nurcahyo
New member
Masyarakat Merauke, Papua Dilarang Kibarkan Bendera Bintang Kejora
Kapanlagi.com - Seluruh lapisan masyarakat adat Marin, Merauke, Provinsi Papua dilarang mengibarkan bendera Bintang Kejora sebab mereka akan berhadapan dengan aparat keamanan TNI dan Polri, kata tokoh masyarakat adat Marin, Merauke, Yulius Bolegepze di Merauke, Jumat.
Yulius mengatakan hal itu melalui telepon selular sehubungan dengan tibanya 1 Desember 2006 yang oleh kelompok tertentu di Papua dianggap sebagai hari kemerdekaan wilayah paling timur dari NKRI itu.
"Sebagai tokoh masyarakat adat Merauke yakni suku Marin kami serukan agar tidak satu orang pun mengibarkan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember hari ini karena jika itu dilakukan maka kalian akan berhadapan dengan TNI dan Polri yang merupakan pengawal keutuhan NKRI," katanya.
Dia mengatakan, pada zaman penjajahan Belanda, masyarakat di Papua mengenal dua jenis bendera yaitu Bendera Nederland dan Bendera adat Papua. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, bendera adat Papua diizinkan untuk dikibarkan meski kemudian dilarang lagi.
Yulius mengatakan dia memahami larangan pengibaran bendera Bintang Kejora itu karena dapat berkonotasi lain yakni lambang perjuangan kemerdekaan Papua namun hal itu tidak mungkin dilakukan karena Papua berada dalam bingkai NKRI.
Menyadari akan hal itulah maka Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Papua (PDP) Taha Muhammad Al Hamid sebelum 1 Desember 2006 telah mengimbau semua komponen masyarakat Papua agar tidak mengibarkan bendera adat Papua itu.
Yulius yang pada 2 Mei 2000 bersama sekelompok masyarakat adat Marin mengibarkan bendera Bintang Kejora di alun-alun Kantor Bupati Merauke itu mengatakan, pada waktu itu pihaknya mengibarkan bendera tersebut sebagai bendera adat Papua lambang persatuan masyarakat adat Papua tetapi sekarang dia mengimbau masyarakat Papua agar tidak lagi mengibarkan bendera tersebut.
Mengenai situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kabupaten Merauke, dia mengatakan pada hari ini situasi kehidupan masyarakat setempat kondusif dan tidak ada seorang Papua pun yang mengibarkan bendera Bintang Kejora itu.
"Sebelum 1 Desember 2006 ada tersebar isu bahwa akan ada pengibaran bendera Bintang Kejora di Merauke sehingga pada dini hari tadi kota Merauke terlihat cukup lengang namun setelah pukul 08.00 WIT, suasana hidup kemasyarakatan menjadi normal seperti hari-hari sebelumnya karena tidak ada seorang Papua pun yang mengibarkan bendera itu," katanya.
Dia mengingatkan bahwa jika hingga sore nanti terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora di Merauke maka itu berarti ada tindakan rekayasa dari kelompok tertentu yang ingin mengacaukan kehidupan masyarakat Merauke dan ingin mengadudomba masyarakat asli Merauke yaitu suku Marin dengan warga yang berasal dari luar Papua.
Menurut dia, masyarakat asli Merauke menyadari bahwa jumlah mereka sangat kecil yaitu sekitar 40 ribu jiwa sementara jumlah warga masyarakat Merauke yang berasal dari luar Papua mencapai lebih dari 300 ribu jiwa sehingga masyarakat asli Merauke tidak akan melakukan tindakan kriminal dengan berhadap-hadapan dengan masyarakat yang berasal dari luar Papua karena hal itu akan merugikan diri sendiri.
"Kami minta semua komponen masyarakat Merauke tetap tenang dan bekerja seperti biasa tanpa takut karena kita semua bersaudara," kata Yulius Bolegepze.
Kapanlagi.com - Seluruh lapisan masyarakat adat Marin, Merauke, Provinsi Papua dilarang mengibarkan bendera Bintang Kejora sebab mereka akan berhadapan dengan aparat keamanan TNI dan Polri, kata tokoh masyarakat adat Marin, Merauke, Yulius Bolegepze di Merauke, Jumat.
Yulius mengatakan hal itu melalui telepon selular sehubungan dengan tibanya 1 Desember 2006 yang oleh kelompok tertentu di Papua dianggap sebagai hari kemerdekaan wilayah paling timur dari NKRI itu.
"Sebagai tokoh masyarakat adat Merauke yakni suku Marin kami serukan agar tidak satu orang pun mengibarkan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember hari ini karena jika itu dilakukan maka kalian akan berhadapan dengan TNI dan Polri yang merupakan pengawal keutuhan NKRI," katanya.
Dia mengatakan, pada zaman penjajahan Belanda, masyarakat di Papua mengenal dua jenis bendera yaitu Bendera Nederland dan Bendera adat Papua. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, bendera adat Papua diizinkan untuk dikibarkan meski kemudian dilarang lagi.
Yulius mengatakan dia memahami larangan pengibaran bendera Bintang Kejora itu karena dapat berkonotasi lain yakni lambang perjuangan kemerdekaan Papua namun hal itu tidak mungkin dilakukan karena Papua berada dalam bingkai NKRI.
Menyadari akan hal itulah maka Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Papua (PDP) Taha Muhammad Al Hamid sebelum 1 Desember 2006 telah mengimbau semua komponen masyarakat Papua agar tidak mengibarkan bendera adat Papua itu.
Yulius yang pada 2 Mei 2000 bersama sekelompok masyarakat adat Marin mengibarkan bendera Bintang Kejora di alun-alun Kantor Bupati Merauke itu mengatakan, pada waktu itu pihaknya mengibarkan bendera tersebut sebagai bendera adat Papua lambang persatuan masyarakat adat Papua tetapi sekarang dia mengimbau masyarakat Papua agar tidak lagi mengibarkan bendera tersebut.
Mengenai situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kabupaten Merauke, dia mengatakan pada hari ini situasi kehidupan masyarakat setempat kondusif dan tidak ada seorang Papua pun yang mengibarkan bendera Bintang Kejora itu.
"Sebelum 1 Desember 2006 ada tersebar isu bahwa akan ada pengibaran bendera Bintang Kejora di Merauke sehingga pada dini hari tadi kota Merauke terlihat cukup lengang namun setelah pukul 08.00 WIT, suasana hidup kemasyarakatan menjadi normal seperti hari-hari sebelumnya karena tidak ada seorang Papua pun yang mengibarkan bendera itu," katanya.
Dia mengingatkan bahwa jika hingga sore nanti terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora di Merauke maka itu berarti ada tindakan rekayasa dari kelompok tertentu yang ingin mengacaukan kehidupan masyarakat Merauke dan ingin mengadudomba masyarakat asli Merauke yaitu suku Marin dengan warga yang berasal dari luar Papua.
Menurut dia, masyarakat asli Merauke menyadari bahwa jumlah mereka sangat kecil yaitu sekitar 40 ribu jiwa sementara jumlah warga masyarakat Merauke yang berasal dari luar Papua mencapai lebih dari 300 ribu jiwa sehingga masyarakat asli Merauke tidak akan melakukan tindakan kriminal dengan berhadap-hadapan dengan masyarakat yang berasal dari luar Papua karena hal itu akan merugikan diri sendiri.
"Kami minta semua komponen masyarakat Merauke tetap tenang dan bekerja seperti biasa tanpa takut karena kita semua bersaudara," kata Yulius Bolegepze.