangunan, investasi, kepastian hukum, dan pendidikan.
Mengacu kepada pernyataan bersama Presiden Bush-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pertemuan mereka pada 20 November soal pendidikan, misalnya, Usindo mempertanyakan apa yang menjadi hambatan sehingga jumlah pelajar dan mahasiswa yang menempuh pendidikan di AS menurun.
"Saya katakan kepada mereka, kesulitan visa salah satu di antaranya. Tapi hal yang lain adalah makin mahalnya biaya sekolah," kata Sudjadnan.
Secara keseluruhan, ia menilai kedatangan Bush merupakan gambaran bahwa hubungan AS dan Indonesia yang sudah sangat lama, saat ini sudah berjalan secara luas dan mendalam.
Pandangan serupa diberikan oleh Presiden Usindo, ALphonse F. La Porta. "Walaupun apa yang dikatakan media (di Indonesia tentang Bush, red) dan semua demonstrasi itu, kunjungan itu tetap sangat berguna," kata La Porta.
Dalam pertemuan Dubes RI-Usindo pada Senin, para anggota Usindo lebih menyoroti kiprah DPR-RI terhadap kebijakan dan inisiatif ekonomi Presiden Yudhoyono.
Masalah lainnya yang mengemuka, ujarnya, adalah soal pendidikan, terutama tentang bagaimana membantu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dan meningkatkan jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk bersekolah di AS.
La Porta melihat setidaknya ada tiga hal penting tentang kunjungan Bush ke Indonesia, yaitu penegasan tentang pentingnya hubungan AS-Indonesia, dibahasnya berbagai masalah kebijakan luar negeri AS yang dikeluhkan banyak pihak, serta terjadinya pertemuan antara presiden AS dan Indonesia dengan kalangan sipil dari berbagai latar belakang agama, etnik dan profesi.
La Porta tidak melihat bahwa demonstrasi yang disebut-sebut melibatkan hingga ratusan ribu orang sebagai hal yang mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia.
"Kelompok-kelompok seperti FPI, Hizbut Thahrir, MMI, mereka memang bersuara keras, tapi (sebenarnya) tidak mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia."
"Menurut saya, kebanyakan masyarakat Indonesia, bahkan media massanya, terkesan dengan adanya pembicaraan serius, Presiden SBY juga memberikan pandangannya tentang Irak, Korea Utara dan isu-isu lain," katanya.
Ia menyatakan tidak setuju terhadap pandangan yang mempertanyakan apakah Indonesia atau AS yang paling diuntungkan dengan adanya kunjungan Bush.
"Saya kira salah untuk melihat siapa yang menang dan siapa yang kalah. Hubungan yang strategis harus dilihat bahwa kedua negara saling melakukan sesuatu agar saling menguntungkan," ujar La Porta.
Menurutnya banyak hal nyata yang dihasilkan dari pertemuan Bush-SBY, yaitu termasuk kerja sama memerangi flu burung, program bantuan senilai US$55 juta untuk mendukung anti-korupsi, penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan serta peningkatan kesehatan.
Pernyataan bersama yang dikeluarkan usai pertemuan Bush-Yudhoyono dinilai mencakup masalah secara luas dan rinci.
"Bahkan seorang pejabat senior Pemerintah AS tadi pagi mengatakan kepada saya, dirinya baru kali ini melihat joint statement sedemikian panjang," kata La Porta.
Namun ia mengingatkan, tentu masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan AS dan Indonesia usai pertemuan Bush-Yudhoyono, seperti dalam hal investasi, perdagangan, pendidikan, serta bantuan AS untuk membantu reformasi di bidang pertahanan.
Pandangan Kongres
Mengenai hasil Pemilu Sela baru-baru ini di AS yang dimenangkan Partai Demokrat, La Porta mengingatkan kemungkinan akan adanya beberapa perbedaan dalam hal kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia karena tampilnya muka-muka baru di Kongres AS, baik di DPR maupun Senat.
"Beberapa anggota dikenal memiliki pandangan kuat, bukan saja tentang Indonesia, tapi juga tentang masalah lain seperti hubungan ekonomi, pembangunan, lingkungan," katanya.
Hal-hal yang akan jadi perhatian mereka, menurutnya, juga akan mengarah kepada masalah penghormatan HAM, hubungan ekonomi dan perdagangan, perlindungan terhadap hak-hak buruh, serta kebebasan beragama.
"Selalu ada perhatian di Kongres tentang kekerasan yang terjadi di Poso, juga hubungan antara masyarakat Islam dan non-Islam. Masalah Papua juga akan terus diperhatikan. Tentang Aceh, saya kira semua orang di Kongres sangat senang dengan kemajuan di Aceh," kata La Porta.
La Porta sendiri dijadwalkan akan mengunjungi Aceh pada 9-13 Desember 2006 antara lain untuk melihat proses menuju pelaksanaan Pilkada di Aceh, serta bertemu dengan pihak Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan para pejabat Pemda Aceh.
Ia juga akan meninjau kemajuan pembangunan laboratorium sekolah di lingkungan Universitas Syah Kuala yang didanai oleh Usindo.
Kapanlagi.com - Masyarakat Amerika Serikat dan Indonesia di Negeri Paman Sam menganggap kunjungan Presiden George W. Bush ke Indonesia baru-baru ini sebagai hal yang berguna bagi hubungan kedua negara, kendati kunjungan tersebut diwarnai dengan penolakan oleh sebagian kalangan masyarakat melalui berbagai demonstrasi.
"Mereka tidak melihat itu (demonstrasi) sebagai sesuatu yang luar biasa, tidak mempermasalahkan demonstrasi sebegitu banyak. Karena bagi mereka dalam demokrasi ada demonstrasi, ya biasa," kata Duta Besar RI untuk AS Sudjatnan Parnohadiningrat kepada ANTARA di Washington, Senin (27/11) malam, usai berbicara dalam forum Usindo (US-Indonesia Society).
Dalam forum yang diselenggarakan secara tertutup dan dihadiri sekitar 60 hingga 70 anggota USindo itu pada Senin, Sudjadnan menyampaikan penilaian secara keseluruhan tentang hasil kunjungan Presiden Bush.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para anggota Usindo, ujarnya, lebih mengarah kepada substansi, seperti ekonomi, perdagangan, pembiayaan pembangunan, investasi, kepastian hukum, dan pendidikan.
Mengacu kepada pernyataan bersama Presiden Bush-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pertemuan mereka pada 20 November soal pendidikan, misalnya, Usindo mempertanyakan apa yang menjadi hambatan sehingga jumlah pelajar dan mahasiswa yang menempuh pendidikan di AS menurun.
"Saya katakan kepada mereka, kesulitan visa salah satu di antaranya. Tapi hal yang lain adalah makin mahalnya biaya sekolah," kata Sudjadnan.
Secara keseluruhan, ia menilai kedatangan Bush merupakan gambaran bahwa hubungan AS dan Indonesia yang sudah sangat lama, saat ini sudah berjalan secara luas dan mendalam.
Pandangan serupa diberikan oleh Presiden Usindo, ALphonse F. La Porta. "Walaupun apa yang dikatakan media (di Indonesia tentang Bush, red) dan semua demonstrasi itu, kunjungan itu tetap sangat berguna," kata La Porta.
Dalam pertemuan Dubes RI-Usindo pada Senin, para anggota Usindo lebih menyoroti kiprah DPR-RI terhadap kebijakan dan inisiatif ekonomi Presiden Yudhoyono.
Masalah lainnya yang mengemuka, ujarnya, adalah soal pendidikan, terutama tentang bagaimana membantu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dan meningkatkan jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk bersekolah di AS.
La Porta melihat setidaknya ada tiga hal penting tentang kunjungan Bush ke Indonesia, yaitu penegasan tentang pentingnya hubungan AS-Indonesia, dibahasnya berbagai masalah kebijakan luar negeri AS yang dikeluhkan banyak pihak, serta terjadinya pertemuan antara presiden AS dan Indonesia dengan kalangan sipil dari berbagai latar belakang agama, etnik dan profesi.
La Porta tidak melihat bahwa demonstrasi yang disebut-sebut melibatkan hingga ratusan ribu orang sebagai hal yang mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia.
"Kelompok-kelompok seperti FPI, Hizbut Thahrir, MMI, mereka memang bersuara keras, tapi (sebenarnya) tidak mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia."
"Menurut saya, kebanyakan masyarakat Indonesia, bahkan media massanya, terkesan dengan adanya pembicaraan serius, Presiden SBY juga memberikan pandangannya tentang Irak, Korea Utara dan isu-isu lain," katanya.
Ia menyatakan tidak setuju terhadap pandangan yang mempertanyakan apakah Indonesia atau AS yang paling diuntungkan dengan adanya kunjungan Bush.
"Saya kira salah untuk melihat siapa yang menang dan siapa yang kalah. Hubungan yang strategis harus dilihat bahwa kedua negara saling melakukan sesuatu agar saling menguntungkan," ujar La Porta.
Menurutnya banyak hal nyata yang dihasilkan dari pertemuan Bush-SBY, yaitu termasuk kerja sama memerangi flu burung, program bantuan senilai US$55 juta untuk mendukung anti-korupsi, penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan serta peningkatan kesehatan.
Pernyataan bersama yang dikeluarkan usai pertemuan Bush-Yudhoyono dinilai mencakup masalah secara luas dan rinci.
"Bahkan seorang pejabat senior Pemerintah AS tadi pagi mengatakan kepada saya, dirinya baru kali ini melihat joint statement sedemikian panjang," kata La Porta.
Namun ia mengingatkan, tentu masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan AS dan Indonesia usai pertemuan Bush-Yudhoyono, seperti dalam hal investasi, perdagangan, pendidikan, serta bantuan AS untuk membantu reformasi di bidang pertahanan.
Pandangan Kongres
Mengenai hasil Pemilu Sela baru-baru ini di AS yang dimenangkan Partai Demokrat, La Porta mengingatkan kemungkinan akan adanya beberapa perbedaan dalam hal kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia karena tampilnya muka-muka baru di Kongres AS, baik di DPR maupun Senat.
"Beberapa anggota dikenal memiliki pandangan kuat, bukan saja tentang Indonesia, tapi juga tentang masalah lain seperti hubungan ekonomi, pembangunan, lingkungan," katanya.
Hal-hal yang akan jadi perhatian mereka, menurutnya, juga akan mengarah kepada masalah penghormatan HAM, hubungan ekonomi dan perdagangan, perlindungan terhadap hak-hak buruh, serta kebebasan beragama.
"Selalu ada perhatian di Kongres tentang kekerasan yang terjadi di Poso, juga hubungan antara masyarakat Islam dan non-Islam. Masalah Papua juga akan terus diperhatikan. Tentang Aceh, saya kira semua orang di Kongres sangat senang dengan kemajuan di Aceh," kata La Porta.
La Porta sendiri dijadwalkan akan mengunjungi Aceh pada 9-13 Desember 2006 antara lain untuk melihat proses menuju pelaksanaan Pilkada di Aceh, serta bertemu dengan pihak Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan para pejabat Pemda Aceh.
Ia juga akan meninjau kemajuan pembangunan laboratorium sekolah di lingkungan Universitas Syah Kuala yang didanai oleh Usindo.