her_is_mine
New member
Ketagihan atau ketergantungan terhadap NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif), terutama narkotika, seperti putauw, heroin, dan morfin, umumnya timbul karena terjadi reaksi yang menyakitkan tubuh bersama suasana hati yang tidak nyaman atau disforia bila pemakaiannya dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya (dikenal sebagai gejala putus zat atau sakauw).
Bila seseorang menyalahgunakan narkotika (artinya di luar sepengetahuan dokter untuk keperluan pengobatan seperti pembiusan atau terapi nyeri) maka cepat atau lambat akan terjadi perubahan reaksi sel saraf khusus di otak (reseptor opioid).
Semakin tinggi dosis narkotika yang dipakai atau semakin lama ketergantungan dengan zat tersebut, maka semakin luas perubahan reseptor opioid yang akan bereaksi pada saat terjadi gejala putus zat. Oleh sebab itu, gangguaan fisik pada saat putus zat akan berpengaruh secara langsung pada berat ringannya tingkat ketagihan narkotika.
Sebenarnya ketergantungan fisik dengan narkotika merupakan suatu proses yang alami bila kita memakainya dalam dosis besar dan berjangka lama. Ini karena terjadi adaptasi dan toleransi terhadap perangsangan itu sendiri sehinga memberi konsekuensi tertentu saat tidak ada rangsangan. Umpamanya, kalau kita biasa makanan yang pedas, eh, tiba-tiba kita mengonsumsi makanan yang tidak pedas, maka makanan itu terasa hambar dan tidak enak, untuk itu kita cenderung mencari cabe atau lada.
Proses ketergantungan atau ketagihan narkotika tidak terjadi sekejap namun umumnya melalui tahap-tahap setelah mencoba dan menikmatinya, yaitu pemakaian saat rekreasi atau akhir pekan dan pemakaian situasional (saat depresi atau stres). Kalau sudah dipakai tiap hari minimal selama satu bulan, berarti telah menyalahgunakan narkotika (abuser). Bila sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, bahkan harus selalu memakainya maka individu tersebut sudah pada tingkat ketergantungan atau ketagihan.
Di samping akibat gangguan fisik, ketagihan narkotika mudah dicetuskan oleh adanya godaan atau dorongan emosi berupa keinginan atau hasrat kuat untuk selalu memakainya walaupun disadari bahaya yang dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena narkotika bekerja pada pusat-pusat penghayatan kenikmatan di otak. Sehingga bagi yang sudah pernah menikmatinya cenderung akan mengulangi kembali, bahkan lebih sering, dalam upaya memperoleh suasana hati dan fisik yang nyaman atau euforia. Dorongan ini dikenal dengan istilah sugesti atau craving.
Bagaimana mekanisme sugesti ini? Tidak mudah menentukan penyebabnya karena banyak faktor yang terlibat pada proses sugesti antara lain individu itu sendiri, keluarga, dan lingkungan. Karena itu, ketergantungan narkotika bersifat menahun dan kompleks, sering kambuh-kambuhan walaupun ada saat mampu berhenti dalam waktu yang cukup lama.
Sumber : Humanmedicine network
Last edited: